.TigaPuluhDua [End]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Zet berada di depan wajahku bersama petromaknya. Aku jadi sadar kalau tadi aku bermimpi. Mimpi tentang Rin tetapi entah apa.

Kami siap berangkat. Zet sudah memesan kereta dengan orang berbadan besar sebagai kusir. Kami tahu berpergian dengan badai yang menerjang itu sedikit sulit, meski di sini tidak selebat di kota Griss. Tetap saja ini menyulitkan.

Kami tiba agak jauh dari ruang bawah tanah tempat aku masuk pertama kali bersama Rin untuk menemui Lumine. Rupanya pintu masuk sebelah sini belum ketahuan.

Kami masuk sudah cukup dalam dan gelap, dekat dengan gudang roket itu. Zet dan aku tidak membawa pencahayaan barang sedikit pun, tetapi itu tidak masalah karena aku sudah cukup hapal dengan kondisi jalanan ini--aku dua kali ke sini sebelumnya. Kami sangat was was dan ya, kami kemudian berhenti di balik salah satu dinding yang di sebelah sananya gudang dengan pencahayaan api yang cukup terang.

"Aku akan menarik perhatian mereka, dan kau bisa masuk untuk segera melakukan sesuatu dengan komputernya kan?" Zet memastikan sekali lagi yang kubenarkan. Ia kemudian menarik napas panjang dan melangkah sembari membawa batu yang entah ia pungut dari mana. Ia kemudian memparkan ke salah satu penjaga langsung lari. Yang mengejar dirinya tentu tidak satu orang saja, tetapi dua orang yang kebetulan juga sedang di depan.

Aku langsung masuk, dan menyelinap di balik roket lalu menghitung penjaga yang tersisa di sana.

Satu, di balik salah satu roket.

Dua, dia sedang makan bersama yang ketiga.

Empat tengah melihat-lihat komputer besar di pojokan kepunyaan Lumine.

Aku bisa menyelinap dalam kegelapan, dan membekap atau langsung menikam si keempat untuk mengoperasikannya diam-diam.

Prajurit keempat rentan menyadari keberadaanku apabila aku berusaha menyalakan roket dengan komputer. Namun tidak ada pilihan lain. Kupersiapkan belati stiletto penuh kenanganku.

Satu, aku aman dia tidak melihatku mendekati komputer.

Dua, dan tiga, masih fokus makan entah apa dengan perapian yang mereka buat agak jauh di sana.

Dan empat, kubekap mulutnya terlebih dahulu.

Jleb.

Kutikam ia pada celah zirahnya, dan langsung meronta tetapi kugeser belatiku menyamping mengikuti celah zirahnya sembari menekannya cukup dalam. Ia kemudian jatuh lemas padaku dengan waktu yang singkat. Aku menahan tubuhnya agar tidak menimbulkan kegaduhan. Badannya cukup berat, andai ia memiliki reflek lebih awas lagi dan cukup tahan sakit aku pasti akan kalah telak. Bahkan berjaga-jaga, aku melepas pelindung kepalanya dan menancapkan lagi belatiku untuk menusuk lehernya.

Setelah itu kutaruh ia perlahan di kegelapan lantai tanah remang-remang ini, menyalakan komputer lalu--untung cahaya layarnya tidak terlalu terang mungkin teradaptasi dengan Quartam yang gelap--dengan secepat kilat menggunakan jari Eildia untuk menyambung dengan komputer yang ternyata jarinya bisa jadi suatu bentuk kotak yang bisa dimasukkan ke komputer. Mirip kunci yang masuk ke lubangnya. Aku tidak tahu penyebutannya.

Aku memahami sedikit yang tertulis di bilah komputer dan sedikit menghabiskan waktu untuk mencari perintah menyalakan roket. Sampai akhirnya aku tidak tahu, atau mungkin sudah menyala. Penjaga nomer satu menyadari dan lari ke arahku bersama penjaga nomer dua dan tiga yang kutandai. Aku sedikit panik dan mempersiapkan belatiku.

Di tengah kepanikan itu, satu roket ada yang menyala sempurna dan meluncur ke atas tanah. Menghancurkan tanah dan membuat gempa sedikit karena tanah runtuh dan ambruk ke bawah. Beruntung tidak ada apapun di atas sana, hanya tanah. Seperti seolah sudah disiapkan.

Berita buruknya ini membuat beberapa roket terpendam, aku khawatir dan memperhatikan tandanya di bilah layar komputer yang menyala merah, aku langsung menggerakkan tanganku untuk mengatasi masalah itu dengan mengubah pengaturannya menjadi autopilot yang keputusan apapun sesuai sistemnya asal memenuhi target yang kuperintahkan.

"Berhenti!" Penjaga nomer satu mengacungkan pedangnya ketika aku sudah selesai menekan jalankan perintah.

Aku hanya tersenyum dan mengucapkan sesuatu.

"Tidakkah kau ingin merasakan kenikmatan setelah semua siksaan ini? Badai kiavile, efek samping buah biru, dan raja tidak kompeten."

dan Boom.

Tanah di lantai ini meletup, roket itu berhasil terbang dengan api bakarnya yang membuat asap besar. Tidak hanya satu roket, tetapi yang lain juga mulai mengikuti.

Aku terbatuk-batuk sampai kemudian tidak menyadari di balik asap asap itu aku mendengar sedikit obrolan mereka.

"Tuan," penjaga nomer dua memanggil penjaga nomer satu yang terdiam dengan masih terus mengacungkan pedangnya pada leherku.

"Temui keluargamu. Lihatlah langit Eguzkiavile bersama," kataku dengan sedikit bangga menyampaikan kebahagiaan padanya di tengah ketidakberdayaan kami semua dengan membiarkannya melihat langit biru seperti di buku.

"Kau penganut agama sesat Eguzkiavile? Dia bukan dewa. Kau sudah tahu bukan kenapa pendiri Quartam bahkan sampai mati-matian menjaga kita seperti ini dengan cangkang. Hentikan karena kau masih di jalurnya Nyonya Velothia yang pengkhianat."

Aku tentu membantah, aku bukan penganut Eguzkiavile dan mengelak dengan membahas orang-orang sudah cukup banyak yang kesakitan dengan buah biru ciptaan Velothia. Semua orang berhak bahagia dengan langit biru. Lebih baik menghancurkan sesuatu yang cacat daripada terus memilikinya bukan? Cangkang ini cacat. Namun tunggu, bagaimana ia bisa mengerti persoalan itu?

Apakah orang-orang istana tahu soal ini, siapa dia?

Pria itu terdiam sesaat lalu mendecih dan melempar pedangnya yang kukenali seperti milik Bon dan aku juga menyadari warna zirahnya serupa dengan Bon. Dia penggantinya. Dan ia berjalan meninggalkanku yang lama kelamaan berlari. Ia kemudian diikuti oleh anak buahnya.

Hanya bersisa aku yang tengah melihat satu persatu roket meluncur, dan aku mendengar suara tabrakan yang sangat keras dari atas sana.

Tabrakan itu telah menghasilkan sebuah celah retakan yang terang, disusul oleh roket lainnya yang ikut menabrak menciptakan celah terang lebih lebar lainnya dan perlahan celah itu pecah dan menghancurkan keseluruhannya.

Kini semua jelas Eguzkiavile kenapa tidak terlihat bentuknya dan hanya cahayanya yang putih di pulau cahaya adalah karena....

Ia terlalu besar dan sangat dekat, di bawah tanah dengan liang tanah menganga ini aku sadar. Ini terlalu panas, dan dalam hitungan

Satu

Dua

Tiga

Aku merasa gravitasi semakin enteng atau aku yang tertarik ke sana ketika semua kurasa mulai berterbangan. Awalnya aku panik tetapi aku yang berpegangan pada komputer ini tiba-tiba teringat sesuatu.

Empat

Aku teringat dengan Velothia yang selalu seperti menuntunku, dan senyumannya setelah mengatakan hal yang kubenci meski belum selesai kemarin itu. Terlebih tidak ada bangunan apapun di atas roket-roket ini. Ini sangat aneh. Seolah....

Lima

Zet yang punya koneksi dengan istana bahkan tahu identitasku mengatakan aku percabangan dunia keturunan dari pendiri planet ini. Dia seperti kaki tangan seseorang. Seperti pion Velothia juga....

Enam

Perkataan penjaga yang lebih masuk akal, dan apakah itu artinya. Aku dijalankan oleh Velothia? Aku tidak sudi memanggilnya Ibu.

Tujuh.

Sialan. Ini panas sekali. Eguzkiavile sudah pasti menarik planet ini. Itu terlihat dengan retakan di langit yang menganga dan bergerak terbang ke sesuatu yang terang dan putih di atas sana. Itu sangat dekat. Rasanya mimpiku tentang Rin jadi bisa kuingat dan ia sudah mengingatkanku tadi.

Tapi aku pernah memikirkannya sejak awal. Ketika Ibuku sendiri berpikir kalau dunia ini sudah rusak meski aku mengelaknya dengan mengatakan harusnya kita juga tidak mengikuti dunia ini. Namun makin ke sini aku sadar ini adalah dunia kita, bagaimana pun juga lingkungan kita, dan ia sudah terlalu rusak. Bukankah lebih baik dunia ini sekalian hancur?

Aku rasa Velothia juga berpikir seperti itu. Jadi, kedua ibuku ini memang sedikit mirip ya, dan bahkan aku.

Ya, begi-

Crack

End

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro