Biru - Anugrah : the Past - [1/1]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat pagi menjelang ibu kota memang selalu ramai. Banyak yang berlalu lalang untuk bekerja, pergi berbelanja, atau kegiatan yang biasa mereka lakukan saat pagi hari.

Seorang gadis keluar dari rumah dan berlari terburu buru. "Jika aku telat Misae akan membunuhku." Lirihnya disela kegiatannya mengunyah roti.

"Selamat pagi Sara." sapa seorang paman pemerah susu yang tengah membawa susu perahannya menuju pasar.

"Pagi paman." Sara–gadis itu—menyapa balik dan tersenyum ke arah sang paman. "Maaf paman aku buru buru, sampai jumpa."

Ia berulang kali mengabaikan ucapan selamat pagi dari orang yang ditemuinya di jalan, kadang hanya dijawab dengan anggukan atau senyuman sekilas.

"SARA !!" seorang wanita dengan rambut coklat hazel berdiri galak di tangga atas kerajaan. "BERAPA KALI AKU BILANG SAAT RAPAT DATANGLAH LEBIH PAGI !!!" teriaknya marah.

Gadis itu hanya menunduk. "Maaf Misae, aku begadang tadi malam jadi.." ia menggaruk belakang kepalanya.

Wanita bernama Misae itu menghela nafas lelah, ia menghampiri Sara yang masih berada di anak tangga paling bawah. "Dengar Sara, kau itu potensi yang dimiliki Wishel, kerajaan ini tak akan ada apa apanya tanpamu." kini nada suaranya melembut.

Wishel dulu adalah kerajaan kecil sampai seorang gadis datang dan diperkenalkan oleh kerajaan kepada para penduduknya. Gadis itu adalah nenek Sara, potensi Wishel yang pertama. Mereka menyebutnya Amion.

Adanya seorang Amion di sebuah kerajaan membuat kerajaan itu diakui, karena tidak semua kerajaan memiliki Amion.

Wishel berkembang pesat hingga akhirnya menguasai perdagangan dunia dan dinobatkan menjadi ibu kota ke tiga. Dan sebagai penerus neneknya Sara paham ini tugasnya untuk terus melindungi Wishel dari apapun.

"Terimakasih Misae," Sara meghela nafas. "aku akan melakukan yang terbaik untuk Wishel." katanya seraya tersenyum, menepuk pundak wanita di depannya dan melangkah menaiki tangga.

"Tunggu Sara,"

Ia berbalik, merasa namanya dipanggil. "tolong setujui permintaan raja, kumohon, demi kebaikan kita semua." Sara terdiam, perasaannya berkata ada yang tidak beres.

Ia hanya asal mengangguk. "Baiklah, tidak masalah. Itu hal mudah, nanti akan kupikirkan." ucapnya. Ia melangkah melalui lorong biru khas kerajaan, sebelum memasuki ruang portal ia membetulkan pakaiannya, merapikannya sedikit sebelum bertemu raja.

Ia menuju portal dengan cahaya silver yang berputar itu, berdiri di depannya sambil membayangkan tempat yang akan ditujunya. Sara mulai menutup mata dan berjalan lurus menembus portal.

Portal mulai berputar cepat, mengeluarkan kerlap kerlip berbagai warna yang akan menghilang begitu Sara menyebrang.

"Selamat datang Sara. Kau terlambat beberapa menit." ucap Raja Iv. Seorang raja angkuh yang kuat, telah memenangkan perang dengan presentasi kemenangan seratus persen.

"Maafkan aku Raja, aku mengurus beberapa hal sebelum berangkat kemari." ucapnya seraya memberi hormat. Sang raja tersenyum, berjalan menduduk di singgasananya.

"Tidak masalah, duduk lah." kursi es muncul begitu Sara duduk. "Jadi kita mulai pembicaraannya. Masih sama seperti yang selalu kita bahas, mengenai penghancuran Tray."

Sara menghela nafas lelah, mulai bosan dengan topik ini. "Kubilang tidak Raja Iv, Tray adalah tempat suci di mana mereka yang sudah tua dan sakit beristirahat. Jika kau menghancurkan tempat itu mereka akan marah dan kita tak akan tau apa yang akan terjadi pada Wishel."

Sang raja menatapnya tak suka. "Ini perintah Sara, dan perintahku adalah mutlak. Singkirkan perisai yang kau buat dan perintahkan roh roh itu untuk pergi dari sana." nadanya rendah dan tegas, Sara mengerti jika raja di depannya berusaha menahan amarahnya.

Ia berdiri dan dengan tegas menolaknya. "Sekali lagi kukatakan, tidak. Aku tidak ingin melakukan itu, lakukanlah sendiri jika kau mau." ucapnya. Sara meninggalkan kursi yang kini telah menghilang dan berjalan menuju  satu satunya pintu di ruangan itu.

"Baiklah, jika itu maumu." Ia berhenti, berbalik menghadap sang Raja. "Jika itu keputusanmu. Tidak masalah." Sang Raja menjentikkan jarinya. Sara terdiam, suara jentikan itu menggema ke seluruh ruangan.

"Habisi dia." perintah sang raja membuatnya kaget, seperti serangan kejutan pasukan pasukan sang Raja muncul mengelilinginya, berada memenuhi sisi ruangn itu. "Setelah kalian selesai, singkirkan mayatnya dan buang ke laut." titah sang Raja sebelum keluar dari ruangan.

Pertarungan Sara dan pasukan raja tak bisa dihindari, berusaha kabur akan percuma jika pintu tempatnya keluar dijaga oleh pasukan memanah. Ia harus menang dan keluar dari sini. Sara merapal mantra untuk mematahkan anak panah yang diarahkan padanya.

"Apa ini? ingin membunuh Amion berarti kalian membawa Wishel pada kehancuran." ucapnya was-was. Gadis itu menjejakkan kakinya ke lantai, memunculkan akar besar yang maju menghalangi serangan pasukan sang Raja.

Beberapa perajurit terpental karena hantaman akar yang muncul dari lantai, saat keadaan sedikit teralihkan Sara berlari menuju pintu keluar.

Jika sang Raja berhasil membunuhnya maka pelindung Tray akan hancur dan kerajaan ini akan terkena kemarahan roh yang ada di sana. Tapi ini terlalu banyak untuk ukuran gadis enam belah tahun.

"Membunuh, atau mati." lirihnya. Saat sampai di depan pintu gadis itu berhenti. Batinnya berperang, untuk menggunakan dua kesempatan yang selalu dipersiapkannya. Memusnahkan mereka dan kabur atau melindungi dirinya dan melindungi Tray serta Wishel.

JLEB !

Ia terdiam, pikirannya buyar. Sebuah anak panah menembus perutnya, membuatnya jatuh tersungkur. Jika ia tak bergerak cepat akan ada banyak anak panah yang menembus badannya. Gadis itu memaksakan kakinya untuk bergerak, tapi tak bergerak seperti yang diharapkannya.

Entah putus asa atau bagaimana, Sara mengarahkan tangannya ke dada, menggenggam sesatu yang bersinar di sana. "Aku tak ingin melukai kalian. Kuharap kalian mengerti." kemudian membanting cahaya itu kelantai.

Ledakan cahaya berlangsung selama beberapa detik dengan cahaya putih yang berputar di sekelilingnya. Membawa apapun yang berada di balutan cahaya itu untuk pergi melalui jalur teleportasi.

Saat kabar bahwa sang Amion menghilang telah sampai pada telinga sang Raja, ia memerintahkan pada para pasukannya untuk menemukan potensi itu hidup-hidup. Mulai saat itu, anugrah yang turun atas Wishel, yang seharusnya mereka banggakan dan syukuri menjadi buronan dengan harga tinggi.

Sementara itu di sebuah hutan di pinggir kota, suatu cahaya terang muncul sekilas. Menghantarkan sang gadis buronan menjauh dari musuh yang selama ini mengincar kematiannya.

Ia bertumpu pada batang pohon yang kokoh, entah kenapa luka tusukan anak panah di perutnya tak kunjung pulih. Sara sudah menggunakan energi penyembuhnya tapi itu tak berhasil. "Aku harus pergi kemana?" lirihnya entah pada siapa.

Sayup sayup ia mendengar beberapa orang yang saling berteriak, mengarahkan obor mereka pada setiap bagian yang mereka datangi. Kaki Sara lemas, ia tak tau apa yang dapat dilakukan oleh sang Raja.

Baru beberapa saat yang lalu mereka bertemu dan sekarang berita penangkapannya telah tersebar.

"KETEMU !!" ia tersentak saat sorotan obor mengarah padanya. Pasukan Raja Iv memang mengejarnya, Sara yakin jika sang raja telah menyiapkan rencana ini dengan sangat matang.

Ia berfikir keras, menahan rasa nyeri di perutnya, dan dia ada dalam keadaan yang tak bisa mengeluarkan energinya. Luka itu menahannya.

Hanya lari dan lari yang dapat dia pikirkan. Sara tak berfikir apa apa lagi, hanya satu yang menjadi tujuannya. Menuju Tray. Ia yakin roh di tempat itu akan melindunginya.

"BERHENTI !" teriak orang di belakangnya, tapi ia terus berlari. Tak lama kemudian beberapa anak panah meluncur bersamaan.

Oh sial, apakah tidak ada yang lebih buruk dari hari ini?

Hanya dalam beberapa jam ini hidupnya yang tadi pagi damai dan bahagia menjadi menegangkan.

"Akh !" Sara tersungkur, kepalanya membentur akar pohon yang mencuat. "Bagus, sekarang kepalaku sakit." Runtuknya memaki pada akar tak bersalah itu.

"Apa aku menyerah saja? Jika aku mati Tray akan.." ia menghela nafas lelah. Sejenak Sara terdiam, memikirkan sebuah cara agar pelindung Tray tak perlu hancur jika ia mati nanti.

Anak panah yang melesat membuatnya sadar. "BERHENTI NONA SARA, KAMI HANYA INGIN BICARA !"

Teriak mereka saat Sara mulai berlari lagi, ia memaksakan dirinya untuk menggunakan sedikit dari energinya, agar hutan mau membantunya,

"Dengarlah Hutan yang agung, aku membutuhkan bantuanmu untuk-"

Sara berhenti, di depannya terbentang jurang yang dalam dengan bebatuan yang lebih mendominasi daripada pepohonan di sana.

"Berhentilah nona Sara," Sara reflek menoleh kebelakang. Energi yang tadi dikumpulkannya dengan susah payah hilang. "ikutlah bersama kami kembali ke kerajan." ucap mereka meyakinkan.

"Maaf jika kalian berharap aku akan ikut. Tapi jika kembali berarti menyerahkan Wishel pada kehancuran aku tak mau melakukannya."

Ia tak bisa mundur, jika ia melangkah beberapa kali kebelakang pasti ia akan terjatuh. "Kami tak ingin melukai anda lagi nona, jadi kami mohon ikutlah bersama kami."

Sara berdecih, otaknya berfikir keras untuk menemukan cara agar ia tak perlu melepas pelindung Tray jika ia mati di sini. Pasukan yang gigih adalah hal yang dibenci Sara di saat seperti ini. Mereka merepotkan.

"Nona dengar," satu perajurit maju, Sara inisiatif untuk melangkah mundur. "jika kau ikut bersama kami, kami akan menjamin bahwa kau tidak akan terluka." prajurit itu maju lagi selangkah, seiring dengan langkah mundur Sara.

"Nona Sara-"

"BOHONG !!" teriakan Sara menggema, tak ada satu dari mereka yang berbicara. "Itu bohong, tak ada jaminan, tak ada bukti kalian akan melindungiku saat menghadap sang Raja nanti."

Sara menggerakkan kakinya kebelakang, merasakan tanah yang bergulir jatuh ke dasar jurang. Ia menelan ludahnya.

"Aku minta maaf kepada kalian, terimakasih sudah mengejarku hingga kemari. Maaf, jika aku terus hidup masalah ini takkan selesai."

Sara menarik keluar belati yang tersimpan di balik baju yang dikenakannya. Ia mengangkat belati itu tinggi tinggi, saat siap untuk menghunuskan belatinya sebuah anak panah menggores tangannya.
"Aw- APA YANG KALIAN MAU?!" teriaknya frustasi. "AKU HANYA INGIN HIDUP TENANG !!"

Prajurit itu menurunkan busur panahnya dan berlutut. "Kami mohon, ikutlah dengan kami." katanya. Sara menatap sang prajurit nanar.

"Sebegitu inginkah kalian? Sehingga membujukku seperti ini? Terlalu berlebihan." desisnya sengit.

Sara terdiam, menunduk. "Pergi, sekali lagi katakan padanya aku tak ingin kembali ke sana." ucapnya seraya berjalan santai, ia mengambil jalur kanan karena para praurit memblokade jalan di depannya.

"Nona-"

Oke, cukup. Sara muak. "CUKUP- !!"

SRAK

Ia tak mengerti, selama beberapa saat Sara tak dapat berfikir. Ketika kakinya tergelincir ke jurang, ia benar benar tak mengerti. Hatinya bahagia. Kenapa begitu bahagia?

Meskipun kenyataan bahwa ia harus meninggalkan Wishel yang dicintainya membuatnya kecewa dengan takdir, tapi jauh di dalam hatinya ia bahagia. Bahagia bahwa perannya telah usai.

Samar matanya menangkap bayangan prajutir yang meneriakkan namanya dan melongok ke dalam jurang. Dia bisa saja meminta hutan untuk menyelamatkannya, tapi sepertinya ia memiliki rencana lain.

Jangan, jangan sampai kalian terjatuh. Sara menutup matanya, memohon pada hutan untuk tak membiarkan mereka jatuh.

"Lihat ! dia menendang." sekelebat bayangan membuat Sara membuka kembali matanya.

Bayangan di sebuah rumah di pinggir hutan. Dua orang, calon orang tua dan calon bayi mereka yang tengah bersantai di bawah bintang.

Sara berusaha melihat bayangan itu dengan lebih jelas. "Suatu saat aku berharap Tuhan memberinya anugrah yang baik." ucap sang wanita dengan elusan lembut di perutnya.

Dia orangnya, anak di dalam kandungannya lah yang akan mewarisinya. Sara kembali menutup matanya dan memposisikan kedua tangannya di depan dada, membentuk segel.

"Wahai bayi yang murni, utusan Sang Pencipta. Aku memberikan padamu tugas yang tak dapat kuselesaikan. Anugrah yang diberikan Sang Pencipta padaku kini menjadi milikmu. Kelebihanku juga adalah kelebihanmu.

Kau bukan bagian dari bumi ini, tapi kau adalah bagian dariku. Selesaikan lah tugas yang belum selesai ini, dan bawalah kedamaian bagi dunia yang telah rusak ini."

Segel di tangannya tertinggal di udara sementara tubuh Sara menghilang perlahan sebelum menyentuh bumi. Dalam sekejap...  gadis itu menghilang.

"Maaf atas keegoisanku, semoga kau bahagia."

Menyisakan air mata yang jatuh...

It's not over... your journey just begun

.

.

i'm sorry...

.
.
.
.
.
_END_

Story by : deanvanovkill_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro