🌙 Tiga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu kalimat yang terus terngiang di pikiranku. 'Jangan pernah percaya pada mereka' dan kujadikan kalimat itu sebuah kekuatan untuk bertahan dan melindungi keluargaku satu-satunya.

"Tidak akan, jika kau mematuhiku dan berpura-pura di depan raja."

Aku mengernyit, apakah ini upaya pemberontakan? Aku pikir, kedua orangtuaku yang tak pernah melakukan pemberontakan dihukum seperti itu. Bahkan ketika aku bertanya-tanya apa dosa orangtuaku pada pelayan dan bahkan pengawal yang lewat. Mereka enggan membicarakannya. Lalu bagaimana dengan pemberontak asli? Pasti lebih mengerikan.

"Orangtuamu adalah pemberontak dan lagi misi ini bukan pemberontakan."

Seperti dapat membaca pikiranku, kini aku menatapnya tajam. Bagaimana dia bisa mengatakan kalau orangtuaku pemberontak.

"Apa itu?"

Ia menanggapi tatapanku dengan sebuah senyuman yang terpatri di wajah. Ia kemudian mengusap rambutku lembut.

"Orangtuamu sudah menerima surat untuk menemui Raja, tetapi mereka tidak datang menemui kami. Maka dari itu, itu termasuk upaya pemberontakan, dan lagi misi ini adalah tujuanmu ada di sini."

Aku menatapnya tak percaya. Bagaimana hanya karena orangtuanya tidak datang ke istana, disebut sebagai upaya pemberontakan?

"Sayangku Triste. Besok kau akan menemui Raja. Dan kau harus berkata bahwa umurmu sudah 17 tahun."

Aku menunduk, tangan dan kakiku dingin. Entah karena jam sudah menunjukkan waktu malam. Atau karena gorden-gorden besar tadi siang tidak disibak saat Eguzkiavile menyingsing.

"Apakah ada jaminan aku berpura-pura seperti itu, aku dan adikku akan aman? Umurku saat ini masih 16 tahun, satu setengah bulan lagi baru 17."

Velothia kali ini tersenyum miring, bukan lagi senyum indah seperti tadi.

"Kau tahu? Kebohonganmu ini mungkin akan menyelamatkan penduduk di wilayah gelap bagian utara dan timur laut yang akan terkena badai Kiavile."

Aku meneguk ludah, wilayah timur laut adalah kota Gris dan Marroiak. Terlebih mendengar badai Kiavile, itu lebih mengerikan.

Badai itu disebut juga badai wabah, karena hujan lebat yang dihasilkan entah kenapa membuat hewan-hewan menggila. Terutama hewan pengerat yang jumlahnya lebih banyak daripada ternak. Mereka mulai menggigiti ternak warga yang kemudian dapat membuatnya mati. Sedangkan manusia yang digigit pengerat gila akan mengalami demam tinggi dan harus diisolasi, katanya itu menular. Selain itu hujan badai itu menghasilkan cairan lengket tidak jelas. Sedangkan banyak diantara masyarakat wilayah gelap adalah miskin. Tidak memungkinkan untuk melakukan perawatan dan pengisolasian di rumah sakit dan badai itu juga menghancurkan roda ekonomi. Untuk makan besok saja masih tidak yakin. Apa mereka harus memakan nasi sintetis atau pun daging ternak yang sama-sama makan makanan sintetis lagi?

"Bagaimana kau tahu itu?"

Aku masih tidak yakin apa yang diucapkan Velothia. Itu adalah badai yang jarang terjadi, tetapi sekali terjadi berdampak sangat besar. Butuh bertahun-tahun untuk membereskan dampak badai itu.

Velothia kemudian kembali tersenyum. Semakin lama aku merinding ketika melihatnya tersenyum. Kini ia sudah beranjak dari sofa dan melangkah menuju jendela lalu menyibak gorden besar di ruangan ini. Taman yang gelap terlihat, ada beberapa lampu kecil yang menghiasi. Tamannya cukup indah di waktu seperti ini. Aku jadi ingin melihatnya saat siang hari.

Ini karena sejak aku lahir, aku belum pernah melihat siang hari kecuali melalui lukisan.

"Aku adalah seorang ilmuwan sekaligus perdana menteri di negeri ini. Aku juga pemimpin para ilmuwan, penganalisis serta orang-orang berbakat di labku. Mereka memprediksikan kalau badai itu akan terjadi sebentar lagi, dan prediksi mereka cukup akurat. Terlebih, sedikit lagi mereka akan menemukan pola badai itu. Sedikit lagi."

Jika pengaruh Velothia sebesar itu, aku menjadi penasaran mengapa ia memberiku misi yang misterius seperti ini. Bukankah tinggal mencari orang lebih hebat dariku?

"Cari di perpustakaan istana ini. Rak B17. Buku anak-anak berwarna biru."

Velothia kemudian melangkah meninggalkanku. Ia menutup pintu kamarku dan aku masih sedikit syok melihatnya hanya mengucapkan seperti itu. Apa maksudnya? Ia memintaku membaca buku anak-anak?

Buru-buru kuhilangkan rasa sebalku. Aku harus segera mematuhinya. Aku tidak ingin dicap sebagai pengkhianat dan nyawa Erlya menjadi taruhan.

Aku segera melangkah keluar kamar, membiarkan diriku yang berantakan dan segera mencari letak perpustakaan.

Sayangnya, entah mengapa aku merasa cukup sial. Aku bertemu lagi dengan Bon, pembunuh orangtuaku.

"Kau akan kemana?"

Ia bertanya sambil menghalangiku lewat di lorong ini.

"Pergi! Dasar pembunuh!"

Aku mencoba mendorongnya tetapi ia meraih tanganku.

"Kau tidak mengerti sepenuhnya apa yang sebenarnya terjadi."

Aku meronta memintanya melepaskan tanganku. Namun, cengkeramannya terlalu kuat hingga bisa kulihat tanganku mulai memerah.

"Lepaskan! Yang kutahu kau-lah yang memerintahkan pengawal untuk membunuh orangtuaku!"

Cengkeramannya merenggang. Entah kenapa tatapan tajamnya juga berubah menjadi sedikit lunak. Kugunakan kesempatan itu untuk menendang kakinya dengan keras. Ia kemudian berjingkrak kesakitan.

"Ini balasanmu untuk cengkeraman barusan. Dan suatu hari, tunggulah. Aku akan menyuruh seseorang memenggalmu seperti apa yang kau lakukan pada orangtuaku."

Aku melangkah meninggalkannya dengan tegap. Lagipula aku bukanlah seorang wanita lemah. Aku akan membalaskan apa yang terjadi pada orangtuaku. Akan kuperintahkan penjagal untuk memenggalnya. Seperti ia yang memerintahkan pengawal memenggal kedua orangtuaku.

Sejujurnya aku membenci siapa pun di istana ini, termasuk Velothia. Hanya saja, aku tidak memiliki kekuatan atau apapun itu untuk menghukumnya. Maka yang bisa kulampiaskan untuk mengatasi rasa benci ini hanyalah Bon. Kata pelayan yang membantuku mencari perpustakaan saat ini. Bon adalah kepala pengawal, yang artinya ia tidak akan menyakitiku tanpa perintah dari raja. Jadi, tidak masalah bagiku untuk membalaskan dendamku melaluinya terlebih dahulu. Kemudian, Velothia barulah Raja.

Mungkin saja aku bisa disebut gila karena nekad seperti ini. Namun, tidak akan ada yang menyadarinya selama aku terlihat patuh. Dan lagi, aku tidak sebodoh yang mereka kira.

Mengancamku melalui adikku agar aku tunduk dan patuh menjalani misi yang tidak kuketahui detailnya. Hah, cara yang bodoh!

*

Aku telah tiba di perpustakaan yang ditunjuk pelayan. Perpustakaan ini sangat besar. Terdiri dari dua lantai. Rak-raknya pun menjulang tinggi sampai langit-langit. Banyak tangga panjat berjejeran agar memudahkan mengambil buku yang diinginkan.

Aku tidak tahu harus memulai darimana. Hingga seseorang menepuk pundakku.

"Hei," ujarnya sembari tersenyum ketika aku menoleh padanya.

"Kau sedang mencari apa? Akan kubantu. Aku adalah penjaga perpustakaan," imbuhnya lagi.

"Aku mencari rak B."

Kujawab singkat, agar wanita matang yang berambut pirang itu tidak bertanya lagi di saat suasana hatiku seperti ini.

"Siapa namanu? Sepertinya ini pertamakali aku melihatmu. Aku Lumine."

Dia mengenalkan diri sambil menaiki tangga ke lantai dua.

"Aku Triste."

Aku mengikutinya di belakang, hanya saja tiba-tiba ia berhenti dan itu membuatku menubruk badannya yang cukup tinggi.

"Triste? Keturunan Profesor Welde?"

Aku memiringkan alisku.

"Siapa yang kau maksud? Profesor penyelamat itu?"

Brakk

"Lumine!!"

Seseorang membuka pintu perpustakaan dengan kasar. Ia berteriak dengan suara lengkingnya. Lumine kemudian melongok ke bawah.

"Sebentar! Rin! Aku akan turun!" Lumine ikut berteriak, yang disambut teriakan meminta untuk cepat dari seorang bocah kecil berumur kurang lebih delapan tahun.

"Maafkan aku Triste. Bisa kau mencarinya sendiri? Aku harus melakukan sesuatu dengan keponakanku. Rak B adalah rak kedua dari ujung sana," ujar Lumine seraya menuruni tangga. Tak lupa kuucapkan terimakasih sebelum ia benar-benar menghilang dari pandanganku.

Aku mendatangi rak yang ditunjuk dan mulai mencari buku anak-anak yang berwarna biru.

Ternyata maksud dari B17 adalah ia urutan ke-17. Buku itu cukup tebal, covernya tebal dan berkelap-kelip khas anak sekali. Hanya saja judulnya terlalu berat untuk anak-anak, pikirku.

"Sejarah Quartam"

Aku menjadi sedikit mual jika membayangkan anak-anak harus membaca buku seperti ini. Pemilihan judul yang sangat buruk.

Halaman pertama, tertulis untuk semua anak-anak di Quartam. Syukurlah pada halaman kedua dan seterusnya tidak seperti yang kubayangkan. Ini memang buku dongeng bergambar.

Buku ini menceritakan tentang seekor Ayam dan Singa yang menciptakan sesuatu bersama. Dan mereka berhasil. Namun, ternyata ciptaan mereka tidak sempurna dan membawa keburukan. Ayam dan Singa bertengkar hebat.

Si Singa yang ambisius menginginkan untuk memperbaikinya.

Sedangkan si Ayam yang mudah menyerah, sudah tidak mau tahu,dan tidak ingin memperbaikinya.

Akhirnya mereka memutuskan pertemanan mereka karena perbedaan keinginan. Ayam pergi meninggalkan Singa selama-lamanya dengan membawa semua alat untuk menciptakan ciptaan mereka.

Si Singa tentunya tidak dapat memperbaiki karena alat-alat itu dibawa pergi oleh si Ayam. Dan si Singa hanya bisa mewariskan rasa keinginan untuk memperbaikinya pada anak cucunya.

Cerita yang aneh, pikirku begitu selesai membacanya. Di halaman terakhir, aku menemukan sebuah surat untukku. Tertera namaku di atas amplopnya.

"Keturunan profesor Welde? Ba-bagaimana mungkin!"

Tbc~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro