XXIV: Childhood Memory

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Day 24
Buat tulisan yang mengandung tiga kata ini: Mawar Biru, Penculikan, Guru

Pernah di suatu hari yang cerah, saat aku masih duduk di kelas dua sekolah dasar, aku bermain di lapangan sekolah bersama salah satu temanku. Kami sama-sama belum dijemput. Maka kami memilih untuk berkejar-kejaran di lapangan, bodo amat soal terik matahari yang kian siang kian membakar tengkuk.

Akhirnya setelah kami sama-sama lelah dan orang tua kami ttak kunjung menjemput, kami memilih untuk pergi keluar gerbang sekolah dan membeli es cekek di sebuah warung yang tepat berada di seberang sekolah.

Sedang kami menikmati es cekek, sebuah mobil hitam besar terparkir di depan sekolah. Sebagai anak kecil yang norak, kami menunjuk-nunjuk mobil itu dan ngeyel-ngeyelan bilang bahwa kami sudah dijemput pakai mobil itu.

Mulut kami terkunci rapat kala sang pemilik mobil yang sebenarnya, yaitu seorang wanita paruh baya yang berpenampilan necis dengan atasan mirip kebaya dan bawahan celana bahan warna hitam, rambut dicepol, serta kuingat betul ia punya bros berbentuk mawar biru.

Wanita itu mengeluarkan dua buah plastik besar yang kelihatan berat dari bagasinya.

Dan yang lebih mengejutkannya lagi, wanita itu berjalan menghampiri kami yang tengah menghabiskan es cekek.

"Dek, boleh tolong bantuin Tante nggak?" tanyanya yang tentu saja mengarah pada kami.

Aku melirik temanku yang masih sibuk mengunyah es batu. Kuteguk ludahku. "Bantuin apa, Tante?"

Lalu pikiranku baru ingat nasihat Ibu tempo hari lalu, bahwa jangan mudah percaya dengan orang asing, kalau diminta sesuatu jangan langsung mau. Hal itu ia katakan lantaran maraknya penculikan anak pada masa itu, berita tentang penculikan anak benar-benar seliweran di seluruh penjuru televisi.

"Itu, bantuin bawa barang Tante," ujarnya seraya menunjuk ke arah dua plastik yang baru ia keluarkan dari bagasi mobil.

Aku kembali bertatapan dengan temanku.

"Kalian kenal Bu Sulis nggak?" Ia bertanya. Ah, itu guru Bahasa Indonesia-ku, kami pastilah tahu.

"Tahu, Tante." Kini temanku yang menjawab.

"Oke, bantuin Tante yuk!" ajaknya. Kami mengangkat bokong dan mendekati mobil itu. Sang wanita yang bau parfumnya amat semerbak itu memberikan kami plastik yang lebih kecil untuk kami bawa dengan masing-masing satu tangan.

Kami berjalan menuju ruang guru dan di sana Bu Sulis sudah menyambut kami. Rupanya ia memang memesan dagangan sang wanita yang ternyata salah satu wali murid.

Setelah membantunya, kami masing-masing diberi uang lima ribu yang kemudian langsung kubelikan gundu beserta kue lekker. Tak lama setelah itu aku dijemput Ibu dan meninggalkan temanku sendirian dengan seplastik batagornya.


Aku bener2 sampe sore ga kepikiran mau bikin apaan, so ... ya ini jadinya. Lalu aku juga badmood gara-gara nulisnya typo mulu.

Thursday, February 24th 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro