🌙 Tujuh

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku mencoba mencerna apa yang kulihat. Sesuatu yang bermata merah melirik kami. Mata merah itu terlihat berkilat cepat dan mendekat. Hal itu mengakibatkan terdengar beberapa tikus kecil sedang bercicit ke sana kemari.

Erlya menarik bahkan meremas ujung kaosku. Merlein yang berada di samping Lumine mengeluarkan pedangnya, begitu pula Bon yang ada di belakangku.

"Semuanya, bersiap lari ke atas, kita perlu memanggil sedikit bantuan. Sepertinya itu monster ciptaan profesor," Bon berujar sambil melangkah ke depanku, tak lupa ia merenggut petromaks Lumine.

"Aku ikut!"

"Aku juga!"

Si kembar serupa yang diam sedari tadi di belakang akhirnya mengacungkan tangan sembari mempersiapkan senjata mereka. Helena, gadis berambut hitam dan ikal itu mengeluarkan kapak dari tas yang ia bawa di punggung, wajahnya yang lemah lembut tidak cocok dengan keadaan serius seperti ini.

Jelina, bersiap menodongkan tombaknya, rambut hitam yang sama-sama ikal seperti Helena, dikuncir kuda. Ia seperti sudah siap dengan pertarungan yang memicu adrenalinya, terlihat dari genggamannya pada pegangan petromaks di tangan kirinya.

Bon hanya mendengus--sepertinya tidak menyangka kalau wanita akan ikut di pertarungan pertama, ia kemudian memberi aba-aba untuk orang yang tidak ingin bertarung segera lari ke atas dan mencari bantuan. Firasat semua orang di ruangan itu sama, monster itu monster mengerikan yang pastinya telah disiapkan Profesor Welde untuk melindungi labirin ini.

Apakah aku harus mengutuk dan memaki beliau? Leluhur yang merepotkan.

"Sekarang!"

Bersamaan dengan itu, Lumine, Kinara, aku, Erlya dan Orleya segera berlari menuju tangga dan menaikinya secara berurutan. Lantai tempat kami masuk, yang semula terbuka itu tidak bisa dibuka. Seharusnya itu masih bisa dibuka.

Hal itu membuat kami panik, Lumine yang berada paling depan bertukar posisi dengan Kinara. Ia mencoba menendang menghancurkan dan segala hal agar lantai yang terbuat dari liat itu rusak. Kami mencoba cara ini karena kami pikir merusak dari dalam tidak akan membuat masalah.

Namun, nyatanya tidak berhasil. Kami mencoba menghancurkannya satu-persatu, secara bergantian-karena lebarnya tangga memutar ini tidak mungkin muat beberapa orang sekaligus.

"Ini karena lantai ini dilapisi semacam logam otomatis," terang Orleya,"lantai ini tidak bisa dihancurkan atau dirusak, kecuali dirusak dari luar atau menyelesaikan labirin ini."

Mendengar kalimat dirusak dari luar membuatku mengernyit, jika dirusak dari luar itu artinya semua usaha kita di sini akan sia-sia. Listrik di sini akan mati dan informasi yang berada di laboratorium pun lenyap. Jadi, satu-satunya cara hanyalah menyelesaikan labirin yang menurutku tak seperti labirin ini bersamaan dengan batas waktu yang diberikan.

Aku menengok ke belakang, aku melihat Bon, Merlein dan Helena-Jelina tengah bertarung serius.

Kini ruangan tempat tikus raksasa itu telah terlihat. Lampu-lampu di langit ruangan besar ini menyala. Mungkin, itu menyala otomatis ketika ada yang bertarung dengan tikus raksasa itu. Setelah merasa tidak perlu dengan petromaksnya, kulihat Jelina melemparkan petromaks itu pada si Tikus. Sang Tikus sedikit memekik karena terbakar, tapi anehnya Tikus itu masih bisa terus menyerang hingga api di tubuhnya perlahan padam dengan sendirinya.

Kata Lumine, tikus itu sudah direkayasa genetikanya sehingga mengalami gigantisme dan memiliki daya tahan yang seperti itu.

Kini aku paham, Lumine dan Orleya seorang yang ahli dalam hal seperti ini. Di sekolah wilayah gelap, ilmu yang kudapat tak sedalam mereka-yang juga berhasil menerapkannya dan berguna dalam kehidupan nyata.

Aku perlu belajar dari mereka.

"Bon, pergilah dengan yang lain! Aku ingin membinasakan monster ini sendirian!" seru Merlein. Hal itu sontak membuat Bon kaget.

"Kau gila? Monster ini sangatlah kuat."

Sembari menghindari terjangan tikus itu, aku mendengar mereka beradu argumen sambil berteriak. Kami yang tidak bertarung menjadi sangat khawatir.

"Bon, jika kita mengulur waktu terus di sini. Kita juga akan kehabisan waktu mengingat jatah waktu yang Velothia berikan pada kita!" seru Orleya tiba-tiba, ia setuju dengan perkataan Merlein. Hal itu membuat Bon menoleh.

Velothia mengatakan kepada kami untuk menyelesaikan labirin ini dalam waktu 12 jam dan ia akan menjemput kami, entah bagaimana. Sekarang pun sudah berlalu kurang lebih dua jam. Sedangkan masih ada perkiraan delapan area ditambah beberapa area buntu yang belum dilalui.

Bon menatap Orleya sejenak kemudian menatap kembali tikus yang diserangnya.

"Apa kau akan meninggalkan anggota timmu? Dan mati di sini!?"

Rahang Orleya mengeras, ia ingin beradu argumen kembali. Namun, dihentikan oleh Lumine yang angkat bicara.

"Lalu, bagaimana dengan pemberontakan delapan tahun lalu? Yang tidak bersalah mati sia-sia. Setidaknya, aku tahu kemampuan Merlein, dia tak akan mati."

Bon menjadi terdiam, tidak kuketahui mengapa ekspresinya sedih seperti itu. Ia juga kehilangan fokus ketika tiba-tiba tikus itu menerjang ke arahnya walaupun ia nyaris tidak dapat menghindar. Ia kemudian mendapatkan cemoohan dari Merlein. Ia harus fokus, tidak seharusnya ia kalut dengan emosinya.

Lumine menatap datar Bon yang sudah kembali fokus bertarung, menghidari terjangan, menyerang, walaupun tak dapat melukai tikus itu karena terlalu lincah.

Lumine kemudian melangkah memasuki ruangan itu, tidak melewati daerah pertarungan dengan tikus besar itu. Ia meraba-raba dan mengetuk-ngetuk dinding lalu tersenyum.

Katanya, ia menemukan pintu untuk ke area selanjutnya.

Lumine mencoba menendang dinding yang diyakini ada pintunya itu. Namun, tak membuahkan hasil.

Kami mendatanginya, dengan masih tidak mendekati area pertarungan

"Lumine, apakah di dalam dinding ada pintu? Bagaimana bisa?" tanyaku padanya. Lumine berhenti menendang dan menatapku.

"Apakah kau melihat pintu lain di tempat ini?"

Aku menggeleng cepat. Lumine hanya membalasnya dengan senyuman. Lumine mengingatkanku dengan Velothia, apapun pertanyaannya dibalas dengan senyuman terlebih dahulu. Itu membuatku sedikit merinding.

"Itu artinya, pintu selanjutnya tersembunyi. Dan kita harus mencarinya. Di dinding ini terdapat rongga udara yang cukup banyak. Itu artinya, ada jarak yang memungkinkan adanya pintu."

Lumine terus menendang dinding, hingga dinding itu retak. Tidak kuketahui terbuat dari apa dinding itu, hanya dengan ditendang seperti itu dapat retak. Atau mungkin Lumine memang sangat kuat.

"Akh!!"

Tahu-tahu kami semua menoleh karena pekikan itu. Bahu kiri Jelina digigit oleh tikus raksasa. Ia terjatuh ke lantai dan mengerang sembari memegangi bahunya.

Tikus itu sudah melepaskan Jelina dan sedang diserang kembali oleh Bon serta yang lain. Helena menghampiri Jelina yang terkulai di lantai. Wajah Jelina terlihat langsung pucat sedikit membiru.

Kinara melihat keadaan Jelina yang berubah secepat itu, segera menghampirinya. Dibukanya tas besar yang memberatkan punggungnya itu. Ia mengeluarkan sebuah botol cairan.

"Buka bajunya cepat! Kupikir profesor gila itu juga memberikan semacam racun di gigi monster aneh ini."

Kinara memerintahkan sembari mencoba menyobek pakaian Jelina. Ia mengikat kain itu mengapit luka kemudian meneteskan cairan dalam botol yang digenggamnya pada permukaan kulit Jelina yang tergigit. Tak lupa memakai sarung tangan, ia meratakannya sembari memencet-mencet lubang-lubang bekas gigitan tikus itu.

Keluar darah hitam dari situ. Tikus besar yang mencium itu mendadak menjadi sedikit aneh, lebih agresif. Ia bahkan mulai mendatangi Kinara, Helena - Jelina dengan tunggang langgang kesetanan.

Merlein yang mengetahui itu segera ikut berlari ke arah mereka. Ia menebas tikus itu, kali ini berhasil melukai bahkan memotong telinga tikus itu.

Si tikus memekik keras. Melihat ada kesempatan, Bon dan Merlein yang bertukar pandang kemudian mendatangi tikus itu. Mereka mencoba menyerang perut sang tikus. Namun, tikus itu masih tetap lincah.

"Aku tidak bisa fokus mengeluarkan racunnya. Bisakah kalian lebih tenang?"

Kinara masih sibuk dengan upayanya memencet luka itu. Helena memeluk kepala Jelina erat.

"Bon, pergilah. Gendong Jelina! Istriku akan mengobatinya."

Bon akhirnya mengangguk. Dengan segera ia menggendong Jelina. Menendang dinding yang telah retak sedikit itu hingga benar-benar runtuh.

Ia menatap Lumine. Lalu bertanya apa yang harus ia lakukan dengan pintunya. Pintu itu tidak memiliki kenop. Hanya ada celah kecil yang membatasi pintu sebelah kanan dan kiri.

Lumine mencoba menyentuh pintu mengkilat itu. Terbentuk sidik jari di layar pintu, tak lama kemudian memunculkan warna merah. Lumine terdiam sejenak, kemudian memutuskan memanggilku.

"Triste, coba kau taruh tanganmu mengapit celah itu."

Aku mengangguk, segera kuletakkan pada permukaan pintu itu sebentar. Kulepas dan membentuk jejak sidik tanganku. Tiba-tiba keluar cahaya hijau dan pintu itu seperti terbelah bergerak bertolakan kemudian menghilang dibalik dinding.

Lumine menatapku sejenak kemudian melangkah memasuki lorong yang terbuka.

"Sepertinya, setelah ini kau benar-benar akan dibutuhkan Triste."

Semua melangkah masuk ke lorong gelap itu. Kinara tidak ikut masuk. Ia mendekati Merlein yang sibuk melukai tikus agresif itu.

"Akan kutunggu kau di lorong. Kau harus menemuiku dengan selamat!" seru Kinara.

Merlein menoleh sedikit sambil tersenyum. Ia kemudian melompat menghindari terjangan ekor tikus panjang yang akan melilitnya.

Orleya menarik Kinara. Sepertinya ia tidak ingin terpisah dari Merlein. Namun, tidak ada waktu dan Jelina harus segera dilakukan pertolongan intensif terkait racun gigitan tikus itu.

"Aku akan menunggumu!" seru Kinara ketika tiba-tiba pintu ke lorong tertutup. Kinara yang di dalam lorong terlihat menatap pasrah pintu yang tertutup itu.

Merlein akan menyusulnya dengan menghancurkan pintu itu, ketika kita semua sudah tiba di laboratorium dan 12 jam telah berlalu. Aku juga yakin monolog Kinara ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro