28. MARI SALING MELUPAKAN

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Berita besar bahwa Lily mengingat Papa Spider tak ingin Ocean sampaikan melalui ponsel. Ia harus menyampaikannya langsung. Ia harus melihat dengan mata kepala bagaimana reaksi pria itu. Ia harus mendengar tanpa alat perantara, seperti apa keterkejutan Qwincy.

Maka setelah Rhenald dan Shally tiba ke ruangan Lily, perempuan itu pun bergegas mencari Qwincy. Hanya ada dua tempat yang biasanya menjadi lokasi keberadaan pria itu; parkiran mobil atau kafe donat. Ocean memilih yang kedua.

Dugaan Ocean tidak salah. Dari balik dinding kafe yang berupa kaca transparan, ia bisa melihat Qwincy sedang duduk bersama Aru. Maka tanpa ragu, perempuan itu melangkah memasuki kafe sambil mengendap-endap untuk memberi kejutan.

"Ini so mundur lama sekali!" Dengan nada tinggi, Aru mengomel.

Ocean menghentikan langkah demi mendengar Aru yang sedang marah-marah. Maka sebelum jaraknya dengan Qwincy semakin dekat, perempuan itu perlahan memutar badan karena berpikir waktunya tidak tepat.

"Lo pikir gue juga mau di posisi ini?" Dengan nada yang tak kalah tinggi, Qwincy balas mengomel. Dia masih sangat kesal karena dari semua orang, hanya dirinya yang tidak dikenali. Hanya dia yang benar-benar dilupakan Lily.

"Seng bisakah tanpa Rain?" desak Aru tidak sabar.

"Tokoh utama di buku ini, kan, dia. Ini juga kisah tentang dia dan dia juga punya peran penting dalam buku ini. Jadi gue mau dia datang ke acara launching."

Deg! Jantung Ocean seakan-akan terhenti berdegup. Tubuhnya mendadak kaku. Tokoh utama? Kisah tentang Rain? Seketika perempuan itu menggeleng. Mungkin saja ia salah dengar atau Rain yang dimaksud Qwincy bukanlah putrinya.

"Katong pung rencana awal memang begitu. Tapi kalo mau ikut rencana, mau sampe kapan batunggu? Ko pung buku su naik cetak, gedung juga su mau dipesan."

Qwincy menunduk sambil menjambak rambut pendeknya. "Mana gue tau!" ketus pria itu. Bukan saja sebal mendengar pertanyaan yang telah didapat berkali-kali, tapi karena hingga sekarang jawabannya belum tersedia. Jangankan dia, dokter saja tidak bisa memberi tanggal pasti.

"Sudah jo. Seng usah batunggu Rain. Ko sendiri yang bilang, kan? Itu anak masih seng ingat siapa ko," bujuk Aru.

Mendengar kata-kata Aru, gigi Ocean gemeretak. Tangannya mengepal. Kali ini, dugaannya tidak mungkin salah. Sayangnya, dari semua kesalahan yang pernah dan akan dilakukan Qwincy, ini yang paling ia benci dan tidak mungkin termaafkan.

Tanpa menunggu lama, Ocean segera berbalik. Dengan langkah kesal, ia mendekati meja Qwincy dan Aru, lalu mengambil satu dari dua gelas yang ada di meja.

"Nona?!" seru Aru tertahan. Namun belum sempat mencegah, tragedi itu sudah terjadi di depan matanya.

Ocean mengguyur Qwincy dengan segelas es Kopi Latte. Beberapa es batu yang jatuh ke lantai menciptakan bunyi yang membuat beberapa kepala mulai berpaling.

Diguyur minuman memang jadi adegan klasik, tapi fenomenal. Qwincy tak menyangka akan mengalami kejadian serupa dalam hidupnya. Meski bisa menghindar, dia memilih untuk membatu.

Beberapa detik kemudian, Qwincy mendongak. "Samu--"

Brak! Ocean meletakkan gelas dengan kasar di meja, membuat kata-kata Qwincy terhenti begitu saja. Perempuan itu lalu mengacungkan telunjuk ke arah Qwincy. Namun selama beberapa detik, tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Semua tersangkut di tenggorokan.

"Samu, aku bisa--"

"Mulai hari ini," napas Ocean memburu, "jangan pernah anda muncul di hadapan saya atau keluarga saya!"

Qwincy menelan ludah. Hanya perlu beberapa menit untuk membuat level aku-kamu milik mereka terjun bebas kembali ke level anda-saya. Padahal perlu kerja keras dan waktu berbulan-bulan untuk proses metamorfosisnya.

Qwincy menelan ludah. "Gue--"

"Mari saling melupakan," ucap Ocean dengan suara bergetar. "Anggap kita enggak pernah kenal!"

Tanpa menunggu lama, Ocean membalikkan badan. Dengan langkah-langkah besar, ia berjalan kembali ke gedung perawatan. Ia tidak perlu mendengar penjelasan, tidak juga membutuhkan alasan. Toh, semua sudah terang benderang.

Di sepanjang perjalanan, air matanya mulai tumpah. Perempuan itu tidak menyangka orang yang dipercaya telah mengkhianatinya. Bukankah Qwincy sudah tahu Ocean paling benci penulis yang mencuri kisah orang lain? Apalagi tanpa persetujuan atau pemberitahuan pada wali yang berhak.

🌧️🌧️🌧️🌧️🌧️

"Loh? Qwincy mana?" sambut Shally saat melihat Ocean kembali.

Beberapa saat yang lalu, sang anak bercerita dengan antusias mengenai Lily dan ingatan tentang Papa Spider. Ocean bahkan terlihat sangat bersemangat untuk menjemput Qwincy. Namun melihatnya kembali seorang diri, rasanya ada yang janggal.

"Kamu enggak ketemu Qwincy?" tanya Shally lagi.

"Dia enggak akan ke sini," ucap Ocean sambil menunduk. Ia tidak ingin Shally mendapati jejak-jejak kesedihan di matanya.

"Kenapa?" selidik Shally. "Qwincy ada urusan mendadak, ya? Terus, kapan dia bisa ke sini?"

"Mami!" Ocean tidak bisa lagi menyembunyikan kekesalan. Rhenald yang sedang duduk di sofa sampai terkejut dan menoleh. Namun Lily masih tetap tertidur, seakan-akan tidak merasa terganggu oleh suara-suara di sekitar.

"Mulai sekarang, jangan pernah sebut nama dia di keluarga kita!" tegas Ocean. "Lily juga enggak boleh ketemu lagi dengan laki-laki itu!"

"Kena--"

"Lupakan bahwa kita pernah kenal dengan laki-laki itu," tambah Ocean yang ditutup dengan senyum pahit.

Shally terkesiap. Sudah lama dia tidak melihat Ocean semarah ini. Apa yang salah? Apakah Qwincy telanjur kecewa karena kedatangan Dito hingga memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Ocean? Shally ingin bertanya lebih lanjut, tapi urung.

Di sisi lain ruangan, diam-diam Rhenald menyunggingkan senyum sambil mengucapkan syukur. Ini adalah langkah awal untuk kembali mengajukan nama Volcano sebagai kandidat papa bagi Lily.

Akan tetapi, pria itu tidak mau ceroboh. Dia sudah banyak belajar, memaksakan kehendak hanya akan membuat Ocean memilih jalan yang berbeda. Maka dia harus mengubah strategi.

Rhenald menghembuskan napas berat, lalu berjalan mendekati ranjang Lily. Dengan gerakan lembut, dia mengusap dan mengecup kening sang cucu yang masih tertidur lelap.

"Papi pikir, akhirnya Lily bisa punya papa seperti anak-anak lain. Seperti yang selama ini dia inginkan," ucap Rhenald dengan nada suara yang dramatis.

Meski bingung, Ocean dan Shally tidak luput menyeksamai setiap gerakan Rhenald. Rasa-rasanya seperti melihat adegan sinetron secara langsung. Bukankah di saat-saat seperti itu biasanya sang kepala keluarga akan tertawa sinis? Lalu berujung membanding-bandingkan Volcano dengan pria yang telah mengecewakan Ocean.

"Kasihan cucu opa. Dia harus bersabar lebih lama lagi untuk punya papa. Sayangnya, opa enggak tahu sampai kapan," tambah Rhenald dengan intonasi sedih dan tatapan penuh keprihatinan.

Tiba-tiba, Ocean disergap rasa bersalah. Apakah ia memang terlalu egois? Tidak bisakah ia berkorban untuk Lily seperti yang dulu dilakukan oleh Dito? Tidak cukupkah gadis kecilnya menjadi alasan untuk memberikan maaf pada Volcano?

"Mungkin," tenggorokan Ocean kembali tercekat, "mungkin benar kata papi. Mungkin Volcano-lah yang terbaik untuk Lily."

Air mata kembali mengalir di pipi Ocean. Marah, rasa bersalah, semua menjadi satu. Meski berat, sepertinya ia harus menelan pil pahit itu.

Sementara itu, tidak seorang pun di ruangan yang menyadari pintu telah terbuka seperempat sejak beberapa saat lalu. Di balik sana, Qwincy -yang sebagian rambut dan bajunya basah karena es kopi- menyimak dengan jelas pembicaraan keluarga yang tengah berlangsung.

Penjelasan yang hendak disampaikan rasanya percuma. Kali ini, dia benar-benar kalah. Lily, Rhenald, bahkan Ocean, semua memilih sang dokter.

Qwincy kembali menutup pintu dengan perlahan. Pria itu lalu menyeret kaki meninggalkan kamar 501. Ruangan di mana mimpi-mimpi, rencana, dan masa depannya harus dilepaskan. Meski berat, semua harus dilupakan.

🌧️🌧️🌧️🌧️🌧️

POV: Qwincy 10 menit sebelum tragedi guyur-mengguyur

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro