XVIII: You Lied

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 18:
Buat tulisan yang diakhiri dengan kalimat, "Mencintaimu sama seperti menggenggam angan kosong."

Mau sekeras apa pun usahaku untuk selalu tampil menonjol di depanmu, responsmu akan selalu sama, menatapku tanpa binar ketertarikan, lantas berbicara padaku tanpa ada nada tulus.

Aku seringkali bertanya. Apa sih kekuranganku di matamu? Kenapa kau tak pernah mengapresiasi usahaku? Kenapa hatimu sekeras baja? Sulit untuk kutembus.

Mungkin seantero sekolah melihat kita sebagai sepasang kekasih yang mencintai satu sama lain. Namun, kenyataannya hanya aku yang mencintai. Sedangkan engkau? Sulit kutebak isi hatimu, keinginanmu, dan apa diriku cukup menarik bagimu.

Kini kau tengah berada di sampingku. Memakan burger dengan ekspresi tak acuh sambil aku memulai siaran langsung dari ponselmu biar seisi sekolah tahu bahwa kamu memang milikku, bukan perempuan yang lain.

Aku asyik menyapa kawan-kawan kita yang tengah menonton siaran langsung kami, dan juga membalas komen-komen penuh suka cita, ada yang meminta ditraktir, ada yang sekadar singgah untuk mengucapkan selamat karena kami telah resmi menjadi sepasang kekasih.

Seseorang masuk ke siaran langsung kami, dan seperti sebelum-sebelumnya, aku berusaha menyambutnya dengan ramah. Lantas saat kusebut namanya, kepalamu refleks menoleh, aku tahu kau berusaha menyembunyikan antusiasme, tapi binar matamu tak mampu kau dustakan. Binar itu ... layaknya binar mataku tiap kali aku bertemu denganmu, tapi tak pernah kulihat binar itu datang dari matamu padaku.

Kau melongokkan kepala, mencoba melihat siapa saja yang masuk ke siaran langsung kami. Dengan tatapan yang masih berusaha abai, kau menyusuri nama-nama akun yang muncul satu per satu. Lantas kau kembali asyik dengan makananmu.

Telanjur patah hati, aku mengakhiri siaran langsung kami.

Kukembalikan ponsel ini padamu sambil kutanya, "Bintang, beneran 'kan kemaren lo nembak gue?" Aku cengengesan.

Ia terkekeh. "Lah? Masa boong?" Ia bertanya retoris dengan seringai lebar.

"Emang lo beneran cinta?" Aku merapatkan posisi dudukku dengannya dan sedikit memiringkan kepala, hampir mengenai pundaknya.

Bintang mengacak rambutku, membuatku mengerucutkan bibir. "Ya ngapain gue nembak lo kalo nggak suka." Ia tersenyum menatapku, membuat hatiku gemas, meleleh, meleyot—terserah, pokoknya aku terpesona.

"Masa suka doang?" ujarku, masih cengengesan tak terkontrol.

Ia berdecak. "Iya, Sayang ...."

Aku salah tingkah, aku mencubit pahanya. Ia meringis kesakitan. Tangannya menindihi tanganku, mencoba menghentikan cubitan tanganku.

"Yahh, salting nih." Ia tertawa sementara pipiku mulai memerah dan aku kesulitan mengontrol senyumanku.

Aku menolak menatap wajahnya, tetapi kulihat dari sudut mataku bahwa ia tersenyum dengan matanya yang menatapku teduh. Hal itu membuatku ingin mengacak-acak dunia karena ... ayangku gemas ....

Lantas sedetik kemudian notifikasi ponselnya berbunyi, layarnya menyala menampilkan nama orang yang mengirim pesan padanya. Aku sempat mengintip untuk sekejap, tetapi ia bergegas mengambil ponselnya. Cowok itu menyalakan silent di ponselnya, lalu membalas pesan orang itu dengan senyum yang semula sempat luntur dari bibirnya.

Aku sempat membaca nama sang pengirim pesan, ia adalah orang yang sama yang membuat Bintang menoleh pada layar ponselnya kala melakukan siaran langsung tadi.

Aku tahu ....

Mencintaimu seperti menggenggam angan kosong.

Aku juga tahu, awalnya pake kamu/kau, lama-lama pake ia, lalu biar memenuhi tema, pake -mu lagi.

Yaudah ;-;

Friday, February 18th 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro