Disaat Jones Tersakiti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Author : destiianaa

********

"Suami gue nyebelin, masak bangunin gue pake cipokan, kan gue sebel."

Asem! Gini, nih! Jadi jomblo nggak ada enak-enaknya. Aku paling malas jika sudah mendengar cerita dari sahabatku. Ya, Tuhan! Membuatku iri setengah mati! Di saat mereka punya pasangan, aku malah jones. Jomblo ngenes! Tanpa pacar atau gebetan? Rasanya itu ... nyesek banget!

"Asem! bikin mupeng aja lo!" Aku memutar bola mataku jengah. Dia Ghina, satu-satunya sahabatku yang sudah menikah. Selain Ghina, aku mempunyai tiga orang sahabat lainnya. Mereka semua adalah wanita-wanita super yang kumiliki. Diantara kami berlima, hanya aku yang menyandang predikat jones! Sebenarnya bisa saja aku seperti mereka. Punya pacar dan melepakan predikat jonesku.

Aku mempunyai gebetan yang bernama Yoga, dia perhatian dan baik tapi aku tidak bisa menerima cintanya meski Yoga sudah tiga kali menyatakan cintanya padaku. Tiga kali! Udah kayak minum obat, aja! Dan berkali-kali pula memberi kode. Aku tidak tega menerima cinta Yoga disaat aku masih belum bisa move on dari mantanku.

Saat ini aku sedang berada di rumahnya Ghina, menunggu sahabatku yang lain datang untuk membahas rencana liburan kami ke Magelang Sabtu siang ini. Dengan memakai terusan putih gading, Ghina membawa nampan berisi gelas dan camilan di kedua tangannya.

"Mana minumannya? Ya kali, lo ngasih gelas tapi nggak bawa minuman. Lo pikir gue debus! gelas bisa gue cemil."

"Sabar. Tangan gue cuma dua, Odong!"

Setelah itu, Ghina menuju ke dapur dan kembali dengan membawa satu teko minuman berwarna merah di tangan kanan serta membawa satu toples kripik di tangan kirinya. Wohooo! penuh dengan makan, coy!

Ghina banyak bercerita tentang suaminya dan aku hanya bisa menelan ludah karena ingin seperti dirinya, tanpa sadar satu toples kripik sudah habis kumakan. Biasa, makanan adalah pelarian terbaikku.

Beberapa jam setelahnya, ketiga sahabatku datang berurutan dengan selisih waktu yang tidak berbeda jauh. Ulpah yang datang tiga puluh menit lebih setelahku, setelah itu Atik datang dan disusul oleh Tissa.

"Gimana jadinya?" ucap Ulpah memulai percakapan.

"Jadi pada ngajakin pacar kalian?" Jangan sampai mereka membawa pacarnya turut serta! Tapi memang harapan tidak selalu bisa menjadi kenyataan. Harapanku pupus saat mendengar Ulpah dan Atik menjawab dengan semangat, "Jadiiiiii...." Aku hanya menghela napas, tiba-tiba malas untuk ikut ke Magelang. Bagaimana tidak, membayangkan mereka bercanda dengan pacar masing-masing. Dan aku? Cuma sendirian saja? Ngenes sekali! Jika seperti ini lebih baik aku tidak ikut saja daripada menjadi obat nyamuk. Sebel!

"Gue nggak jadi ikut kalau kalian pada bawa pacar masing-masing, cuma Ghina yang boleh ngajak Bayu, secara Bayu kan bukan sekadar pacar tapi udah jadi suaminya Ghina."

"Kok, lo gitu sih, As! Kapan lagi bisa bareng-bareng liburan kayak gini."

"Gue pengennya kita yang liburan. Kita aja! Tanpa pacar kalian! Kalian nggak mikirin perasaan gue apa? Ya kali kalian nanti di sana pacaran dan gue cuma bengong!" Aku mengatakan dengan sedikit marah. Meraka sahabat bukan, sih! Tega sekali! Coba mereka di posisiku, yang jomblo sedirian diantara mereka yang berpasangan!

"Kan lo juga tau, walaupun kami ngajak pacar, kami nggak akan nyuekin lo." Walaupun memang mungkin mereka tidak akan mengacuhkanku, tapi tetap saja rasanya nggak nyaman. Aku menjawab Atik dengan suara sedikit frustrasi. "Tapi rasanya tetep beda, Mak. Udah kalian pergi aja nggak usah pikirin gue." Aku lebih sering mamanggil Atik dengan sebutan 'Mak', karena kebiasaannya dia yang suka sekali menyubit walau kami hanya diam saja, persis seperti Emak-EMak .

Jika mereka mengajak pacar masing-masing, lebih baik aku tidak usah ikut saja. Aku sudah dapat membayangkan betapa menyedihkannya aku nanti. Aku mendengar Tissa menolak keinginanku. "Nggak bisa gitu, As. Kalau nggak jadi satu ya mending nggak usah semua aja-"

"Nah, setuju sama Tissa, Yoga di ajak aja sih, As. Kali aja dengan kalian liburan bareng bisa bikin lo move on dan jadian sama Yoga."

"Atau nggak nanti gue bawa temen gue, namanya Andre, cakep. nanti gue kenalin sama dia, dia tau gue mau liburan dan pengen ikut cuma nggak gue bolehin, besok gue ajak Andre buat nemenin lo deh, As."

"Yaelah Pah, gue kayak apaan aja." Apaan coba! Ngenes banget aku, benar-benar seperti gadis yang tidak laku! Sampai harus dicarikan teman untuk pendamping liburan. Hey! Aku nggak semenyedihkan itu!

"Terserah lo mau milih ngajakin Yoga apa gue yang ajak Andre?" Tapi aku tidak mungkin mengajak Yoga, sungguh aku tidak tega memberinya harapan-harapan kosong ... lagi! Sudah dapat dipastikan bahwa Yoga pasti mau jika aku mengajaknya tapi aku sudah terlalu banyak memberinya sakit, mungkin aku akan memilih Andre saja daripada harus mengorbankan perasaan Yoga demi aku.

***

Memang apa yang dikatakan Ulpah benar adanya. Andre ini sangat tampan, dengan kaos putih sebagai dalaman dan dipadukan dengan kemeja flanel, jeans biru, serta sneakers putih, sungguh tampan sekali Andre dan aku mulai menatapnya penuh minat.

Minatku terhadap Andre hanya bertahan selama beberapa jam saja, atau menit? Entahlah, karena aku tidak melihat dan menghitung waktu, penilaianku terhadap Andre turun drastis karena wajah tampannya tidak dibarengi dengan sifat ramahnya. Terhitung dalam beberapa jam, aku berbicara dengan Andre dapat dihitung dalam hitungan satu tangan, yang berarti tak lebih dari lima pertanyaan dan jawaban. Bayangkan! Tak lebih dari lima!

"Ndre, kenalin sahabat gue, namanya Astuti. As, kenalin, ini Andre."

"Andre," ucapnya dengan mengulurkan tangannya ke arahku. Aku menerima uluran tangan itu sambil menyebutkan namaku, "Astuti." Ah iya, aku sampai lupa mengenalkan diriku. Aku Setia Astuti, atau biasa dipanggil Astuti. Kata sahabat dan teman-temanku, aku cantik. Kulitku berwarna kuning langsat dengan tinggi badan 163 cm dan berat badan 55 kg. Ukuran bra? 36 B! tidak terlalu memalukanlah sebagai gadis. Berbanding terbalik dengan mataku, sipit! Padahal aku bukan keturunan Chinese atau Korea. Aku juga tak mempunyai lipatan kelopak mata yang membuatku susah saat memakai eyeliner.

"Udah ya, ngobrol-ngobrol dulu deh kalian, gue mau nemenin Ipung dulu. Baik-baik kalian."

Ulpah undur diri setelah itu, menghampiri pacarnya yang sibuk dengan bagasi mobil.

"Temennya Ulpah, Mbak?" Hadeh! Cakep-cakep budek apa ya? Nggak denger apa tadi Ulpah ngenalin aku sebagai sahabatnya? Tapi sedetik kemudian aku sadar, mungkin Andre hanya basa-basi untuk membuka percakapan kami.

"Masnya, siapanya Ulpah? Kok nggak pernah dengar Ulpah punya temen namanya Andre."

Yaelah, As, sama aja odongnya lo sama Andre! Kesannya kepo banget deh lo, As, batinku. Eh, tapikan memang benar adanya, Ulpah nggak pernah sekalipun bercerita soal Andre.

"Saya temennya Ulpah Mbak." Udah? Gitu aja? Yaelah Mas, tanyain gue apa gitu, kek.

"Oh, temennya ya Mas." Aku sungguh bingung harus bertanya apa pada Andre, hanya kata itu yang ada di otakku, kali aja Andre mengajakku ngobrol setelah ini.

"Iya, Mbak." Aku menunggu sampai beberapa menit, mungkin Andre sedang berpikir untuk mengajukan pertanyaan padaku, tapi setelah kutunggu selama lima menit tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir merah dengan kumis tipis di atasnya. Alih-alih mengajakku berbincang, Andre malah membuka ponselnya di depanku. Asem! Aku dicuekin!

Gini nih, nggak enaknya jadi jomblo. Disaat kamu antusias dan mengharapkan lebih karena akan dikenalkan dengan pria tampan yang berpotensi membuatmu baper akut tapi setelah kenalan reaksi yang ditunjukan tidak seperti apa yang kamu harapkan.

Aku mendengar Ghina berteriak memanggil kami semua untuk berangkat. Tidak ada obrolan seru antara aku dan Andre. Aku bertanya satu napas, Andre menjawab satu napas pula, begitu sebaliknya. Aku lebih banyak mendengarkan Ghina dan Bayu saling lemparkan candaan yang membuatku iri di kursi belakang.

Kami dibagi menjadi dua mobil, aku dan Andre satu mobil dengan Ghina dan Bayu menggunakan mobilnya Andre. Sedangkan, Atik, Tissa dan Ulpah berserta pacarnya masing-masing satu mobil menggunakan mobilnya Bayu. Bayu memang memilih menjadi penumpang daripada memegang kendali mobil.

Aku hanya memandang jendela sambil memasang earphone pada telingaku, mengabaikan kenyataan bahwa aku satu mobil dengan pasangan suami-istri dan satu orang pria tampan yang cuek. Aku tidak tau apakah Andre memang pria yang cuek atau memang dia tidak ingin dekat denganku.

***

Kami sampai di Magelang pukul 09.53 WIB, tujuan pertama kami adalah Candi Borobudur. Ghina dan Atik yang paling bersemangat, sedangkan yang paling malas tentu saja aku. Aku menatap iri sahabat-sahabatku, mereka berjalan sambil bergandengan tangan, memang mereka selalu mengajakku berbicara tapi tetap saja rasanya tidak enak. Sedangkan, Andre sibuk dengan kameranya tanpa perduli dengan aku.

Disaat seperti inilah yang paling menyakitkan bagi jomblo. Melihat sahabat-sahabatmu bergandengan sambil bercanda satu sama lain, sang pria rela membawakan tas pacarnya, atau mengambil bunga yang jatuh di taman dan memberikannya pada pacarnya, memberi minuman, hal-hal kecil seperti itulah yang membuatku iri.

Aku sangat ingin melupakan kenangan Boncu 'mantanku' yang sudah berada terlalu dalam di hatiku. Kami putus karena jadwal kami yang selalu berbenturan, Boncu yang sibuk kerja hingga tak pernah mengajakku pergi sedangkan aku yang selalu ingin bertemu dengan Boncu.

Mungkin jika hanya sibuk, bisa diatasi tapi selain sibuk Boncu juga super cuek, jarang menghubungiku ataupun mengucapkan sayang. Karena waktu yang sulit serta komunikasi yang seadanya itulah, Boncu memutuskan untuk mengakhiri cintanya padaku.

Sebenarnya aku tidak ingin mengakhiri hubunganku dengan Boncu tapi sepertinya keputusan Boncu sudah final dan aku hanya bisa menerima dengan hati terluka. Beberapa hari bahkan minggu setelah aku putus dengan Boncu, yang kulakukan hanya menyendiri dan menyendiri, selalu ada tisu dalam tasku karena aku masih sering menangis tiba-tiba jika ingat Boncu.

Sahabat-sahabatku selalu memberi semangat, selalu menghiburku dengan candaan mereka tapi usaha mereka tak dapat mengubah hariku yang kelam menjadi cerah. Biasanya, aku hanya tersenyum, mencoba menenangkan sahabatku bahwa aku baik-baik saja.

Karena kenangan Boncu itulah yang membuatku susah untuk memulai menerima cerita baru. Yang paling bisa bertahan dari semuanya adalah Yoga, tetap memberikan perhatian-perhatian kecil tapi manis, mengantarkanku pulang dengan menaiki motornya dan menjagaku di belakang sedangkan aku dengan motorku sendiri. Jika tidak ada kenangan Boncu, mungkin aku sudah menerima Yoga.

Aku menyukai Yoga, sebagai teman atau teman dekat tapi apa yang dilakukan oleh Yoga belum bisa menghapus kenangan yang telah digoreskan oleh Boncu. Secara tidak langsung, aku telah menyakiti Yoga dengan selalu menerima perhatian-perhatiannya.

***

Kami memutuskan untuk mengisi perut sebelum menuju lokasi selanjutnya. Resto yang menjual berbagai penyet lah yang menjadi pilihan kami. Awal masuk resto ini, kami sudah disuguhkan dengan suasana khas jawa dengan ukiran-ukiran jepara yang ada di setiap sudut ruangan. Meja dan kursi berjajar rapi, warna hijau juga mendominasi resto ini. Aku menyukai tempat ini dan semoga masakan mereka juga enak.

Ketika makan dengan pasangan-pasangan yang dimabuk cinta juga adalah saat paling menyakitkan bagi seorang jones. Aku melihat Bayu yang dengan manisnya menyingkirkan remahan kremes di bibirnya Ghina, Ipung yang menyuapi Ulpah dengan bebek kremesnya -Ulpah makan ayam-, Dadan yang merelakan minumnya dihabiskan oleh Atik karena pedas yang akhirnya Dadan harus menahan rasa pedas sampai pesanannya datang. Atau Angga yang rela meniupkan napasnya untuk mendinginkan bebek goreng yang dipesan Tissa.

Andre? Andre makan dalam diam sambil memainkan ponselnya sesekali dengan tangan kirinya.

Aku menghela napas kasar, begitu ingin meninggalkan mereka semua. Bukan karena aku tidak senang pergi berlibur dengan mereka tapi entahlah, yang kurasakan sungguh sangat menyakitkan. Aku tidak tau jika rasanya akan sesakit ini karena aku sebenarnya sering makan bersama mereka yang berpasangan. Mungkin karena saat ini dalam suasana liburan, membuatku sangat menginginkan adanya pria yang memberiku perhatian seperti layaknya sahabatku. Dan lagi-lagi aku hanya menghembuskan napas dengan kasar dan mengumpat dalam hati. Arghhh!

Setelah makan dengan suasana yang ngenes, tentu saja hanya bagiku karena bagi mereka tadi adalah makan yang menyenangkan. Masakan yang dihasilkan dari resto itu enak, cocok dengan lidahku bahkan jika aku kembali ke Magelang, aku akan menyempatkan waktu untuk makan di resto itu tadi.

Pukul 13.40 WIB kami meninggalkan Resto dan beralih menuju pantai Indrayanti. Perjalanan menempuh waktu selama kurang lebih 2 jam, pada saat sampai di sana suasananya sungguh sangat tepat bagi mereka yang berpasangan. Seperti biasanya, Andre lebih sibuk dengan kameranya dan aku lebih memilih duduk di kedai yang menjual berbagai makanan instan dan kelapa muda. Aku minum air kelapa dengan sesekali mengobrol dengan ibu pemilik saung ini.
Aku melihat sahabat-sahabatku yang tertawa lepas, berkerjaran dengan pacarnya masing masing, mendorong pacarnya di dalam pantai dan berakhir dengan pelukan hangat. Aku ikut senang dan bahagia melihat sahabat-sabahatku menemukan kebagiaannya. Walaupun aku merasa miris, sedih dan ngenes karena tidak bisa seperti mereka. Arghhh! Aku juga ingin seperti itu! Sangat!

Tiba-tiba bayangan Yoga melintas di kepalaku. Seandainya aku menerima Yoga dan mencoba membuka hatiku untuk Yoga mungkin aku bisa seperti sahabatku. Seandainya aku menerima Yoga mungkin aku tidak kesepian di sini. Entah mengapa otakku penuh dengan Yoga dan melupakan Boncu untuk saat ini.

Mungkin memang sebenarnya aku siap menerima Yoga tapi aku terpaku oleh Boncu sehingga itu semua menutupi rasaku terhadap Yoga. Sedikit perasaan menyesal menghampiriku ketika ingat aku menolak Yoga berkali-kali, menutup mata dan telinga ketika Yoga kecewa karena aku tidak peka. Menolak perhatian-perhatiannya dan menyuruhnya pergi padahal Yoga sudah rela menjagaku.

Dari sini aku menyadari satu hal, bahwa terlalu terpaku dengan masa lalu tidak akan membuatmu maju, dan malah membuatmu terpuruk dalam waktu yang hanya kamu sendiri yang tau. Aku ingin berjalan maju! Aku ingin punya pacar yang selalu memberiku perhatian! Aku tidak ingin menyandang predikat jones lebih lama lagi! Aku tidak ingin sendiri! Aku sudah cukup tersakiti sebagai jones! Aku tidak mau lagi merasakan sakitnya menjadi jones! Aku tidak mau sendiri lagi!

Selepas pulang dari sini akan aku katakan padanya bahwa aku ingin memulai membuka hatiku untuk Yoga, seorang yang selalu ada di sampingku setiap saat, seorang yang selalu memberikan kasih sayangnya walaupun ditolak berkali-kali, seorang yang berusaha membuatku tersenyum di saat terpuruk, menjagaku tanpa kenal lelah dan tanpa mengharapkan imbalan berupa perhatian. Tanpa berpikir dua kali, aku mengeluarkan ponsel dan menekan nama Yoga pada ponselku. Kutunggu sampai beberapa deringan hingga suara Yoga memenuhi speaker.

"Yoga, bisa bertemu besok di kampus."

***END

AndiAR22 whiteghostwriter. glbyvyn NisaAtfiatmico irmaharyuni c2_anin deanakhmad Nona_Vannie megaoktaviasd umaya_afs primamutiara_ Icha_rizfia rachmahwahyu WindaZizty 0nly_Reader summerlove_12 bettaderogers Vielnade28

iamtrhnf spoudyoo TriyaRin Reia_ariadne TiaraWales beingacid nurul_cahaya somenaa realAmeilyaM FairyGodmother3 destiianaa opicepaka RaihanaKSnowflake umenosekai aizawa_yuki666

veaaprilia MethaSaja sicuteaabis brynamahestri EnggarMawarni, NyayuSilviaArnaz xxgyuu SerAyue Bae-nih Nurr_Salma Intanrsvln YuiKoyuri HeraUzuchii holladollam JuliaRosyad9 fffttmh AnjaniAjha Jagermaster CantikaYukavers

demimoy Riaa_Raiye

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro