XXIII: In a Rainy Day

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 23
Masuk ke web https://www.squibler.io/random-prompt-generator. Buat cerita berdasarkan prompt yang didapat. Tidak boleh refresh atau klik generate ya

Prompt yang kudapat adalah:
He had enjoyed ten years of being totally irresponsible

Ingatanku melayang, pada sore yang tak lebih istimewa dari episode sore lainnya, yang tak biasa hanyalah hujan yang kali itu turun membasahi seisi kota. Saban-saban hari cuacanya panas, teramat terik hingga mampu membakar tengkuk. Namun, apa yang dapat diharapkan dari musim pancaroba?

Aku berderap ke teras rumah, mendapati Mama yang sedang duduk di kursi, menatapi langit kelabu, dan air yang mengalir turun melalui pipa, barangkali bertanya-tanya mengapa bulir-bulir tersebut tak terlihat ada di langit saat ia mendongak, tiba-tiba jalanan sudah dibuat basah.

Maka aku mendekatinya, duduk di kursi satunya, karena memang hanya dua, hanya untuk kami berdua. Rupanya saat itu pikirannya jauh lebih kompleks ketimbang sekadar meragukan asal air hujan. Begitu aku meletakkan bokong, mulutnya berucap melankolis, kendati air mukanya tak tampak muram, disertai tatapan yang masih menerawang ke depan.

Aku takut-takut menatapnya, segala hal berkecamuk dalam benakku. Kupikir rasa penasaranku sudah terkuras sepenuhnya, aku tak mau lagi membahas topik tersebut. Sejak dulu Mama tak mau membahasnya, dan kini, saat aku tak lagi mencecar tentang kenapa Ayah tak pernah ada di rumah, bahkan kadang sambil marah-marah, Mama malah membuka percakapan itu.

Waktu itu alasannya selalu satu, Ayah pindah kerja, ke luar kota, makanya jarang pulang, tapi aku tak senaif itu untuk menelan bulat-bulat, Mama tahu itu, tapi itu cukup untuk membungkam mulutku, pasti ada alasan mengenai hal itu yang tak ingin ia bahas.

Padahal aku ingat ... waktu itu di suatu pagi, mataku baru saja terbuka, yang ditangkap telingaku tak seindah itu.

Kudengar dari luar kamarku Mama dan Ayah saling berbicara keras, aku tak paham apa yang mereka bicarakan. Tapi, mereka terus menyebut namaku, soal pekerjaan Ayah, dan sisanya hal-hal yang tak kumengerti.

Aku yang tak ingin menginterupsi pembicaraan serius mereka hanya terus berdiam diri di kamar. Pertengkaran itu berlangsung lama hingga aku kembali tertidur dengan sendirinya.

Ketika aku terbangun lagi, kudengar suara dari arah luar itu sudah tidak ada, senyap dan sebuah isakan yang tersisa.

Aku ke luar kamar demi menemukan Mama yang tengah terdiam di ruang tamu sambil mengisak. Kuhampiri dia. Tatapan matanya kosong tapi air mata terus keluar.

Mama kemudian menghambur padaku, memelukku amat erat, meluapkan segala perasaannya dan menangis lebih keras lagi.

Malam sebelum itu terakhir kalinya aku melihat Ayah. Benar-benar terakhir kalinya hingga saat ini ... sudah sepuluh tahun berlalu.


Tahun ini per-gacha-anku lumayan wangi cerah berseri—maksudnya ga absurd, cuman akunya aja yang rada nganu.

Maaf ke belakangnya kayaknya kecepetan.

Wednesday, February 23rd 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro