#72

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

| RavAges, #72 | 2078 words |

SUDAH NASIB aku menjadi Teleporter terhebat abad ini.

Seperti Dorothy yang menyampukkan tumit sepatu lalu merapalkan "Rumah, rumah," atau apalah itu, lalu muncul di kampung halamannya, aku juga muncul ke tempat tujuanku begitu saja dalam sekedipan mata. Malah, aku mungkin lebih hebat dari cewek desa itu karena aku tidak perlu sandal untuk pergi ke mana-mana.

Serius. Aku tidak pakai sandal. Sandal hanya untuk orang-orang lemah yang mesti pakai kaki untuk bepergian.

Kadang, aku juga tidak pakai baju. Cuma celana. Soalnya aku tidak perlu menempuh ribuan mil perjalanan, kedinginan atau kepanasan, hanya untuk suatu tempat yang bisa kucapai dalam sekali cling!

Kuberi tahu kau, wahai orang yang sedang lancang membaca pikiranku (kalau kau cantik, okelah!), baju dan sepatu bisa jadi masalah besar. Terutama untukku.

Jadi, malam itu (karena memang selalu malam), aku melihat para prajurit NC tengah bergerilya di hutan Garis Merah. Mereka dapat panggilan dari para Pemburu lokal tentang Fervent liar yang susah diatasi. Maka, terjadilah agresi kecil-kecilan (aku menonton di atas pohon waktu itu, mencamil buah rambutan masam), lalu saat mengetahui Fervent incaran tidak bisa ditaklukkan dengan mudah, para prajurit itu membangun tenda sementara untuk mengepung sarang si Fervent liar.

Sekarang, kita lupakan si Fervent liar atau agresinya, karena bagian serunya adalah saat bilik toilet mereka sudah didirikan.

Hutan Garis Merah agak cemar dibanding hutan lain—banyak wabah, radiasi, dan hal-hal yang berakibat fatal bagi manusia normal, tetapi para Fervent mampu menolerirnya. Nah, karena kesalahan kecil di salah satu belukar, ada prajurit yang terserang gatal-gatal hebat sampai wajahnya tak berbentuk dan anunya bengkak.

Saat dia mati-matian menggosok badan dalam bilik toilet sambil menjerit-jerit, dan kawanannya ogah mendekat karena takut tertular, aku mengambil seragam dan sepatunya yang dia tinggalkan di luar bilik. Tentu setelahnya aku juga kena gatal-gatal, tetapi itu urusan nanti.

Dengan seragam si petugas, aku jalan-jalan di sekitar tenda, menyapa orang-orang yang bahkan tidak begitu hafal nama satu sama lainnya. Mereka di sini hanya untuk satu Fervent, setelahnya mereka akan dipencar lagi ke tempat lain. Hubungan pertemanan mereka memang menyedihkan.

Aku keliling sebentar, masuk ke tenda paling bagus dan mengambil sebuah topi yang tampaknya punya pangkat, lalu balik ke bilik toilet peyot tadi untuk menghukum si prajurit karena telah kehilangan seragamnya. Dengan badan merah-merah dan menggelembung, perwira nan taat aturan itu melakukan squat jump sambil telanjang bulat tanpa menyadari kalau seragamnya sedang berdiri di depan matanya. Terima kasih langit malam yang menggelapkan semua mata!

Dengan lagak sok penting, aku kembali ke tenda paling besar dan bagus itu, lalu melihat-lihat rencana yang pasukan ini rancang untuk mendesak si Fervent target menyerah. Tampaknya, ini perintah langsung untuk menangkap target supaya mereka bisa dapat bahan baku pengekstrakan peranti atau sumber daya di sebuah proyek. Mereka harus membawa Fervent ini hidup-hidup.

Sambil menelaah peta Garis Merah, rancangan rencana, dan taktik penyerbuan, aku mencomot segelas kopi tak bertuan di meja.

Kurasakan seseorang berdiri di belakangku, jadi aku menggertaknya sambil masih membolak-balik blueprint di atas meja, "Kalau kau tidak punya laporan bagus, kembalilah ke posmu, Kadet."

"Barangkali, kau bisa meneleportasikanku langsung ke pos itu."

Aku buru-buru berbalik, dan sebuah tangan besar berotot menangkap leherku. Napasku tercekik, tidak bisa ditarik, tidak bisa diembus keluar. Saat aku mencoba berteleportasi, Teleporter-ku tidak merespons, dan aku masih di sana.

"Tidak ada Arka," ocehku sambil tersenyum pedih ke sekitar sabuknya. Suaraku bergetar lantaran cekikannya tidak mengendor. "Berarti, Peredam? NC menjadikan Peredam sebagai perwira, sekarang? Ohoho."

Pria itu wajahnya rusak separuh karena bekas luka bakar. Walau dia tersenyum, itu tidak membuatnya tampan sepertiku sama sekali. Wajahnya mengerut seram, asimetris, lebih peyot dari bilik WC di luar. Matanya memancarkan sorot lapar yang membuatku merinding dari ujung ke ujung. Makin ditelaah, makin seram, dan lampu minyak di atas meja seolah menyala makin benderang untuk menyiksaku dengan visualisasi ini.

Mataku berkedut saat mengenali wajahnya. "Salam, Pak ... Komandan."

Si Komandan Jahat melemparkan badanku ke meja lain yang kosong.

"Saya akan kembali ke pos saya, Pak," kataku seraya tertatih-tatih ke pintu keluar tenda. Kulepaskan topinya dan melemparkannya asal.

Tentu saja aku tidak sempat keluar. Kakiku mendadak seperti diikat jadi satu, dan tanganku seakan dilem ke kedua sisi tubuhku. Badanku melayang lurus ke kehadapan Komandan, yang kini melakukan gestur layaknya seorang Phantom.

"Komandan yang tersohor seorang Multi-fervent?" cicitku. "Wah, gosip tidak main-main saat mereka memberi Anda julukan si Cacat yang Berbakat."

Ekspresi wajahnya mengeras, senyumnya lenyap, dan aku tahu bahwa aku dalam masalah. Tampaknya, istilah 'cacat' itu telah menyundul hati kecilnya (kalau dia punya) ke kubangan luka.

Dia meremasku sampai mataku memelotot seperti akan meloncat keluar, telingaku nyaris meletup, dan lidahku seolah membengkak.

"Hei ...." Kusempatkan diriku berbicara meski tersiksa. "Tidak apa-apa. Luka bakar adalah cacat yang keren, Bung. Tidak perlu tersinggung."

"Kaupikir istilah 'cacat' itu untuk luka fisikku?" desisnya. Dia memencet badanku makin kuat. "Akan kubuat orang-orang itu menyesal karena melabeli Fervent sekuat dan sehebat aku ini sebagai 'produk cacat'."

"Dendam—motivasi yang bagus!" cicitku, makin bengek di dalam kuasa Phantom-nya. "Kalau boleh, tolong lepaskan ... aku? Kau tidak mau membunuh Teleporter semacam aku, 'kan?"

Cengkramannya melonggar, tetapi masih ada. "Sebutkan kode Herde-mu!"

Aku berusaha memutar bola mata, tetapi dalam cekikan Phantom yang cukup besar, tampaknya mataku seperti juling ke tengah. Aku benci kode itu karena mereka membuatku harus menghafalnya demi mengambil jatah makan tiga kali sehari atau saat melapor usainya kewajiban hukuman di Herde. "TP-73-896, Pak."

Wajah Komandan berubah gembira saat mendengar kode Herde-ku.

Sudahkah aku menyebutkan bahwa aku adalah Teleporter terhebat abad ini?

Nah, singkat cerita, Komandan membuatku mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kotornya. Dia mendesakku membawa keluar Fervent target mereka, yang akhirnya berjalan begitu mudah tanpa perlu taktik gerilya dan lain-lain. Keadaan hanya berjalan seperti ini:

Cling! Aku muncul di sisinya.

"Oh, bagus! Teleporter!" si Fervent yang terkepung menyalamiku dengan bersahabat, menyentil secuil nuraniku sampai aku hampir merasa bersalah. "Kau dikirim temanku ke sini—ya, 'kan? Cepat keluarkan aku dari sini."

"Oke, pegangan!"

Lalu, kami muncul di hadapan Komandan.

Sempat terjadi perlawanan, ada gorok-gorokan leher pula. Ilyas—si Fervent target itu—seorang Multi-fervent yang punya Corona dan Cyone. Komandan hendak membawanya ke pangkalan dekat Kompleks 12 untuk menjalankan sebuah proyek rahasia. Dan, aku membantunya supaya aku bisa bebas sendiri. Jadi, acara malam ini bertajuk 'seorang Fervent yang mengkhianati Fervent lain'.

Satu hal mengarah ke hal lainnya. Tak cukup aku mengerjakan pekerjaan kotornya satu kali, rupanya Komandan menganggap bahwa melepaskanku sama seperti meninggalkan utang budi seumur hidup. Dia mengirim orang untuk melacak jejakku, dan akhirnya dia memegang lokasi koloni Teleporter kami dan setiap tempat persembunyian kami. Dari sekian banyak koloni Teleporter, dia mengincar koloni yang kuhuni ... entah pria itu fans besarku atau apa.

Suatu malam, dia menghubungiku. Tidak seromantis kedengarannya. Dia mengikatku untuk mengerjakan pekerjaan kotornya yang lain. Kalau aku menolak, dia akan menyerbu tempat kami.

Pria pintar. Dia tahu betapa merepotkannya berurusan dengan kami, para Teleporter. Hanya untuk mendapatkan setengah dari koloni kami, dia mesti mengerahkan semua Arka mahal, prajurit terbaik yang siap mati, dan banyak drone pengangkut. Maka, dia menggunakan pendekatan ini; dia menggunakanku yang notabene adalah Teleporter TERHEBAT ABAD INI untuk jadi babunya, sekaligus pion agar dia bisa perlahan-lahan menancapkan cakar ke koloni Teleporter.

Lihat? Semua ini hanya diawali oleh baju dan sepatu—mereka masalah!

Karena tidak berani menghadapi amukan satu koloni, aku menghadap Neil dengan gagah berani dan mengakui kesalahanku. Kubilang, "Aku sedang mencoba menyelamatkan seorang Fervent dengan heroiknya, tetapi hal itu membuatku berurusan dengan Komandan NC. Sekarang dia tahu semua lokasi kita yang tersebar di seluruh Garis Merah. Bisa kau bereskan masalah ini untukku, Sobat?"

Neil mencoba mengulitiku hidup-hidup. Karena dia sahabat yang baik, dia tidak memercayai satu kata pun yang keluar dari mulutku. Saat ada masalah, kesimpulan Neil hanya satu: Op telah mengacau!

"Tidak cukup kau bekerja diam-diam untuk T. Ed Company—"

"Mereka punya penawaran bagus untuk kerja freelance-ku!" Aku menyela. "Terlebih, kontrak mereka tidak mengikat—aku masih bisa kelayapan sana-sini!"

"—sekarang kau malah terjebak dalam cengkraman Komandan Binta Ramlan?!"

"Secara fisik, sekarang aku sudah lepas dari cengkraman Phantomnya—"

Neil membogemku satu kali, jadi aku menutup mulut.

"Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan!" bentaknya sampai wajahnya memerah. "Pria itu berbahaya! Dia Relevia!"

Bahuku turun. "Oh ...."

"Dia seorang buronan di Kompleks Sentral, tapi berkuasa di Kompleks-kompleks! Dia berusaha menggulingkan Kompleks Sentral saat ini, dan kubunya sedang terlibat perang dingin dengan T. Ed Company!"

"Wah, aku jadi double agent."

Neil dan aku terlibat kejar-kejaran sebentar karena dia sungguhan mengambil benda tajam buat mengulitiku. Pada akhirnya, kami sepakat untuk berdamai. Sayangnya, Neil menghukumku cukup berat; dia bilang, aku harus mempertanggungjawabkan tindakanku sendirian. Dunia memang tidak adil—aku harus bertanggung jawab seorang diri atas masalah yang kuciptakan sendiri!

Masalahnya, tidak banyak Teleporter sehebat aku di koloni kami, jadi Neil tidak mau ambil risiko mengekspos kelompok kami pada Komandan dan menyuruhku bekerja sendirian. Kebanyakan Teleporter kami masih sangat muda, ilmu mereka hanya sebatas raib dari halaman dan muncul di kamar mandi—itu pun dengan risiko sebelah kaki masuk ke lubang kakus.

Belum lagi risiko terjebak dalam limbo—sebutan kami untuk sebuah tempat hampa yang menjadi perantara titik awal dan titik tujuan. Neil menyebutnya dimensi ekstra, tetapi menurutku limbo lebih keren. Sudah ada empat belas orang di kelompok kami yang terjebak di limbo, dua di antaranya berhasil keluar, tetapi mati remuk juga karena gaya gesek pendaratan—terlalu lama di limbo bisa mengacaukan akselerasi perpindahan dan akurasi penentuan kami terhadap lokasi tujuan.

Tentu saja aku tak perlu mengkhawatirkan itu semua. Meski Neil bilang semua yang ada di permukaan bumi bergerak bersama planet dengan tangential speed 460 meter per detik (aku juga tak paham apa artinya), aku bisa menemukan titik tujuanku semudah cling!

Bahkan di antara orang-orang ajaib, aku paling ajaib!

Nah, sejak itu aku sungguhan jadi double agent yang double dan di-double lagi. Aku harus berhati-hati agar tidak memberi terlalu banyak informasi vital tentang T. Ed Company pada Komandan—bagaimana pun, bayaran T. Ed Company terlalu bagus untuk ditinggalkan. Sesekali aku juga melaporkan gerak-gerik Komandan yang bisa kulihat pada T. Ed Company untuk kenaikan gaji. Ini sesungguhnya agak menyenangkan—andaikata bukan nyawaku dan seluruh koloni taruhannya.

Lalu, kudengar T. Ed Company mencari lima orang yang kebetulan dicari oleh Komandan pula, dan kebetulan lagi empat di antaranya pernah singgah ke koloni. Aku benar-benar terjepit di sini, Kawan-kawan!

Di satu sisi, Komandan merantai kedua tangan dan kakiku secara kiasan.

Di sisi lain, T. Ed terus melambaikan uang dan properti berharga mereka di depan wajahku yang membuat lidahku terjulur gembira dengan liur merembes secara harfiah.

Di sisi lain lagi, ada kode etik para Teleporter yang mengatakan bahwa, setelah kami membantu teman satu Herde menemukan tempat aman di pulau ini, kami tidak boleh saling tegur lagi, seolah-olah kami tak saling kenal untuk menjaga kerahasiaan satu sama lain. (Untuk yang ini, sih, aku tidak keberatan melanggarnya. Toh, cepat atau lambat bakal kulanggar juga.)

Ada pula sisi tambahan, di mana nuraniku yang secuil tadi kembali diaduk. Bagaimana pun, dua di antara buronan itu teman se-Herde-ku: Alatas yang bolotnya sampai ke ubun-ubun dan Truck yang entah bagaimana agak mengingatkanku pada Neil (besar, jahat, tetapi menyimpan sisi imut-imut yang amit-amit). Lalu, si bocah berkalung senter itu juga keren walau dia pernah menamparku dengan Phantom-nya. Belum lagi Leila. (Ya, Tuhan, dia seksi sekali!)

Jadi, saat mendengar isu bahwa mereka lolos dari amukan Pyro si Raja Calor, aku mengasumsikan Embre si guru petuah itu akan membantu mereka menyelundup ke Kompleks 12.

Para pemberontak yang diayomi T. Ed bersembunyi di hutan sekitar gerbang utara Kompleks 12 untuk menunggu Alatas, Truck, Erion, dan Leila; mereka memperhitungkan kalau empat orang itu bakal lewat sana demi mencapai Kompleks 1. Sedangkan Komandan Binta masih dalam perjalanan, dan pasukannya terbelah dua karena mereka harus memberi hukuman pada koloni Calor yang telah melepaskan buronan berharga.

Ini pertaruhan. Aku harus menyenangkan Komandan dan T. Ed bersamaan.

Maka, kusebarkan ke orang-orang yang bisa kucapai bahwa para buronan berharga telah tiba di Kompleks 12! Tidak banyak orang, kok, tetapi cukup untuk menjadi pengalih perhatian. Lagi pula, aku yakin para kawan buronanku itu bisa menendang semua pantat amatiran di Kompleks 12 yang coba-coba menangkap mereka.

Dengan begini, aku bisa melapor pada Komandan: "Lapor, Pak, saya sudah turunkan beberapa teman saya secara random di Kompleks 12 untuk menciduk buronan Anda—pasti Anda sudah dengar dari kesaksikan mereka yang mencoba menangkap para buronan itu, 'kan? Kalau mereka gagal, itu salah mereka, bukan saya!"

Lalu, aku melapor lagi pada T. Ed: "Hai, Manteman! Aku temukan buronan kalian di titik ini dan titik itu. Kejarlah! Kalau tidak dapat, berarti kalian yang kurang usaha! Bukan aku!"

Sebagai pelengkap pelunasan utang, aku mendatangi empat sekawan dan membocorkan ini semua. Sisanya terserah mereka. Kalau mereka lolos, itu semua bekat aku. Kalau mereka tertangkap, berarti mereka salah langkah—ini bukan lagi kesalahanku.

Sekian sampai sini kegeniusanku. Op pamit.

ヾ(*゚ー゚*)ノ Thanks for reading

Secuil jejak Anda means a lot

Vote, comment, kritik & saran = support = penulis semangat = cerita lancar berjalan



ERION'S TIME \( '-' )/

Dari shiholilah |\・ω・。)❤

"The boy who loved food" :')))))))))))))))))))))) //cuteness overload //ikut guling-guling di padang camilan di sebelah Erion

Erion tampah bahagia yakkk, sayang sekali nasibnya di tangan author macam saya T0T //plak



Dari Farahageha |\・ω・。)❤

HIyaaaaa matanya blink blink >/////< ada senternyaaaa unyuuuu, bahkan ada alat bantu dengarnya, maacih penyajian detailnyaaaa >/////<



Dari OWLION11 |\・ω・。)❤

Yang ini ada senter sama alat bantu dengar juga T0T Mario bros yang cute pisaaaaan T0T Latarnyaa gemez maksimaaaal (////v////)



MAACIH UNTUK SEMUA KEUNYUAN YANG KALIAN SAJIKAN SETELAH MATA INI DINISTAKAN OLEH OP (* ̄∇ ̄*)❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro