Bab 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Pesta di kediam Chaterine Phaloe hari ini. Sejak siang aku di oper ke sama sini. Aku benar-benar lelah, bahkan sebelum pesta. Di tambah Laya yang sepertinya menikmati penderitaanku. Sesekali aku mendengar dia tertawa seperti nenek sihir di telingaku.

"Gaun yang bagus, jadi ini gaun pasangan dengan Yang Mulia," gumam Laya yang sedang merapikan gaunku.

Di kerajaan ini memakai pakaian yang sama dengan pasangannya adalah hal yang umum, malah diharuskan. Tidak kusangka seorang Raja juga harus mengikuti hal itu. Aku bisa membayangkan bagaimana wajah patah hati melihatku memakai gaun yang berpasangan dengan Raja. Apalagi Eletra, kita lihat bagaimana ekpresinya nanti.

"Jangan terlalu senang, awas saja jika kau jatuh ketika berdansa," ejek Laya.

"Cuma kau yang bicara kurang ajar seperti itu di depanku," sinisku.

Dia mengerutkan dahinya. "Bukannya kau akan merinding jika mendengarku bicara formal atau berlangganan anggun seperti bangsawan?"

Aku tertawa, memang benar. Dia tidak pantas jika harus bertingkah lemah lembut seperti Lilia. Apalagi berlagak bangsawan. Andaikan Laya seorang putri bangsawan, dia pasti akan sejenis Eletra. Anak bangsawan tukang gosip dan mengincar kekasih orang, atau mungkin menjadi penindas.

"Tolong jangan bayangkan aku sebagai tokoh antagonis," ujar Laya dengan wajah datar.

"Maaf, kau terlalu baik untuk peran protagonis."

"Nona, bisakah anda melihat ke kaca dulu?" Dia tercengir sambil menyodorkan kaca besar ke araku. Memang cuma dia yang berani menghinaku seperti ini.

Akhirnya aku selesai memakai gaun. Sejak kapan aku terbiasa menggunakan gaun yang memakan waktu berjam-jam. Aku keluar dari kamar, diikuti Lilia yang akan menemaniku di pesta nanti. Akhir-akhir ini aku melihat Giana sering diam, apa harus kupecat saja ya. Akan ku fikirin itu nanti, sekarang waktunya pesta dansaku yang pertama di kerajaan Matahari.

Kereta berbentuk labu putih sudah menunggu di luar istana. Kereta yang sama seperti yang kugunakan saat ke kerajaan Matahari. Di sana nampak Eren yang memakao setelan berwarna merah hitam, sama seperti gaun yang kugunakan sekarang. Dia terlihat sangat tampan, memang visual pria-pria di sini membengongkan.

"Malam yang Mulia, maaf membuat anda menunggu lama," ujarku.

Dia terbelangak melihatku, pipinya sedikit memerah. Aku tahu, dia pasti terpesona dengan kecantikanku malam ini. Aku tersenyum padanya, membuat dia langsung memalingkan wajah karena tersipu malu.

Eren mengulurkan tangannya padaku. "Kau nampak cantik malam ini," ujarnya.

"Tentu saja, memang aku yang paling cantik di kerajaan ini," jawabku dengan percaya diri. Aku memegang tangannya. Dia menarikku masuk ke kereta kuda.

Sesaat aku mendengar tawa kecil darinya. "Kau terlalu cantik untuk hidup di dunia nyata."

Aku merengutkan dahi. "Apa itu pujian? Atau sebelaliknya."

"Hmm entahlah," jawabnya dengan cekikikan.

Aku tidak banyak bicara lagi padanya selama perjalanannya. Bahkan di kereta dia masih terus melihat dokumen-dokumen. Aku tahu pekerjaannya banyak, tapi dia bukan sengaja mengabaikannku kan? Sesekali aku meliriknya, dia benar-benar sangat cool, aku merasa tertampar visual. Tiba-tiba aku teringat bahwa kemarin aku tidur di pundaknya dan dia membawaku ke kamar. Aaaa, kenapa rasanya sangat memalukan.

"Kau tidak apa?" Tanyanya padaku.

"Hmm, aku hanya gugup ke pesta pertamaku," dalihku. Walau sebenarnya tidak.

Eren meletakkan kertas yang ia bawa tadi. Dia mengulurkan tangannya, dan memegang tanganku. Pipiku langsung memerahkan, apalagi dia menatapku dengan wajah itu. Eren mengecup punggung tanganku, seketika fikiranku langsung kosong.

"Curang, kau melakukannya dengan wajah itu," gumamku pelan.

Dia menatapku, padahal aku sudah bicara sangat pelan, tapi dia tetap saja mendengarku. "Lalu kau ingin aku melakukan lebih dari ini?" Ia tersenyum dengan wajah yang ia dekatakan padaku.

Tolong, aku perempuan normal yang bisa jantung melihat pria tampan. Setidaknya jika peduli padaku, jangan buat jantungku copot karena wajahmu. Lagipula kenapa aku seperti ini sekarang, aku curiga dengan minum yang diberikan Laya sebelum aku pergi tadi.

Aku merasakan hembusan nafas di wajahku. Eren semakin mendekatiku. Aku tidak bisa apa-apa karena terpojok di ujung kereta kuda. Bibirnya mendekati bibirku. Gawat ini bahaya untukku. Tanpa sadar aku menutup kedua mataku.

Cup … Sebuah kecupan mendarat di keningku. Aku membuka mata, dan melihat Eren yang terkekeh sambil menatapku.

"Apa kau berharap sesuatu yang lain?" Godanya padaku.

Aku mendengus kesal sambil memalingkan wajah. "Tidak ada, jangan terlalu berharap."

Aku masih bisa mendengar dia terkekeh. Hingga tak lama kami sampai ke kediaman Phaloe,tempat pesta dansa di adakan. Eren keluar dulun, lalu seperti biasa, dia membantuku turun dari kereta. Aku masih mengerutkan wajah bahkan setelah aku turun dari kereta. Aku segera melepas tanganku padanya, tapi dia kembali menggandengku.

"Bukankah lebih baik seperti ini?" Ujarnya dengan santai.

Aku tidak setuju, apalagi setelah kejadian di dalam kereta. Dan aku masih terus tidak tahan ketika melihat wajahnya. Tapi membayangkan bagaimana wajah wanita lain seperti Eletra cemburu melihatku mesra dengan Eren adalah hal yang kunantikan. Aku menggandeng lengannya, ini lebih baik daripada saling bergandengan tangan.

"Yang Mulia Raja dan Putri Milica Amunrain memasukkan Aula!" Teriak seorang penyambutan tamu yang melihat kami datang.

Aku merasa seperti selebriti, semua sorot mata tertuju padaku. Walau aku tahu, 20% terpesona melihat kami, 70% sebenarnya sedang ingin menghujat, dan sisanya tifak peduli. Atmosfer 70% itu terasa pekat, rasanya memuakan. Aku lupa kenapa aku benci acara para bangsawan.

"Bisakah anda tetap bersamaku malam ini," bisikku. Karena sekali Eren pergi, akan banyak yang datang mendekatiku dengan bermacam modus.

Eren melirikku, "Baiklah."

Seorang wanita mendekati kami. Wanita bergaun hijau dengan rambut ikal coklat tua. Dia adalah tokoh utama dalam pesta ini, Chaterine Phaloe.

"Sebuah kehormatan Yang Mulia dan Tuan putri datang ke acara saya," ujarnya.

Aku tersenyum, "Terima kasih juga telah mengundang saya Nona Phaloe."

"Kalau begitu selamat menikmati pestanya Yang mulia dan Tuan putri."

"Tentu."

Dia melangkah pergi, padahal aku mau mengajaknya sebagai orangku. Karena dia akan menjadi tokoh wanita penting di benua ini. Tapi bagaimana cara mendekatinya jika dia sibuk ke sana sini menyambut para tamu.

"Apa sekarang kau lebih tertarik pada wanita daripadaku?" Pertanyaan Eren mengejutkanku.

"Aku hanya sedang memikirkan sesuatu," acuhku. Sial, kejadian di kereta tadi bertebaran di kepalaku.

"Mau berdansa?" Tanyanya.

Aku melihat beberapa pasangan yang sedag berdansa di tengah aula. Aku pernah mendapat latian dansa ketika di kerajaan Hujan. Aku juga pernah les balet, dan berdansa dengan seseorang di atas panggung. Tapi ini dansa pertamaku di pesta, apalagi pasangan Raja Matahari. Aku merasa sedikit ragu, jika aku membuat kesalahan pasti akan banyak orang yang mengejekku.

"Jangan khawatir, aku akan membantumu," bisiknya.

Aku menghela nafas, menolak ajakan dansa dari seseorang terutama Raja adalah tindakan tidak sopan. Apa boleh buat, kita tidak akan tahu hasilnya kalau tidak mencoba. Aku memegang tangannya, dan berjalan menuju tengah aula.

Belum apa-apa sudah banyak sorot mata yangan melihatku. Satu tanganku memegang bahunya, dan satu lagi tangannya. Eren merangkul pinggangku, lalu mulai bergerak sesuai iringan musik. Hmmm, awal yang tidak buruk. Rasanya aku bisa melakukan dansa yang sempurna dengan tenang.

Aku tersenyum, dan mempercepat ritme dansaku. Tubuhku sudah terbiasa menari, sehingga aku bisa bergetar dengan lentur. Seperti yang kuduga, Eren sangat hebat berdansa. Namun tidak masalah, ini mudah bagiku. Aku memutar tubuhku, dan Eren kembali menangkapku. Padahal banyak pasangan yang menarik di sekitar kami, tapi rasanya tempat ini hanya  milik kami berdua.

Musik berhenti, dan kamipun menghentikan dansa ini. Kami saling memberi hormat satu sama lain. Di sambut dengan tepukan tangan orang-orang yang melihat. Aku tersenyum ke arah Eren, diapun juga.

"Kau tidak seburuk yang ku kira," ujarnya.

"Mana mungkin aku mempermalukan diriku sendiri," jawabku sinis.

Sekilas aku melirik ke arah lain. Melihat kumpulan wanita di sana yang terang-terangan menatapku dengan kecemburuan. Aku seperti ingin tertawa jahat sekarang. Ekpresi iri seperti tidak terima orang lain mendapatkan hal yang mereka mau, aku sangat suka ekpresi itu di wajah Eletra.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro