Chap 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka bertiga bergegas menuju warung Mbah Haryo yang berada di kampung atas. Tampak warung kecil tersebut sudah penuh dengan makanan dan minuman hangat, Mbah Haryo yang tengah memasak melihat mereka yang datang sambil tersenyum.

"Assalamualaikum mbah Haryo."

"Waalaikumsalam, kalian datang kemari?"

"Iya mbah." kata Dimas sambil duduk.

"Kami mau buka puasa bareng mbah di sini. Boleh kan mbah?" tanya Yandi.

"Boleh kok silahkan, mbah senang sekali akhirnya mbah tidak buka puasa sendirian." katanya.

"Terima kasih banyak mbah." kata Rangga.

"Iya sama-sama. Silahkan."

Selagi menunggu adzan maghrib berkumandang mereka memilih untuk membantu mbah mempersiapkan makanan. Beberapa orang datang untuk membeli makanan dan berbuka puasa di warung kecil itu. Tak lama adzan berbunyi dan mereka semua akhirnya berbuka puasa.

"Alhamdulillah sudah buka. Ayo dimakan makanannya."

"Iya mbah."

Mereka dan beberapa orang pun berbuka sambil menikmati makanan dan minuman, menunya sederhana hanya air hangat, kurma dan gorengan saja. Ketika perut mereka sudah terisi mereka pun melaksanakan sholat maghrib berjamaah di sebuah mushola dengan Mbah Haryo yang menjadi imamnya, selesai sholat mereka memutuskan untuk mengaji sebentar sebelum akhirnya pulang ke rumah.

"Mbah terima kasih ya atas makanannya." kata Dimas.

"Sama-sama, sudah lama sekali mbah tidak merasakan suasana ini."

"Ah tapi kan sekarang sudah terasa ya kan?" kata Yandi.

"Iya juga nak Yandi."

"Kalau begitu kami pamit pulang ya mbah. Assalamualaikum." kata Rangga sambil menyalami tangan mbah diikuti oleh dua temannya.

"Iya hati-hati, waalaikumsalam."

Mereka bertiga pulang ke rumah masing-masing, saat pulang mereka melihat Supri yang tengah sibuk mengurus pemakaman di malam hari. Dimas yang penasaran lalu menghampirinya dan bertanya.

"Lho Supri, kamu ngapain malam-malam di kuburan?"

"Oh ini Mas, aku habis bersihin sedikit. Habis tadi kotor banget."

"Kan bisa siang aja."

"Gak papa, lagian aku udah biasa kok."

"Kamu ini emang gak tau waktu ya kalau ngurus kuburan. Emang kamu gak pernah ketemu demit apa semacamnya?"

"Pernah sih."

"Terus kamu langsung kabur?"

"Ya iyalah kabur, ngapain aku lihat lama-lama. Buang waktu aja."

"Hahaha, bilang aja kalau kamu takut."

"Eh aku gak takut tahu. Kamu kali yang takut, yang waktu itu aja kamu langsung lari ngibrit."

"Sembarangan kamu." kata Dimas sambil memukul lengan Supri pelan.

"Ya sudah kalau begitu siap-siap buat tarawih sana. Waktu isya sebentar lagi."

"Oke."

Tak lama setelah perbincangan dua orang itu adzan isya berbunyi dan mereka bersiap untuk sholat isya. Setelah sholat isya ustad Yusuf memberikan sedikit ceramah mengenai bulan ramadhan, mereka menyimak dengan seksama materi yang disampaikan meskipun beberapa anak kecil diluar masjid bermain sambil berteriak dan berlarian ke sana kemari. Sholat Tarawih pun dilaksanakan setelah ceramah selesai dan dilanjut sholat witir hingga selesai.

Adik Rangga, Andi dan beberapa temannya segera mencari ustad Yusuf untuk meminta tanda tangannya dan bertanya tentang materi yang tadi disampaikan.

"Memang tadi gak nyimak ceramahnya?" tanya ustad Yusuf sambil sibuk menulis tanda tangannya.

"Enggak pak." jawab Mira.

"Makanya kalau ustad lagi ceramah jangan main." kata Rangga.

"Mas Rangga juga tadi gak nyimak malah asik ngobrol." kata Andi.

"Eh nuduh aja sih, mas nyimak sampai selesai tahu."

"Sudah-sudah, sekarang kalian mengaji saja sana. Di bulan ramadhan ini lebih baik perbanyak ngaji saja." kata ustad Yusuf.

"Iya pak ustad." balas Rangga.

Mereka pun langsung mengambil al-qur'an dan mulai mengaji beberapa lembar, hanya 15 menit mereka mengaji karena anak-anak ini sudah merengek, meminta untuk pulang cepat. Alasan anak-anak minta pulang cepat ya karena mereka ingin bermain sambil menghabiskan makanan berbuka yang masih tersisa.

Rangga memilih untuk mencari mbah Haryo yang mungkin saja masih berada di sana, sambil berjalan pelan ke belakang ia melihat mbah Haryo yang sedang terduduk diam di sebuah bangku. Di tengah diamnya terdapat raut wajah yang tampak sedih karena kesepian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro