Bab 20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Perkenalankan saya Dayang tuan Putri Milica Amunrain," tundukku dengan anggun.

Luv, kstaria pribadi Raja Eren menatapku dengan tajam. Jika diinginkan, ini pertemuan pertamaku di sini. Kami pernah bertemu, tapi dia jelas tidak ingat.

"Apa tidak masalah dayang Tuan Putri memakai penutup wajah seperti mu?" Tanyanya ketus.

Bukan dia yang mengatakan itu. "Saya hanya memperlihatkan wajah saya pada orang terdekat. Karena ini bagian dari keyakinan saya. Dan lagi, saya merupakan orang yang Mulia Raja." Untuk apa basa-basi. Dia pasti tahu soal itu.

Dia menatapku dengan sinis. "Bukan berarti aku tidak mengawasimu."

Aku tertawa kecil. "Jangan terlalu membuang tenaga tuan, saya tahu anda punya banyak pekerjaan."

Tangannya mengepal, dan dahinya mengerut. Dia memang orang yang mudah emosian. Apalagi berhadapan dengan orang penjilat sepertiku. Bukan mauku juga berada di posisi ini. Ada alasan yang tidak akan bisa dimengerti siapapun, termaksud Milica. Bagaimana pun aku harus tetap ada di istana ini.

"Wah, apa ini pertamuan rahasia antara kstaria dan dayang?" Ujar seseorang.

Zeron berjalan mendekati kami berdua. Seperti biasa, dia tersenyum dengan cara yang memuakan. Semua yang melihat senyumannya pasti tahu itu bukan senyum tulus.

"Maaf yang Mulia, kami tidak sengaja berpakaian. Saya permisi dulu," seru Luv, dia melangkah pergi meninggalkan aku dengan iblis ini.

Aku menghela nafas panjang, tidak ada gunanya berlama-lama dengan orang seperti ini. Tapi aku tidak bisa pergi jika dia terus menatapnya. Dari tatapannya, sepertinya dia mendengar pembicaraanku dengan Luv.

"Apa ada yang tuan ingin sampaikan pada saya?" Tanyaku dengan nada lembut.

"Kau sepertinya nyaman di sisi tuan putri."

"Tentu saja, kami sudah berteman lama sebelum tuan putri di sini."

"Kudengar dia sering menampar dan memukulmu. Tapi kau nampak baik-baik saja." Dia meletakkan tangannya ke atas kepalaku.

Mana mungkin kukatakan padanya jika itu hanya drama biasa untuk menakuti para mata-mata. "Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya. Kenapa tuan tidak khawatir terhadap Giana, bukannya anda yang mengirimnya ke sisi tuan putri?"

"Kau selalu terus terang," dia menyingkirkan tangannya dariku.

"Sebenarnya tuan putri tidak pernah memukul saya dengan serius. Tapi saya khawatir, bukankah anda terlalu keras pada Giana. Tubuh gadis itu sepertinya tidak akan bertahan lama jika anda terus melukainya."

Aku sudah tahu sejak lama. Pertama kali melihat Giana aku sadar, ada hal yang tidak beres. Dia berusaha bertingkah normal sebagai gadis mata-mata lugu di depan Milica. Tapi saar diluar, dia berjalan pincang sambil sesekali merintih kesakitan. Aku pernah melihat belakang kakinya yang penuh dengan luka cambukan. Dan beberapa luka sama, dengan yang dimiliki oleh pelayan di istana Milica, mereka semua adalah orang-orang Zeron.

"Bukankah anda terlalu kejam pada orang anda?" Lanjutku sambil menyengir.

"Kau benar, terkadang aku bertingkah berlebihan." Dia mengejutkannku, ketika wajahnya tiba-tiba mendekat padaku. Senyuman itu kembali nampak di wajahnya. "Tapi sampai sekarang aku masih bisa tahan untuk tidak membuka penutup wajah ini, walau aku ingin." Dia memegang ujung cadarku yang panjang, lalu menciumnya dengan sorot mata ke arahku.

Aku langsung mundur, tapi tidak bisa lebih dari satu langkah. Dia masih memegang cadarku, dan hanya perlu satu tarikan pelan, dia bisa melepasnya dariku.

"Tidak ada keuntungan bagi tuan untuk tahu bagaimana wajahku," ujarku.

"Sekali lagi kau benar," akhirnya ia melepaskannya. "Kau orang yang mulia Raja, padahal dari awal aku duluan yang ingin memilikimu."

Apa maksudnya, kenapa dia terus tersenyum merendahkanku seperti itu. "Apa anda menganggap saya sebagai wanita murahan?" Aku merasa kesal karena senyuman itu. "Semoga anda tidak lupa, saya pernah menemani Anda minum."

Dia memasang ekpresi yang tidak terlalu terkejut. "Ternyata kau benar-benar tahu itu aku. Aku menyesal memukul gadis itu karena kufikir berbohong. Tapi kenapa kau berbicara santai padaku saat itu?"

"Bukankah tuan tidak ingin dikenali sebagai seorang Duke?"

Dia tertawa kecil. "Kau benar, rasanya aku ingin membawamu sekarang. Apa dizinkan?" Dia menatapku dengan tajam.

Aku menelan ludah berat, udara di sekitar terasa dingin. Aku meraba di balik pakaiannku, syukuran aku masih membawa beberapa senjata. Selama aku membawa ini, aku tidak perlu khawatir walau dihadapanku seorang Duke tirani yang kejam.

Dia melihat tanganku, ia lalu memegangnya. Aku berusaha memberontak, tapi genggaman sangat kuat. Dia tersenyum sambil menatapku, sebelum aku dia mencium punggung tangannku. Lagi-lagi aku merasa merinding karenanya. Kenapa dia terus bersikap seperti ini padaku? Padahal sebelumnya dia tidak tertarik pada wanita, apalagi seorang dayang sepertiku.

"Kau tahu, perempuan dengan bau perak sangat menggoda," godanya.

Senjata yang kupunyai semua terbuat dari perak. Jadi dia tahu bahwa aku menyimpan senjata di balik pakaiannku. Selama ini aku terlalu meremehkanku Zeron. Walaupun aku sebenarnya mengincarnya, tapi aku hanya berusaha menjauhkannya dari Milica. Aku tidak menyangka dia akan sedekat ini denganku. Entah mengapa ini terasa menakutkan.

"Aku penasaran wajah takutmu di balik kain ini," bisiknya tempat di telingaku. Dia membelai keningku. "Jangan takut, aku tidak akan membunuhmu, walau kau berada di sisi lainku."

Situasi macam apa ini. Dia memegang tanganku, tangan satu lagi terus mengelus keningku. Kepalanya mendekat padaku, bahkan aku bisa mendengar suara nafasnya. Sebenarnya ini adegan yang romantis, tapi bagiku terasa seperti genre horor.

Aku mendorongnya, aku sudah tidak tahan dia mempermainkanku seperti ini. Dia malah tertawa melihat, dia benar-benar sudah gila. Mau dia duke atau apa, aku tidak suka ada orang yang melewati batas seperti ini. Bisa-bisanya dia menikmati situasi ini.

"Saya tidak peduli siapa anda, tapi bukankah ini kurang ajar tuan?" Sinisku.

"Aku sedang menahan diri saat ini. Jika aku kelewatan, aku benar-benar akan melepas kain itu dari wajahmu."

Aku tahu dia sudah penasaran dengan wajahku sejak pertama kali bertemu. Dan bukan hanya dia saja yang ingin tahu bagaimana rupaku. Sejauh ini aku tidak membuat seorangpun melihat wajahku. Bukan tanpa alasan, aku takut seseorang mengenaliku, itu hal yang merepotkan. Hanya Milica saja yang kuperlihatkan bagaimana wajahku.

"Apa tuan berhenti menggodaku saat melihat wajahku?" Ujarku.

"Ehh… Memangnya kau akan membukanya?"

"Ada yang bilang, mainkan yang kau inginkanka akan terasa bosan saat kau mendapatkannya. Sebenarnya ini bukan hal yang berharga, tapi jika hanya satu kali saja tidak masalah."

Dia menyipitkan mata dan menyengir. "Apa yang kau Maksud?"

Matanya langsung terbuka lebar saat ku tarik cadar yang ku kenakan. Ku jatuhkan kain yang ia ingin lepaskan dari tadi. Aku hanya bisa memalingkan tatapan, dan tidak mau melihat bagaimana ekpresinya saat ini.

"Apa anda sudah puas?" Gertakku. Dia tidak menjawab, dan aku juga tidak mau menatapnya. Aku kembali menutup wajahku. "Sebagai gantinya aku harap anda menarik semua mata-mata di sisi tuan putri. Kalau begitu sata pergi dulu."

Aku meninggalkan Zeron, aku hanya berharap dia tidak mengganguku lagi dengan alasan ingin membuka cadarku. Sekarang dia sudah melihatnya, dan aku ingat, dia bukan orang yang dengan mudah melepas targetnya. Untuk kalimat terakhir tadi, aku hanya bercanda. Orang seperti dia mana mau merugi cukup besar hanya untuk melihat wajah seorang dayang.

Tapi esoknya, semua hipotesisku yang terakhir langsung terpatahkan. Aku tidak henti mengatur nafasku saat mengetahuinya hal besar yang sedang terjadi di istana Milica.

"Giana dan beberapa pelayan mengundurkan diri. Sangat aneh, bukannya mereka semua mata-mata Zeron," ujar Milica dengan lugu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro