#76

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

| RavAges, #76 | 2298 words |

JEJAK LEILA sempat terlacak di pelabuhan Pulau Baru, Garis Merah di sekitarnya, lalu berakhir di sebuah bungker bawah tanah. Tentu saja aku segera menawarkan diri berangkat ke sana. Walau sempat ditolak karena aku cuma manusia normal, tidak punya kekuatan spesial apa pun, ibunya Leila membantuku. Dia akrab dengan Sir Timothy Edison, pria yang berada di balik semua kegiatan kami. Tak butuh waktu lama sampai namaku dipanggil untuk diberangkatkan ke Garis Merah.

"Ryan, kau yakin itu Leila?" tanya ibunya sebelum aku diberangkatkan. Aku membalas dengan anggukan percaya diri.

Beberapa Pemburu melaporkan ada seorang Fervent perempuan yang kondisinya cukup baik, berkeliaran di sekitar Garis Merah. Ciri-cirinya mirip dengan Leila. Namun, beberapanya menyebut nama Meredith, karena kudengar ada satu gadis lain yang, seperti Leila, tidak pernah mendapat pengobatan PF13 di Herde. Aku menolak percaya kalau gadis yang mereka lihat itu Meredith. Aku yakin itu Leila. Atau lebih tepatnya, aku ingin meyakini kalau itu Leila.

"Semoga saja," desah ibu Leila lagi. Dia wanita yang, saking lembut dan putus asanya, memercayai siapa pun yang bisa digapainya. Keuntungan bagiku—aku dibenci oleh ayahnya Leila, tetapi aku bisa memanfaatkan ini untuk mendapat hati ibunya. "A—apakah dia bersama ayahnya?"

"Tentu," dustaku. Di sinilah aku mulai ragu.

Sialnya, dalam laporan itu, mereka tidak melihat Aga Morris bersamanya, atau pria paruh baya mana pun. Alih-alih, gadis Fervent itu terlihat bersama tiga orang remaja dan satu bocah, dan mereka membunuh seorang Calor liar di Garis Merah. Satu dari ketiga remaja itu, yang semuanya laki-laki, adalah Raios—anak ini terkenal sudah menghabisi semua Pemburu yang mencoba menangkapnya.

Pada dasarnya, aku dikirim dalam misi ini untuk merekrut Raios. Jejak orang ini sulit dilacak, dan separuh dari tim merasa skeptis apakah Fervent berbahaya macam itu layak direkrut, tetapi Sir Timothy Edison tampaknya benar-benar menginginkannya bergabung dalam pemberontakan.

Kututupi semua informasi itu dari ibunya Leila. Dia cukup tahu kalau aku sedang mengejar anaknya saja. Wajahnya makin pucat dan tubuhnya yang kecil itu kian kehilangan bobot saja, jadi kurasa yang paling dibutuhkan wanita itu cuma harapan bahwa anak dan suaminya sebentar lagi akan pulang.

Kami pergi ke lokasi bungker Raios dengan Specter—sebuah pesawat VTOL (Vertical Take-off and Landing) yang kapasitasnya bisa mengangkut setengah kampung dan berbentuk seperti ikan pari. Awalnya aku dan teman-teman udikku mengira ini drone, sampai kami sadar bahwa drone hanya pesawat-pesawat kecil yang kerjanya cuma mengangkut barang atau mengintai.

Specter dinamai dari seorang Phantom tua yang menyumbangkan dirinya untuk disemai pada masa-masa awal pengembangan pesawat ini. Seperti nama dan Fervent yang disemai untuk memproduksinya, Specter seperti hantu. Mesinnya tidak berbunyi, dan pesawat ini memiliki mode kamuflase yang membuatnya tak tampak saat terbang.

Berhubung segala jenis teknologi NC berada di bawah kendali penuh T. Ed Co, termasuk Specter, aku merasa di atas angin. Yang membuat NC unggul di atas kami hanyalah sumber daya Fervent yang mereka miliki, dan otoritas daerah tiap Kompleks berada di tangan mereka. Jadi, tidak heran T. Ed terus fokus merekrut para Fervent untuk membalik keadaan. Lagi pula sebagian besar Fervent berada di Garis Merah, yang merupakan zona netral antara NC dan T. Ed.

Selain aku dalam misi ini, ada Blec, teman baikku dari Kompleks 44. Hanya kami berdua manusia normalnya di sini. Sisanya ada Sabang, dan enam orang anak buahnya, yang semuanya Fervent.

"Sembilan orang untuk merekrut satu cowok," bisik Blec padaku. Tangannya tak pernah melepaskan RPK-16 sejak senjata itu didapatkannya. "Menurutmu jenis Fervent apa?"

Aku mengangkat bahu. "Brainware? Atau Phantom? Mereka bilang dua Fervor ini yang paling mematikan setelah Calor."

"Aku juga berpikir begitu awalnya. Tapi, aku sudah melihat list semua buronan Brainware dan Phantom yang berbahaya—si Raios ini tidak ada di sana."

Aku melirik dua Cyone, yang merangkap tim medis, kalau-kalau ada yang hampir mati di antara kami. Padahal, biasanya hanya satu Cyone yang diturunkan untuk satu misi. Entah misi kali ini begitu berbahaya ... atau karena ada Blec dan aku yang ikut serta. Mereka menganggap kami—para manusia normal—terlalu loyo untuk selamat dari luka gores di Garis Merah.

"Mungkin Multi-fervent," kataku pada Blec, lalu mendorong senjatanya yang menyandar ke pipiku. "Tapi, bisa saja orang ini direkrut bukan karena Fervor-nya, 'kan? Fervor bukan segalanya, Blec."

"Tepat sekali," sahut Sabang yang duduk di depanku. Padahal kukira dia tak pernah tertarik dengan apa yang kami obrolkan—selalu ada tembok tak kasat mata yang membatasi orang normal dan Fervent, membuat kami susah akur, dan hanya memandang satu sama lain sebagai 'rekan' alih-alih 'teman'. "Fervor Raios bukan satu-satunya alasan Sir Timothy menginginkannya."

Aku tetap bertahan di bangkuku, tetapi Blec tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya saat Sabang mencondongkan tubuh ke arah kami sampai sabuk pengaman mengencang di sekitar bahunya. "Kudengar, Bintara adalah ayahnya."

"Bintara ...?" Blec tampak berusaha mengingat.

"Komandan NC," desisku.

"Benar." Blec menepukkan tangan sekali. Senjata laras panjangnya miring lagi, dan moncongnya bersandar ke pelipisku. "Jadi, si Raios ini bakal kita jadikan sandera untuk memancing daddy-nya ... atau dia juga membenci ayahnya?"

"Tidak keduanya." Sabang berdecak. "Nah, kalian tahu Bintara punya luka bakar di wajahnya, 'kan?"

Blec mengangguk.

"Bintara sebenarnya adalah Relevia," tutur Sabang.

"Relevia ...." Blec berusaha mengingat lagi.

"Kau tidak tahu Relevia itu apa," kataku seraya menepis senapannya, "jadi jangan repot-repot mengingat."

Blec memelototiku. "Oh, dan kau tahu?"

Aku menyengir congkak. "Tentu. Ibunya Leila menceritakan semuanya."

"Hanya karena kau memacari anaknya!"

"Relevia memiliki semua Fervor tanpa terkecuali, Blec, seperti Sir Timothy dan Aga Morris," beri tahu Sabang. "Jangan ceritakan ini pada teman-temanmu. Aku memberitahumu karena kau ada dalam misi ini. Aku ingin kau waspada."

Blec membuat tanda silang di dadanya sebagai isyarat bersumpah. "Selama ini kukira Sir Timothy cuma Multi-fervent."

"Relevia artinya memiliki kesebelas jenis Fervor—Icore dengan semua fungsi listrik dan magnetisnya, Brainware yang dapat mempengaruhi seluruh area otak manusia, Phantom dengan segala kompleksitasnya ... intinya, sebuah paket lengkap dan kompetensi sempurna. Hanya saja, fisik manusia tidak mampu membendung entitas kekuatan sebesar itu—karenanya para Relevia membutuhkan alat penunjang yang membantu mereka menahan ledakan energinya."

"Kancing itu," tambahku saat melihat tatapan kosong Blec. "Benda bulat besar yang kau kira bros sebagai penanda kalau Sir Timothy punya selera berbusana yang buruk—itu kancing. Tahu, 'kan, mirip reaktor—reaktor nuklir, reaktor fusi—tapi ia hanya menahan atau mengekang energinya."

Aku menyengir lagi saat Blec memasang wajah sebal karena aku tahu lebih banyak. Padahal aku hanya mengutip perkataan ibunya Leila. Aku sendiri tidak paham apa yang barusan kukatakan.

Sabang melanjutkan, "Andaikata Relevia mampu bertahan hidup tanpa kancing itu, mereka takkan terhentikan. Seorang Relevia, tanpa device pembendung kekuatan tersebut bisa menghabisi semua populasi di planet ini sekaligus melenyapkan semua daratan hanya dalam—" Sabang menjentikkan jarinya.

Aku paham apa yang pria ini coba katakan. "Bintara seorang Relevia, yang berarti Cyone-nya sempurna, tapi dia punya bekas luka bakar."

Sabang mengangguk lagi. "Fervor-nya cacat—itulah yang ditemukan orang NC saat Bintara pertama kali bergabung bersama mereka. Cyone-nya tidak berfungsi untuk dirinya sendiri—hanya untuk individu yang lain. Cyone yang dimiliki seorang Relevia tidak semestinya berfungsi satu arah. Tapi, Bintara—Cyone-nya justru berfungsi seperti Multi-fervent."

"Artinya," sambungku, "Fervor anaknya juga cacat."

Sabang menjentikkan jari untuk membenarkan. "Secacat apa pun, Raios tetap Relevia. Dia akan jadi lawan yang terlalu tangguh jika kita tidak merekrutnya lebih dulu. Di sinilah keuntungan kita: tidak semua orang tahu kalau Raios adalah Relevia, bahkan Bintara sendiri."

Aku berjengit. "Apa?"

Specter mendarat di perbatasan Kompleks dan Garis Merah. Kami menunda cerita seram kami sebentar untuk mengenakan seragam atasan Kesatuan Pemburu dan menyaru di antara barisan Pemburu NC. Dari sana, kami menaiki mobil jip, menembus belantara, menuju lokasi bungker Raios. Aku, Blec, Sabang, dan salah satu Cyone menumpangi satu mobil jip; sisa tim kami mengikuti di mobil jip lain.

Jantungku terpacu. Rasanya aku makin dekat dengan Leila—aku yakin dia di sana. Harus.

"Jadi," kata Blec memulai, "kenapa Bintara tak tahu anaknya sendiri Relevia?"

"Karena dia tidak tahu Raios anaknya," jawab Sabang tanpa mengalihkan pandang dari jalan. Dia mengemudi tanpa kenal rem, hanya pedal gas, berbelok zig-zag menghindari pohon-pohon besar dan melindas semak-semak yang lebih kecil, lalu kembali ke jalan ketika aspal dan tanahnya lebih mulus. Kepalaku seperti akan copot dari leher saking seringnya terangguk dan berbenturan dengan kepala Blec atau kaca jendela. "Ya ... kuharap dia masih belum tahu. Sejak Raios kabur dari Herde, anak itu menarik banyak sekali perhatian. Mungkin Bintara curiga, atau tidak, kita takkan tahu."

"Bintara tidak tahu dia punya anak?" ulangku. "Kenapa—Blec! Senapan terkutukmu ini terus menempel ke wajahku!"

Blec menjauhkan senjatanya dariku. Di depan, Sabang terus bicara, "Bintara punya banyak sekali anak sampai-sampai dia terlalu sibuk untuk peduli."

Blec dan aku berpandangan. Salah satu Cyone yang duduk di samping Sabang, yang tidak kuingat namanya, terkekeh sambil melirik kami dari kaca spion. "Agenda NC saat merekrut Relevia adalah menciptakan satu generasi di mana Relevia mendominasi di dalamnya. Relevia yang cacat tidak bisa memberikan itu. Sangat kecil kemungkinannya bagi Relevia cacat memiliki keturunan Relevia. Jadi ... Bintara sempat menggila saat NC melabelinya sebagai produk cacat."

"Dia mengencani banyak sekali wanita untuk membuktikan anak yang terlahir darinya adalah Relevia," sambung Sabang. "Pada akhirnya dia hanya menanamkan tumor di tubuh semua wanita itu, dan anak-anak yang sempat terlahir darinya semuanya manusia normal. Sampai Raios."

Sabang nyaris menabrak sebuah pondok kecil, tetapi dia membanting setir dengan santainya. Blec dan aku terdorong ke satu sisi dan menempel tanpa harga diri ke kaca jendela. Senjata api Blec yang berat menjatuhi kakiku.

"Kami menduga, ibu Raios juga Relevia." Sabang melanjutkan tanpa mengacuhkan kami berdua di belakang. "Ada beberapa bukti foto lawas bahwa ibu Raios sempat bertahan hidup sampai anak itu berumur empat tahun. Barangkali ibunya menyembunyikan Raios dari Bintara."

"Begitu ibunya mati, Raios tumbuh besar dirawat oleh adik ibunya, tanpa pernah dipertemukan dengan ayahnya sama sekali," sahut si Cyone. "Begitu Herde dibuka, bibinya langsung menjebloskan Raios ke sana tanpa dokumen apa-apa, hanya memberi tahu nama anak itu pada Agen Herde. Itulah kenapa Bintara tidak mengenali anaknya sendiri."

"Bagaimana dengan Leila?" tanyaku. "Dia bukan Relevia."

"Leila lahir dari ibu yang merupakan orang normal," jawab si Cyone. "Anak itu tidak terlahir sebagai Relevia murni, tapi Fervor-nya tetap saja kuat."

"Jadi, di mana Relevia lainnya?" tanya Blec.

"Rencana penciptaan generasi Relevia berbalik memotong kaki NC sendiri. Relevia yang sudah dewasa mudah dikendalikan. Tapi, Relevia yang masih anak-anak adalah bencana. Hanya dengan satu tantrum, salah satu balita itu menyebabkan arus pendek listrik di satu kota. Jadi ... NC mengeleminasi semuanya."

Eleminasi. Kujatuhkan kepalaku ke kaca jendela. Kadang aku bertanya-tanya sendiri kenapa kami sensitif terhadap para Fervent di saat para orang normal sendiri pernah membantai kaum mereka.

"Karenanya hampir tidak ada Relevia lagi yang tersisa. Mereka bahkan tidak bisa bereproduksi karena ada kemungkinan anak mereka akan diambil oleh NC."

Blec berbisik, "Itu menjelaskan kenapa Sir Timothy tidak kawin-kawin."

"Bukankah ada anak Relevia selain Raios yang masih hidup?" tanya si Cyone.

"Seli?" Sabang membanting setir lagi, menghindari segundukan beton besar yang menghalangi jalan. "Sepertinya Seli terlambat menunjukkan gejalanya, karenanya dia lolos dari pembantaian Relevia massal itu. Tapi, dia di tangan NC sekarang. Sudah terlambat bagi kita untuk mengambil anak itu."

Blec menotol-notol bahuku, lalu menunjuk ke pepohonan hangus—tampak bongkahan beton di antaranya, menjepit sesosok mayat yang remuk.

"Ah, ya, kalian bisa melihat Robin di sana," kata Sabang dengan satu tangan mengetuk kaca jendela, menunjuk mayat di antara beton selayaknya seorang pemandu wisata. "Itu Calor liar yang tercatat baru saja kabur dari fasilitas NC dekat sini. Saat para Pemburu mencarinya, mereka hanya menemukan jejak api dan beberapa Fervent yang melarikan diri, salah satunya Raios, menghilang ke dalam hutan. Ingatkanku aku untuk balik ke sini setelah kita mendapatkan Raios, untuk melihat apa ada hal berguna yang tertinggal dari Robin untuk dijadikan sampel."

Kami buru-buru mengalihkan pandang.

"Kenapa kita tak bawa Fervent Detektor untuk mendeteksi Relevia?" tanyaku.

"Jarang ada Detektor yang bisa menoleransi Relevia di dekat mereka. Mereka bilang, bau Relevia membuat kacau indra mereka. Secara instingtif, Detektor akan menghindari Relevia tanpa benar-benar tahu apa yang sebenarnya mereka deteksi."

Blec berbisik lagi, "Apa menurutmu Sir Timothy mabuk mencium baunya sendiri? Dia, 'kan, Relevia."

"Pertanyaan bagus," kataku, lalu menyampaikannya pada Sabang.

"Relevia bisa memilah apa yang hendak mereka deteksi," jawab Sabang. Dia memelankan mobil. "Tidak seperti Detektor biasa yang fungsi Fervor-nya tak bisa diperkirakan, Relevia punya kendali penuh terhadap Detektor-nya. Jadi, tidak—Sir Timothy tidak membaui dirinya sendiri. Nah! Ambil senjata kalian anak-anak—kita sampai! Dan tanggalkan jaket Pemburu itu kalau tidak mau mati dalam sekedipan mata—Raios benci jika persembunyiannya ditemukan oleh Pemburu."

Aku melompat turun setelah melepaskan jaket, disusul Blec. Garis Merah di sekitar Kompleks 44 dulu hanya hutan dan hewan liar, bau-bau tidak enak hanya kami temui di beberapa bangunan yang hancur, tetapi Garis Merah yang ini lebih parah. Aku mencium aroma bangkai tikus di mana-mana, udaranya buruk sekali. Segalanya mulai dari bebatuan, tumbuhan dan bangunan tampak hangus, runtuh, dan tak berbentuk. Cat merah berkedip liar di pepohonan yang meliuk tajam.

Aku baru melangkah tiga meter dari mobil, dan kakiku sudah menginjak tangan orang.

"Siapa yang menaruh mayat sembarangan di sini," desis Blec sementara aku berjongkok mengamati tubuh yang teronggok, berseragam Pemburu lengkap.

"Pemburu ini seorang Brainware." Aku menerka dari warna bola matanya yang seputih susu, terbelalak membuka. Ada lubang peluru tepat di antara kedua matanya. "Tepat di tengah. Si Raios itu pasti maniak."

Tak jauh di depan, terowongan besar yang sudah setengah ambruk menganga keluar. Gelap. Seperti mulut yang siap menelan.

Leila. Aku mengingatkan diriku sendiri. Aku tak peduli pada Raios atau siapa pun itu. Pokoknya, Leila di dalam.

Kudekati Sabang yang mencabut kunci mobilnya. "Dari mana kau tahu semua informasi tadi kalau Bintara saja tidak tahu Raios anaknya?"

"Seorang teman Raios menjual informasi itu pada kita. Sebagai gantinya, T. Ed Co menyediakan transportasi untuknya keluar dari Pulau Lama, dan mengirimi anak itu semua teknologi terbaik yang diinginkannya."

"Temannya sendiri?"

"Raios pada dasarnya tidak pernah benar-benar punya teman. Mereka mengikutinya karena takut, atau merasa terlindungi karena para Pemburu juga takut pada Raios. Tapi temannya yang menjual informasi ini pada kita—nah, dia lebih gila lagi. Dia masih menempeli Raios sampai sekarang. Namanya Giok."

ヾ(*゚ー゚*)ノ Thanks for reading

Secuil jejak Anda means a lot

Vote, comment, kritik & saran = support = penulis semangat = cerita lancar berjalan




Dapat Fanart dari Hamba Allah yang dulu pernah ngirim gambar Leila di chapter #20 (kiri) Sekarang ada gambar emaknya Leila (kanan) (◕‿◕✿)




Daaaan adegan spesial di chapter #67 (◕‿◕✿)

Shiholilah ❤




Timakacii untuk semua yang berkirim-kirim bingkisaaan UwU ❤

Dan hari ini 19 April 2020 genap usia akun E-Jazzy yang ke dua tahun \( '-' )/

Apa harapan kalian untuk saya dan akun ini ke depannya? :>

Jangan lupa mampir ke tiga work saya yang lain karena hari ini semuanya update:

-Iridescent (Indigenous spin-off)-
Chapter: Prolog Sungguhan

-Caesura-
Chapter: There Is No Cheat In Life

-Jangan Dibuka (ノ*゚ー゚)ノ-
Chapter: 20, 21, 22


P.s.
I'm so grateful for having you guys ❤
dari yang rajin komen sampai yang sider,
dari yang waras sampai yang gilanya melampaui saya.
❤ Saya sayang kalian semuaaa para pembaca ❤
❤ (ɔˆз(ˆ⌣ˆc) ❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro