Bab 22 🔞🔞🔞

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Persetubuhan itu brutal dan panas, vulgar dan erotis, dan Pakin menikmati ekstasi yang diakibatkannya. Suara desahan napas terdengar, berbaur dengan bunyi kontol yang digosok-gosok ke dalam mulutnya. Aromanya sungguh mampu membuat nafsunya menyalak-nyalak. Mentol dari sabun dan sedikit ada wewangian yang kemungkinan dari makanan yang dikonsumsi sebelum perayaan ngentot dimulai. Pakin mengangkat kontol ke atas, lantas menyedot dua buah zakar sekaligus. Sensasinya benar-benar membuat mabuk kepayang. Butiran testis ini kenyal, kulitnya kisut dan lentur, yang ketika masuk ke dalam mulutnya, ia meleleh lembut tanpa gumpalan dan benjolan, seolah-olah Pakin tengah mengemut rambutan. Pakin sangat ingin menggigit untuk semakin merasakan dagingnya dengan gigi-giginya langsung, tapi jelas ia bakal mencelakai si pemiliki bola-bola menggemaskan ini. Ia mengisap kuat, lidahnya mempermainkan dengan takzim, liurnya membasahi tanpa cela, dan pria tersebut mendesah kencang dipermainkan oleh Pakin. Ia menjambak rambut Pakin supaya si keriwil semakin memiliki semangat juang untuk melecehkan kelaminnya. Ya ampun, kalau kayak gini, sih, jelas Pakin tidak akan bisa mundur. Iya, gas lah langsung.

Ia sedang mengendarai CB-nya, berkelana entah ke mana, berputar-putar di daerah SCBD dengan hampa yang mencekik tulang ketika Force menelepon. Ada seseorang yang ingin berkenalan, kata dia. Dan Pakin yang memang tidak memiliki rencana apa-apa malam itu setelah dengan hebatnya dihantam kekecewaan oleh Ohm dan Nanon, tanpa berpikir dua kali langsung mengarahkan kemudinya ke apartemen Force di daerah Gandaria. Orang tersebut bernama Book. Pria manis dengan tubuh ramping dan memiliki senyuman memikat hati. Jari-jarinya sedikit kurus dan lentik, tapi meskipun begitu ternyata tubuhnya indah ketika ia telanjang. Ia jelas anggota gym walaupun tidak semaniak Force, sehingga perut dan dadanya tercetak kukuh. Ia kekasih Force. Guru bersahaja yang baru datang dari Surabaya. Ingin mengenal Pakin setelah Force menceritakan keindahan malam ngewe mereka. Dan Pakin karena tergiur oleh visual pasangan kekasih itu, tanpa mikir panjang ayok aja kalau mau kentu. Sama siapa saja dia suka-suka ini, apalagi dengan laki-laki berpenis indah seperti mereka.

"Ouh... Kin, kamu mau membuat aku keluar sekarang?" Book meracau manja.

Dan Pakin suka sekali mendengarnya. Di atas kelamin Book, Pakin tersenyum lebar. Ia memegangi kontol Book, dan Pakin diam-diam mulai mengidolakan kontol guru bersahaja yang kalau ngewe bejat juga ternyata. Penis Book tidak segemuk dan gagah berani mirip kudanya Force. Ia cukup panjang, kukuh, langsing tapi padat dan berisi. Warnanya cokelat mengingatkan Pakin pada bolu kukus, pembuluh darahnya yang berwarna biru terlihat kontras di permukaan kulitnya, membentuk sulur semampang akar tunggang. Ia sangat pas di genggaman tangan Pakin. Aduh, sudahkah Pakin bilang ia suka kontol guru bersahaja ini? Ia dalam keadaan ngaceng sempurna, tapi kulitnya halus kali, kerutan-kerutannya meluncur di tangan ketika Pakin gosok-gosok, mirip kulit leher ayam, jenis-jenis kelamin sehat yang Pakin gandrungi. Pakin meniup-niup lubang pipisnya, lantas mulai melingkari kepala kontol Book dengan ujung lidahnya. Kedua tangan Pakin meremas-remas pelan testis Book, dan lidahnya yang kasap mulai menjilat-jilati batang kontolnya yang cute ini.

Book mendesah lebih keras, bersahut-sahutan dengan erangan Pakin ketika seperti orang kesetanan, Force merimming liang dubur Pakin dengan lidah. Kedua tangan Force mencengkeram pantat Pakin yang sekal, sekali-sekali ia tampar sebab mereka sungguh kencang dan mirip bulatan-bulatan moci yang terpantul-pantul di depan mukanya. Daging anus Pakin berkerut segar dengan warna merah muda, rektumnya bersih seolah sudah ia bersihkan sebelum kawin. Lidah Force meliuk-liuk di lubang itu. Teksturnya yang tebal dengan kerutan yang liat, sulit diterbos jika tidak dirangsang. Tangannya menggenggam kontol Pakin, yang ia urut-urut dan pijat-pijat. Aduh, enak banget pokoknya. Karena gemas, Force meludahi anus Pakin, kemudian ia memasukkan satu jarinya, membuat Pakin merintih ketika mulutnya penuh dengan kontol Book. Dinding rektum Pakin yang rapat langsung memeluk jari Force erat-erat mirip anak TK ketika dijemput ibunya pulang sekolah. Hangat, kencang, kesat, dan basah, mirip dada ayam di pasar pukul lima pagi.

Ini edan, ketika laki-laki itu seolah-olah memberikan semangat empat limanya untuk persanggamaan ini, segala sesuatu yang menjadi rasa malu sirna, digantikan oleh keberanian ugal-ugalan. Kadang posisinya diubah untuk mengurangi rasa bosan. Pakin mendekap Book, dan di belakangnya Force menciuminya dengan kasar sambil menyodok-nyodokkan penisnya yang pejal di lipatan bokong Pakin. Di waktu lain Force bersandar di headboard, lantas Book mengoral kontolnya, dan Pakin yang benar-benar mengidolakan selangkangan Book, merimming anus Book yang manis. Atau untuk memenuhi imajinasi yang semakin liar seiring suara desahan dan erangan tiga orang itu memenuhi apartemen, Pakin berada di tengah, di belakangnya Force melecehkan anus dan kontolnya, sementara ia memberikan ciuman membabi buta pada Book. Sekali waktu Book yang ada di bawah mengemut penis Pakin dan Force bergantian, yang dalam tempo lain ia masukkan anak-anak lugu itu ke dalam mulut bersamaan, sementara di atas, Pakin dan Force saling berciuman ganas.

Kegiatan bersetubuh itu dilakukan berkali-kali penetrasi. Dengan posisi digilir. Pakin, Force, dan Book masing-masing merasakan menjadi bottom maupun top bergantian, sampai akhirnya pukul tiga pagi mereka kelelahan dan mengakhiri kegiatan gotong-royong paling sontoloyo tersebut. Pakin menyeret tubuh telanjangnya menuruni kasur, menuju ia menyimpan celana. Dari dalam saku, ia mengeluarkan sebungkus rokok, lantas menyulutnya di balkon apartemen Force. Cigarettes after sex hit the sensuality tension itself, yang bagi Pakin seperti telah merampungkan seporsi makanan, dan tidak afdal rasanya jika tidak ditutup dengan rokok. Sebab di atas tanah, setelah Adam dilengserkan dari surga, salah satu ciptaan manusia paling edan untuk mereguk kenikmatan adalah ini; perpaduan rokok dan seks.

Malam nyaris tergelincir dari langit, digantikan subuh yang terlihat tengah bersiap-siap merekah di depan perapian. Udaranya dingin, angin kencang melibas kulitnya yang polos. Tidak berselang lama, Force dan Book bergabung dengan masing-masing rokok mereka sulut.

"Apa yang melatarbelakangi kalian mendirikan Moving to Heaven?" tembak Pakin sekonyong-konyong, mengisap kereteknya dengan khidmat.

Force menatapnya dalam, melirik ke arah Book yang tampak kaget dengan pertanyaan Pakin.

"Saya sudah yakin bahwa kamu tahu tentang hal itu ketika saya memutuskan mengundang orang tua temanmu. Mereka pasti akan meluaskan berita ini dan kamu pada akhirnya tahu."

"Nggak penting juga, kan, kenapa saya tahu kegiatan semacam itu? Saya hanya kaget saja kenapa sosok sebersahaja Mas Force, dan baru saya temui Mas Book malam ini yang dalam haribaan saya pastinya lebih introver, mampu mencetuskan kegiatan pengultusan seks seperti itu?"

Pertanyaan Pakin dibiarkan terkatung-katung. Lautan lampu Jakarta yang masih mengantuk terlihat mirip pantat kunang-kunang dari lantai tiga puluh dua ini. Suara-suara mengaji yang disetel di masjid-masjid terkampul-kampul, meliuk bersama angin fajar. Udara sedikit lembab dan basah. Awan kelabu tampak menggantung di atas.

"Yang seiring keterkejutan itu saya terima, rasa kagum muncul untuk kehebatan kalian bisa memiliki jaringan seluas itu, semenyebar itu, dari segala sektor seolah ada, tumpah ruah menjadi satu." Suara Pakin kembali terdengar. Sesekali ia menutuk batang rokoknya untuk melengserkan gerombolan abu. "Dari mana itu semua, Mas?"

"Perjalanannya memang nggak pendek, sih, Kin." Force berdeham, melempar tatapan ke depan, sedikit menerawang. "Sejak saya masih kuliah strata satu bahkan. Saya mulai mengenal banyak orang seiring kebutuhan saya dalam perkuliahan."

"Kelihatannya memang sulit untuk menjangkau orang dari berbagai aspek yang kemungkinan besar memiliki egoisme politiknya masing-masing. Terlebih jika itu berbenturan dengan moralitas dan nilai keagamaan. Tapi aku pikir, semua jabatan itu, entah rendah entah tinggi, memiliki satu garis lurus yang bisa ditarik untuk dikumpulkan dalam satu mimbar." Book memberi penjelasan. Sebelah tangannya mengusap lengan yang lain untuk mendulang rasa hangat, seraya mulutnya terampil mengisap dan mengembuskan asap rokok. "Dan garis itu bernama seks. Ia adalah hasrat yang diturunkan langsung dari pelataran surga. Seks adalah warisan purba yang dibawa dari langit sampai ke tanah, dari sebelum masehi hingga sekarang. Mungkin yang menjadi pembedanya adalah praktik dari seks itu sendiri seiring reformasi modernisasi dan melesatnya informasi. Tapi jati dirinya tetaplah sama, persanggamaan."

"Dan itulah alat kami untuk menjaring banyak pihak dalam kegiatan kami," Force menimpali. Suaranya terdengar mulai serak, dampak keseringan ia mendesah serta ngangut yang mulai menebali kelopak mata. "Kami persembahkan kegiatan seks paling tua yang belum mengenal batas norma, sosial, budaya, agama, politik dan lain-lain sebagaimana kegiatan berburu di alam liar. Kami lepas semua atribut kemanusiaan kami, dan hanya meninggalkan nafsu berahi yang lebih binatang dari binatang. Kamu mau bersetubuh dengan siapa, sesama jenis, campuran, orang tua, anak muda, dengan saudaramu sendiri, ibu bapakmu, tanpa kondom, tanpa alat kontrasepsi lainnya, benar-benar dikembalikan ke fitrah manusia sebelum mendapat banyak pengaruh. Untuk perkara kesehatan, kami berani menjamin seratus persen sebab anggota kami, kami haruskan memeriksa di laborat yang kami ajak bekerja sama."

Bulu-bulu di kulit telanjang Pakin meremang. Tidak dimungkiri penuturan Force merebakkan rasa ngeri ke seluruh tubuh. Ia sampai berpaling, mengadang mata Force dengan keterkejutan menguasai dinding retinanya.

"Dan kamu tahu, rupanya berahi purba itu ada di hampir setiap manusia. Mulanya saya hanya mengundang satu golongan, tapi kemudian seperti marketing mulut ke mulut, persetubuhan alami itu memantul dari golongan satu ke golongan yang lain, yang makin lama makin berkembang dan beranak pinak."

"Dan nggak ada yang melaporkan kegiatan ini ke pihak berwajib?"

Suara decihan Book terdengar. "Bagaimana harus melapor jika Kapolri saja menjadi anggota kami, Kin?"

Mulut Pakin terasa kering seketika. Ia menyoba mereguk ludah susah payah. Informasi ini sungguh-sungguh mengejutkan tidak terkira.

"Keluarga Istana pun anggota kami, Kin. Manusia memang diharuskan memiliki kemeja bagus untuk disorot orang banyak. Tapi manusia di mana pun berada, tetaplah manusia yang memiliki nafsu untuk disenangkan. Dan Moving to Heaven menyediakan wadah itu; memuaskan nafsu itu. Awal mula kami mendirikannya karena kami sadar bahwa baik aku maupun Force suka dengan petualangan-petualangan persetubuhan yang anomali. Kami memang saling mencintai, tapi seks jelas memiliki koridor sendiri dari cinta. Dan ternyata gayung pun bersambut. Siapa mengira banyak orang yang tertarik bergabung dan menjadikannya semacam pertemuan sekali setahun untuk membiarkan badan menjadi pendosa dalam satu malam."

"Tapi kenapa ada isu keberpihakan di sana?"

"Itu cerita lain," Force menjawab. Malam benar-benar telah melorot dari langit, dan garis fajar subuh mulai terbelah di kaki-kakinya. Suara mengaji tadi berganti menjadi tarkim. Angin masih membebat, mencubit ketelanjangan tiga pria dewasa di sana. "Awalnya memang hanya untuk pesta seks, tapi seiring perkembangan golongan yang masuk, pandangan pun mengalami pergeseran. Anggota Moving to Heaven merasa bahwa mereka dilahirkan dari rahim yang sama, sebab seperti cinta ibu yang penuh untuk buah hatinya, mereka mendapatkan itu di sini. Jadilah mereka seolah menjadi sanak famili dalam jalinan persetubuhan, yang melahirkan pemikiran seragam untuk memberikan keberpihakan kepada saudara. Kami adalah adik, mas, dan mbak dari masing-masing anggota."

"Tidakkah kalian merasa bahwa keberpihakan kalian bisa merugikan? Jika sampai memengaruhi keputusan hukum, saya rasa itu terlalu berlari jauh ke dalam. Dampaknya bukan lagi satu pihak, tapi kepercayaan masyarakat yang dibenturkan untuk saling tuding."

"Bukankah itulah hukum rimba yang masih berakar kuat di Indonesia? Tanpa adanya Moving to Heaven pun hukum tidak lebih dari kue cucur di pasar tradisional. Sangat murah dan bisa diperjualbelikan. Hukum sendiri pun memiliki keberpihakan saat ia dijatuhkan di tanah oleh Tuhan. Karena jika adil, maka kasus-kasus kemanusiaan di sini sudah rampung dari dulu. Nggak ada kasus Munir, Wiji Thukul, Marsinah, Tragedi '98, sebut kasus kemanusiaan mana lagi yang sampai sekarang belum tuntas? Indonesia adalah alam belantara, dan kami menyajikan penis dan vagina untuk disusu oleh anak-anak kami supaya mereka tumbuh dengan sehat dan bisa memenangkan pertarungan melawan musuh."

Pakin benar-benar seperti dibedil oleh tajamnya peluru kalimat Force. Mungkin inikah yang dimaksud Neo bahwa Force adalah orang yang menyeramkan? Ia adalah zona hitam, dan dari penuturannya, kemanusiaan benar-benar topeng yang selama ini ia permainkan. Pakin menelan ludah dalam. Ia sudah akan menyulut batang rokok kedua ketika tangannya digenggam oleh asdosnya tersebut.

"Kedengarannya memang saya dan Book orang menyeramkan, dan saya nggak mau menutupinya dari kamu. Tapi jelas saya nggak akan menyerangmu menggunakan kekuasaan yang saya miliki. Seperti yang pernah saya kasih tahu, saya tertarik padamu sejak pertama kali kita berjumpa. Baik saya maupun Book nggak memiliki alasan buat membuatmu menderita."

"Atau kamu mau ikut dalam perjamuan kami akhir pekan ini, Kin?" Book memberi penawaran.

Senyum Book adalah sesuatu. Ia indah dan lembut, mempertontonkan bagaimana dewasanya sosok ini. Jika Pakin tidak mendengar secara langsung keedanan pasangan tersebut, ia tidak akan percaya orang sehalus Book yang sosoknya hampir-hampir menyerupai seorang ibu, mampu menyimpan monster di balik wajah indahnya. Di antara laki-laki bangsat yang pernah ia temui di gelanggang persetubuhan, jelas Book adalah pengecualian di semua kemungkinan yang bisa terjadi. Jika ia sanggup melahirkan jabang cinta selain kepada Neo, maka Booklah pria pertama yang akan ia anugerahi setangkup cinta.

"Di antara teman hook up-ku maupun Force, kamu berbeda, dan terlalu meninggalkan bekas. Force memiliki rasa sayang yang saya pikir kamu bisa merasakannya. Di sela kesibukannya menyusun tesis dan menjadi asdos, dia masih meluangkan waktunya memberimu arahan untuk semua cerpenmu adalah bukti bahwa kamu berbeda. Kami sangat mempersilakan kamu masuk ke dalam pesta kami, Kin. Siapa tahu kamu memiliki pandangan lain setelah bergabung."

Pakin sedikit menerawang. Suara azan kini terdengar mengeluk liang kupingnya. Tangan besar Force yang masih berada di punggung tangannya, ia singkirkan supaya ia bisa melanjutkan merokok. Tapi ketika ia memantik macis, dan percikanannya yang meletik seperti bintang sebelum apinya menari di atas lubang api lahir, keinginan untuk merokok itu mengambang. Liukan api padam, Pakin memantik lagi, percikan itu berkali-kali tercipta sebelum biru dari api kembali menayub. Ia bergerak-gerak ditiup angin subuh, kemudian lesap ulang. Pakin mengulangi hal tersebut berkali-kali sampai ia merasa mampu melihat matanya terpantul di permukaan api yang sebiru blue fire di Kawah Ijen.

Keraguan berkumpar-kumpar, emosinya siang kemarin kepada kedua kawan berintegral, amarah kepada Neo bergelung-gelung, dan suara-suara hantu itu kini terdengar sangat memusuhinya. Sejak ia menawarkan proposal kepada Pakin yang tidak ia indahkan, ia merajuk bukan kepalang. Suara-suaranya yang manja mirip perawan mendapatkan darah menstruasi pertama kalinya. Segala sesuatu yang Pakin perbuat ia cela tanpa ampun. Bahkan ampunan Pakin ia balas dengan air tuba. Pakin sampai kewalahan, merasa terancam, ketakutan mengganduli tungkai-tungkai kakinya.

"Apa saja yang harus saya siapkan untuk datang ke acara itu?" Pakin bahkan bersangsi kalimat yang keluar adalah suaranya sendiri saking hebatnya ragu diderita. Ia menatap Force dan Book yang tersenyum kepadanya. Tidak ada jawaban apa-apan selain Force yang menarik tubuhnya dan melabuhkan ciuman sekarat untuk membakar tubuhnya yang menggigil. Book masuk dalam ciuman tersebut. Ketiga mulut itu saling lumat, lidah menjilat-jilat, dan persetubuhan kembali dipraktikkan di balkon sampai matahari benar-benar menetas dari rahim ibu.

Soal Pakin yang kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi itu bukanlah isapan jempol. Apalagi semenjak perseteruannya dengan Ohm dan Nanon, kemampuan itu seperti dilemahkan seiring lahirnya hantu-hantu baru yang kian menindih fokusnya. Kuliahnya lumayan berantakan, hari-harinya bisa dibilang tidak berjalan dengan baik. Ia mulai menuruti suara-suara hantu itu. Mulai melepaskan dunia tulis sebab ternyata sensasi melihat cerpennya memiliki rumah ternyata justru memunculkan kembali trauma, sampai tidak menghubungi Oma hanya sekadar menanyakan kabar. Dan sejak Oma memberitahunya bahwa Pangeran adalah dalang dari sosok bapak yang tiba-tiba merasa kehadirannya dibutuhkan hanya karena perkebunan Oma mengalami kebangkrutan, Pakin benar-benar memutus hubungan kepada Pangeran. Ia bahkan memblokir nomornya tidak tanggung-tanggung. Jadi ia sedikit kaget saja ketika kiriman makanan, bahkan peralatan yang ia butuhkan untuk bermain di atas panggung dialamatkan ke kediamannya sementara — maksudnya, tahu dari mana Pangeran tentangnya selama ini? Apakah ia sebenar-benarnya tikus yang keberadaannya diintai oleh peneliti dalam wujud Pangeran?

Seperti apa yang pernah diucapkan Luna, Pakin tidak pernah benar-benar tahu siapa Pangeran itu. Sewaktu ia bercerita kepada Fourth bahwa yang ia ketahui tentang Pangeran hanyalah punggungnya semata, Pakin tidak berbohong. Laki-laki itu hadir di masa Pakin menghilang dari kampus selama enam bulan. Berita mengejutkan yang Oma kabarkan melalui telepon membuat Pakin kehilangan seluruh kewarasan. Memorinya hilang dalam masa itu sebab guncangan rasa sakit yang mahahebat. Ia mengingat semua kejadian nahas dalam hidupnya kecuali enam bulan tersebut. Masa-masa itu seperti lubang hitam yang tidak ia ketahui berisi apa. Ia seperti tertidur setelah perjalanan panjang dari Jakarta-Bogor, dan mendadak bangun enam bulan kemudian. Ia tidak memiliki gagasan apa pun tentang enam bulan itu sebab Oma pun tidak memberinya penjelasan apa-apa selain rasa syukur yang ia kidungkan karena Pakinnya telah kembali ke rumah. Ingatan enam bulan itu benar-benar lenyap, dan hanya meninggalkan sisa bernama Punggung Pangeran yang ia bawa sampai sekarang. Yang semembabi buta apa pun Pakin menuntut penjelasan, tidak pernah bisa ia dapatkan dari sosok Pangeran. Dan hilangnya memori enam bulan itu, turut melahirkan satu hantu baru yang menemani hari-hari Pakin.

Lo serius mau ke acara pesta seks itu, Kin?

"Seperti yang lo liat, gue bahkan sudah memakai jas pemberian Book. Gue sudah sangat siap. Kenapa? Lo nggak setuju?"

Nggak ada yang bilang nggak setuju, hanya khawatir aja kalau di sana lo menemukan teman yang asyik lo jadi meninggalkan gue.

"Seperti gue bisa ninggalin lo aja. Kalau bisa ninggalin lo, bukankah udah jauh-jauh hari gue meninggalkan lo?"

Lo ada niatan meninggalkan gue? Bukankah menurut lo gue adalah kawan? Kawan yang nggak meninggalkan lo selama ini di saat orang-orang terdekat lo menyembunyikan fakta bahwa Fourth adalah anak old money yang begitu melukai ego kemiskinan lo?

"Gue nggak bilang seperti itu."

Lo memiliki tendensi ke sana. Lo dengar, ya, Kin, pertama jelas bokap lo, lalu ibu lo yang gila itu, terus Neo, kemudian Ohm dan Nanon, masih ada Fourth, mereka meninggalkan lo seorang diri. Cuma gue yang menemani lo, Kin. Cuma gue! Lo itu milik gue! Terserah lo tersiksa dengan kehadiran gue, lo itu milik gue! Cinta pertama gue yang nggak akan gue lepas seingin apa pun lo ingin melepaskan genggaman tangan.

"Gue nggak ada keinginan sama sekali untuk melepaskan lo, demi Tuhan. Bisa berhenti tantrum? Gue di sini kok. Nggak ke mana-mana."

Gimana rasanya, Kin?

"Rasanya? Rasanya apa?"

Sounds familiar, huh?

"Maksud lo? Ini seriusan gue kehilangan gagasan. Rasanya apa? Dan apanya yang familier?

Rasanya menjadi Neo yang nggak memercayai keberadaan lo bahkan ketika lo ngotot ngomong bahwa lo nggak ke mana-mana waktu di Alun-Alun Yogyakarta? Rasanya menjadi Neo yang bersikukuh nggak akan meninggalkan lo tapi nggak lo percayai? Enakkah rasanya, hum? Seperti apa rasanya? Coba cerita ke gue! Asal lo tahu, lo sekarang tak ubahnya Neo! Lo itu nggak bisa dipercaya, Kin. Lo memegang prinsip nggak pernah bisa menerima kebohongan, tapi di antara kita lo-lah pihak yang berbohong! Dari dulu sampai sekarang, lo yang berbohong, Kin. Neo, Ohm, Nanon, Drake, bahkan kepada Fourth pun lo berbohong. Nggak pernah ada satu kejujuran pun dalam diri lo. Gue sampai sangsi, apakah selamanya lo akan hidup dalam kebohongan itu dan termakan akan kelancungan-kelancungannya?

"Anjing! Lo bisa, nggak, sih — "

"Pakin?"

"Eh." Pakin tersentak ketika tiba-tiba bahunya ditepuk dari belakang. Ia menoleh dan terkejut mendapati Gelar berdiri menjulang di sana dengan suit hitam yang begitu sempurna memeluk tubuhnya yang kukuh.

"Who are you talking to?"

"Oh.... Erm...." Pakin mengedarkan pandangan, mencoba mencari-cari jawaban sebelum tersadar bahwa ia sudah sampai di check point pesta seks itu diadakan. Orang-orang yang datang tidak berduyun-duyun seperti dalam pesta pernikahan, tapi mereka datang satu per satu. Sekarang yang ada di sana hanya dia dan Gelar, dan di belakang mereka tengah berjalan sepasang laki-laki dan perempuan dalam balutan gaun yang indah. "Biasa kalau gue lagi grogi suka bicara sendiri. Lo tahu, ini kali pertama buat gue."

Gelar tersenyum. "This event is not something scary. Like I said ketika kita berlima melakukan 'itu' di hotel, kita semua terlatih and provide a safe sex experience, kok. It may seem new to you, tapi nggak ada bedanya dengan seks you've ever had. Cuma rame-rame aja gitu."

"Maha dan Ganesh ikutan juga?"

"Kebetulan we are the organizers. Jadi tenang. Relaks, okay? You have us." Ia menepuk pundak Pakin lembut, lalu mengajaknya melakukan pemeriksaan. Dua orang petugas di check point mengecek dengan disiplin sebelum meminta kedua orang itu untuk melepaskan semua pakaian. Keduanya lantas telanjang sewaktu memasuki hall utama.

Pakin bersumpah bahwa ia menyukai pesta. Hal-hal yang berhubungan dengan keramaian dan memiliki alkohol di dalamnya adalah tempat ternyaman buatnya menghabiskan waktu. Berinteraksi dengan orang baru, berkomunikasi, lalu menjalin hubungan bukanlah persoalan sukar. Jika hobi adalah hal yang dilakukan untuk mengisi waktu luang, maka sosialisasi, lebih-lebih di pesta, jelas Pakin daftarkan dalam salah satu hobi. Tapi demi Tuhan, dari banyaknya pesta yang ia kunjungi, Moving to Heaven adalah sesuatu yang mengejutkan. Ratusan manusia telanjang tumpah di gedung pertemuan yang disewa di Sheraton. Kontol dan vagina dibawa tanpa penghalang, dan lautan manusia itu ngobrol seperti tidak ada rasa rikuh. Seperti sebuah konversasi biasa. Yang membedakan bahwa semuanya dalam keadaan telanjang.

Musik dengan irama nada lembut terdengar, bersahut-sahutan dengan suara manusia yang berdengung-dengung. Segala macam alkohol ditawarkan oleh pelayan yang juga telanjang, makanan-makanan pun dihidangkan menggiurkan lidah. Seperti kata Khao, steak adalah primadona. Mulai dari tenderlion sampai tomahawk ada, yang lebih istimewanya, mereka disajikan langsung oleh para chef. Jadi imajinasi nakal melihat chef masak telanjang benar-benar diwujudkan di sini. Alih-alih melihat menggiurkannya steak, Pakin lebih tersesat melihat jembutnya chef itu yang memiliki kontol gemuk.

Gelar tertawa melihat Pakin. "Calm down, Babe. The night is still young. Ya, kali udah ngaceng aja."

"Anjing, Lar, seriusan, mungkin kalau gue seorang kolektor, gue bakal mengoleksi semua kontol di sini dan gue jadikan barang berharga yang bakal jadi koleksi pribadi gue."

Gelar menggeleng-geleng gemas.

Jika Pakin bersedia, sejak pertemuannya dengan Force malam ia melonte sampai sekarang, ia tidak akan mampu menghitung menggunakan jari berapa kali ia terkejut. Maksudnya selain ketelanjangan yang benar-benar tanpa cela di sini, fakta bahwa Gelar, Ganesh, dan Mahatma bukanlah orang biasa cukup mengguncangkan iman. Tidak ada yang mengira bahwa Gelar adalah seorang komisaris polisi, Ganesha CEO dari bank syariah, sementara Mahatma merupakan bupati di salah satu daerah. Mereka semua terlihat sangat biasa, dan begitu cabul waktu menyodominya. Siapa yang mengira bahwa bandit-bandit keparat itu adalah orang penting dengan jabatan tinggi? Rasa kagum yang tidak berdasar itu melambung untuk kehebatan Force dan Book menebarkan jaring. Jika mereka berdua mendaftar sebagai calon presiden pun rasa-rasanya bukan hal yang mustahil akan mereguk kemenangan. Maksudnya, mereka berdua jelas iblis terkutuk yang melahirkan anak-anak setan yang ada di sini semuanya. Dan sebagai anak yang patuh, mereka bakal memberikan semua suara kepada orang tuanya.

"Tahun depan benar-benar menjadi pertarungan sengit antara Thanawat dengan Nimtawat." Maha sang bupati berwajah sadis itu mengeluarkan suara ketika mereka berempat berkumpul.

Pakin yang mendengar nama keluarga Khao dan Neo disebut, kontan menegakkan telinga. Sampanye dalam gelas di genggaman tangannya, ia sesap perlahan.

"Pertarungan sedarah itu kembali terjadi, hum?" Ganesha menimpali. "Kedua suara masih sama-sama kuat apalagi keduanya diusung oleh partai-partai yang nilai kepercayaannya sama-sama tinggi di masyarakat. Tinggal menunggu ke mana arah keberpihakan ini untuk memutuskan kemenangan mereka."

"In my opinion, Nimtawat's vision and mission are superior to Thanawat. Maksudku, sasaran mereka jelas, perhitungan di atas angkanya detail, dan pangsa yang mereka sasar menyeluruh dari remaja sampai orang tua. Di masa-masa sekarang, where many government programs have failed, what Nimtawat promised seperti angin segar. Gue memberi dukungan kepada mereka, sih."

"Tapi Force maupun Book belum menentukan keberpihakan." Maha memberikan opini lain. "Lo tahu sendiri Thanawat adalah anak emasnya. Dia memberikan tender pembangunan jembatan di daerah Sulawesi kepada mereka padahal di atas kertas, keluarga Baskara lebih unggul."

"Memang benar, tapi Nimtawat is someone who is good at diplomacy. Gue sampai kesihir buat gabung dalam salah satu programnya kendati we are required to be neutral. Did you see when he handled the covid case? Menteri Kesehatan bahkan mengampu program kerja dari fraksinya. Dia memang wayang dari dalang yang hebat, tapi jelas he is a visionary puppet. Dia seperti Sengkuni yang mengatur jalannya perperangan."

"Pada akhirnya ini semua balik ke tangan Force dan Book. Tinggal bagaimana mereka merayu orang tua kita aja untuk memberikan suaranya. Lo tahu sendiri, setolol apa pun proker yang lo miliki selagi orang tua kita memutuskan, maka ketololan itu bakal tetap berjalan." Ganesha menandaskan wine-nya. Ia menatap Pakin. Semenjak aksinya mengencingi kawan kecil itu, wajah Pakin yang marah jujur tidak pernah bisa ia gusur dari kepala, yang ketika membayangkannya akan berakhir dengan tawa kecil. Ia pikir malam itu terakhir kalinya ia berinteraksi dengan Pakin, tapi siapa yang menduga jika bocah itu ikut acara ini? Jelas Pakin adalah anak emas. Force tidak pernah membawa kucing senang-senangnya di acara seprivate ini.

Ganesha mendekati Pakin sewaktu acara puncak akan dimulai. "Gimana kabar lo?" tanyanya tanpa basa-basi, mengajak Pakin berpisah dari kelompok untuk berjalan ke tengah ruangan. Tubuh Pakin benar-benar tempaan paling indah yang pernah ia temui. Ia mulus, seputih pualam, dadanya tercetak kotak-kotak dengan bongkahan dadanya yang terbentuk. Jika bukan karena gym, Pakin pasti melakukan olahraga rutin.

Pakin memutar bola mata. Mengingat Ganesha seperti mengingatkannya dengan malam pesing itu — dan perasaan tidak aman ketika matanya menatap Pakin. Ia enggan sekali berinteraksi kendati laki-laki telanjang di hadapannya adalah kesia-siaan jika tidak ia perhatikan.

"Bebas dari pesing, sih, tubuh gue, jadi kayaknya sehat-sehat aja."

Ganesha tertawa kecil. Ia membelai pundak Pakin ketika suara rambatan terdengar di antara lautan manusia. Nama seseorang memantul-mantul, lantas ia mulai mencium Pakin sebab keberpihakan itu sudah diputuskan dan pesta seks sebagai puncak pengultusan itu dimulai.

"Tiba-tiba banget?"

"Coba lo lihat sekitar lo? Acara utama dimulai, Kin."

Pakin mengedarkan pandangan dan kejutan itu lagi-lagi membanjiri dada sampai-sampai ia rasanya tidak kuasa menahan saat ratusan orang di sekelilingnya mulai saling bersetubuh. Ganesha menciumnya, dan Pakin menyambut tanpa sungkan. Lidah mereka saling belit, menimbulkan irama kecipak saat ludah bertukar tempat. Ada rasa anggur di daging kenyal tersebut. Pakin menyedotnya rakus untuk mencicipi jejak wine di sana. Saking berantakan pola ciuman mereka, Pakin sampai bisa menganeksasi saung hangat tersebut. Ia mengeja jajaran gigi Ganesha, menekan daerah di bawah lidah, lantas menggonyoh atap mulut. Suara gerungan Ganesha terdengar, dan Pakin seperti kebanjiran endorphin karenanya. Kedua tangan Ganesha dan Pakin saling meraba tubuh untuk merasakan lengkuk kedua belah pihak. Pakin meraba punggung lebar laki-laki itu, kemudian tangannya turun menggaruk garis punggungnya, lantas meremat bokongnya yang kencang. Jemarinya bergerak, meluncur ke area lipatan pantat, dan mulai mengusap-usap lubang anal Ganesha. Tidak mau kalah, Ganesha mencoba mendominasi. Digigitnya kuping Pakin, dan pemuda berambut keriwil tersebut melenguh kelojotan. Daging lentur itu adalah kelemahan, dan Ganesha sepertinya paham mengetahui titik tidak berdaya Pakin ketika mereka melakukan BDSM. Lidahnya mengulum cuping kuping, lantas menjilat, tak berselang lama setelah itu, ia membelit, lalu kembali menggulung daging gembur tersebut ke dalam mulut. Pakin mengerang nelangsa. Kelaminnya berkedut-kedut, saling bergesekan dengan kontol Ganesha yang sudah mengeras. Aduh rasanya enak banget. Sewaktu Ganesha mengajak Pakin untuk merebahkan diri di atas marmer, seorang perempuan memasuki permainan mereka.

Perempuan tersebut mendaratkan bokong di atas wajah Pakin, sementara mulutnya langsung sibuk memasukkan benda silindris milik Pakin ke dalam mulut. Pakin sedikit tersentak, tapi kemudian menguasai keadaan. Selangkangan di hadapannya terlihat bersih — ciri-ciri ia dirawat sama si empunya. Bibir labia di hadapan matanya berwarna putih kemerah-merahan, tampak segar sewarna buah delima, ia melengkung seumpama kelopak bunga tulip, jembutnya tipis-tipis saja sehingga penampakannya seksi dan sedikit nakal. Sang perempuan menggoyangkan pantat, dan Pakin terangsang melihat kelamin sekepal tangan yang tembam itu. Ia menjulurkan lidah, menyibak labia luar, menampakkan labia dalam yang basah dan ranum. Bentuknya berkelik-kelik, dan mengapit kelentit yang tidak lebih besar dari sebuah kismis. Modenya kuba dan mengilap, terlihat lembut dan menggiurkan. Pakin menjulurkan lidah, lalu mengampelas garis kelamin di hadapannya dari bawah hingga puncak klitoris. Tepat di gumpalan yang menyerupai jengger ayam tersebut, Pakin mempermainkan lidah. Ia menggoyang-goyangkan daging penuh saraf tersebut, kadang ia adu dengan permukaan gigi, membuat si empu tidak kuasa dalam melakukan oral kontol.

Demi Tuhan, apa yang diucapkan Force dan Book benar sekali. Pemainan seks ramai-ramai ini benar-benar menimbulkan efek juara kelas. Kontol Pakin dibelit dan disedot sedemikian rupa dengan si perempuan, sementara liang analnya dirimming menggunakan lidah sama Ganesha. Mulutnya sendiri disibukkan dengan vagina ini. Rasanya seperti semua kenikmatan dikumpulkan jadi satu, kemudian diledakkan bebarengan. Efeknya seumpama guncangan tanah di bawah ledakan-ledakan kembang api tahun baruan. Gila! Benar-benar gila!

Ganesha memiringkan tubuh Pakin, sedikit mengangkat kaki si keriwil. Ia menggenggam kontolnya yang serupa alu, untuk dimasukkan pelan-pelan ke lesung pembuangan Pakin. Karena Pakin dimanjakan oleh penampakan genital di atas wajahnya, sakit dari terobosan kontol Ganesh teralihkan. Lidahnya sibuk menjilat-jilat sebentuk kelamin di hadapan. Ia sangat menyukai ini. Vagina perempuan itu beraroma sedikit asam, mengingatkan Pakin akan tape yang sudah selesai masa pengragian. Ia menyedot gemas. Apalagi ketika cairan lubrikan sang wanita mulai merembes, Pakin semakin giat mengisap, kemudian kembali mengemut itil yang mungil. Ia benar-benar diserang tiga kenikmatan mematikan. Kontolnya masih dikulum-kulum, sementara anusnya sudah berantakan dihantam Ganesha dari belakang. Rektum yang ketat itu seperti dibilah menggunakan pedang, kemudian dirunjam laksana rudal berkekuatan penuh, rasanya benar-benar sakit, tapi ketika kepala kontol Ganesha menumbuk titik prostatnya, tidak ada yang dilakukan Pakin selain memekik kuat. Kenikmatan sekonyong-konyong meninju tempurung kelopak, membuat cengkeraman rektumnya kian meremat, dan bulu-bulu di sekujur tubuhnya merinding, sebelum ia, Ganehsa, dan perempuan entah siapa itu ejakulasi rame-rame.

Ganesha pergi, begitu pula dengan si perempuan. Kemudian tubuhnya langsung diraba-raba entah oleh siapa. Suara desahan napas benar-benar membumbung tinggi, diiringi oleh jerit masing-masing badan. Ruangan itu semarak sekali. Aroma lelehan mentega dan bawah putih panggang entah dari mana tercium di udara, berkelindan dengan bau pandan, membuat pikiran Pakin relaks tanpa diduga. Pakin dicium oleh laki-laki entah siapa, dan dari belakang ia mulai digerayangi orang tidak dikenal, saat lagi-lagi seorang wanita masuk ke dalam dekapannya. Wanita itu mendusel, lipatan pantatnya meringsek kelamin Pakin yang setengah menegang, di belakang tubuhnya, penis entah milik siapa menusuk-nusuk daging bokongnya, sementara dalam mulutnya ada bibir laki-laki tua yang mencoba menarik atensi Pakin, dengan kedua tangan terampil memuntir putting Pakin. Di antara ratusan orang telanjang di dalam aula ini, Pakin sudah tidak memedulikan siapa yang ngentot siapa, siapa yang ia setubuhi. Laki-laki Perempuan, tua muda, semuanya Pakin persilakan. Nafsu liar dari dalam tubuhnya benar-benar tidak mampu dibendung. Padahal ia hanya minum sampanye, tapi staminanya benar-benar mirip banteng.

Wanita dalam dekapannya bertubuh ramping. Tangan Pakin terulur untuk meraba tubuhnya. Ketika ia mampu menangkup payudara wanita tersebut, Pakin kontan melecehkannya. Putingnya yang serupa buah jambu itu ia pilin. Ia jepit badannya yang menonjol keras. Teksturnya alot, mengingatkan Pakin akan kolak biji salak. Jempol dan jari tengahnya memijat-mijat, sementara jari telunjuknya mengupam permukaan putting yang berkerut-kerut mirip kulit jeruk. Ia menyental kuat, sebagaimana tukang kayu memainkan ketam di tangan untuk mendapatkan tekstur halus pada permukaan trembesi. Perempuan itu melenguh. Aduh, Tuhan, suaranya mirip biola yang digesek dalam sebuah orkestra. Apalagi sekarang liang anusnya sudah mendapatkan isian berupa penis yang tidak ia ketahui milik siapa, dan ciuman dalam mulut yang rasanya enak sekali. Ini seperti sebuah permainan gobak sodor di atas pelataran surga. Begitu berantakan, tapi kelezatannya menandingin seporsi bebek bakar madu di tengah tegal.

Gemas, Pakin meremas permukaan susu yang kenyal itu. Ia lembut, bak bubur sumsum, tapi empuk laksana kue munju kukus, yang ketika ia perah, payudara bulat itu memberikan gaya pantul akibat susunan lemak di dalamnya. Kedua tangan Pakin semakin terulur, dan ia mengepal-ngepal dua tangkup bulatan itu. Si wanita merintih kuat, begitu menyukai aksi tidak senonoh Pakin. Tangannya menggapai penis Pakin, dan ia memberikan kocokan. Batang kontol itu ia urut kuat, aliran darah yang mengumpul di sana membuat benda pejal itu menghangat, pembuluh darahnya berkedut, sehingga penis Pakin menampilkan urat-urat di sepanjang permukaan. Ia mengurut badan kontol, yang ketika gerakannya sampai di lingkar kepala, ia menggesekkan jemari di sepanjang kurva, lantas menggoyoh puncak kepalanya. Memainkan lubang pipis Pakin yang berlendir precum. Cairan itu ia tarik ke bawah, sampai ke jaringan folikelnya berkumpul, dan membuat kontol Pakin mengilap licin. Gerakannya yang cepat, berbenturan dengan tekstur tangannya yang halus, menciptakan rasa tidak tenang di kepala Pakin. Lebih-lebih titik prostatnya terus-terusan ditumbuk kepala penis yang tumpul, dan lidahnya dibelit bapak-bapak entah siapa, rasa suka itu bertakbir, lantas menghantam ubun-ubun. Ia berorgasme puas, sebelum ejakulasinya mengotori tangan si wanita.

Kedua orang laki-laki di pergi dari tubuh Pakin. Dan wanita tersebut mengajak Pakin duduk. Ia naik di pangkuan Pakin, menduduki penisnya yang agak alum. Digesekkannya alat reproduksi itu pada belahan pantat. Pakin menangkup kedua susunya yang ternyata seputih moci, dengan putting teracung serupa ekstrak buah bit. Pakin menundukkan kepala, menghampiri dada, lantas mulai menyusu. Putting itu kenyalnya mirip permen karet ketika Pakin masukkan ke mulut. Ia mengigit, lidahnya mengemut, sementara tangan lainnya memilin putting sebelah kiri. Sang wantia mengentak-entakkan pinggul, mengeol-geol panggul, menggosok kelamin Pakin di garis dubur, dan menyenggolkannya di lipatan labia supaya kembali ereksi.

Pakin kembali terangsang. Apalagi ketika ia menyedot susu kuat, cairan putih meleleh dan tumpah di dalam mulutnya. Tersentak, Pakin menaikkan pandang. Perempuan berwajah oriental itu tersenyum kecil, membuat wajah putihnya bersemu merah muda.

"Aku masih menyusui anakku," katanya malu-malu. "Asinya memang biasa keluar kalau dirangsang dengan tepat. Ayahnya anak-anak suka sekali mendapati asi ketika dia giat bekerja."

Man. Pakin tahu pengalamannya di dunia keparat ini sudah malang melintang sampai seluk beluk terdalam. Ia pun pernah melakukan penetrasi di kemaluan Luna, tapi tidak ada di antara mereka yang mampu memberikan efek sekentir ini. Demi nama Dewa Zeus, ini edan banget, sih, asli. Pakin patut mengganjar Force dan Book yang sudah menciptakan ritus seks mahasinting seperti ini. Senyum Pakin melebar, kelaminnya tidak kuasa kembali menegang, dan menggesek lipatan kelentit si wanita oriental berasi. Pakin menundukkan kepala, kali ini benar-benar menyusu secara harfiah.

Payudara itu semakin membengkak, putingnya mengacung kuat, areolanya melebar. Pakin masukkan si bundar ke dalam mulut, kembali melecehkan dengan tidak senonoh, dan asi mencair membasahi kerongkongan. Pakin mengisap kuat, hampir-hampir mengunyah saking ia terangsang. Rasanya mirip susu almond. Tapi mereka sedikit lebih manis. Pakin akan mengingat rasa susu ini, dan apabila dijasikan dalam menu di sebuah angkringan, ia tidak akan ragu memesan segelas asi. Ia mengecap-ngecap daging puting, mengenyot segenap tenaga, dan asi kembali runtuh, membasahi indra pengecap sebelum ia telan sepenuh hati. Si wantia menggenggam kelamin Pakin lantas memasukkan ke lubang vagina. Keduanya melakukan kopulasi sangat cabul. Kedua susu itu tidak berdaya di hadapan Pakin. Kulit dadanya yang seputih serabi Notosuman, meninggalkan bercak-bercak keunguan akibat gigitan Pakin, membuat permukaannya berwarna merah jambu. Pakin mengentak pinggul, mendorong panggul untuk semakin menyodok lubang vulva. Ketika hantamannya menyentuh titik g-spot sang wanita, manusia ayu itu melenguh. Suaranya merdu sekali, membelai akal dan pikiran Pakin. Keduanya berayun-ayun. Bokong dan paha saling pukul, menimbulkan suara pak-pak kuat. Keringat menetes membasahi dua badan. Aliran darah seperti melepuh, membuat tubuh Pakin dan pasangan jimak seakan-akan melodoh terkena siraman air panas. Diiringi langgam seks ratusan orang, Pakin bersumpah malam itu ia benar-benar terbang ke nirwana. Dari semua aksi cabulnya selama ini, Moving to Heaven menduduki peringkat satu.

Setelah melakukan penetrasi panjang entah yang keberapa kali, Pakin melipir, menuju tempat memasak, dan melihat chef telanjang yang dibungkus dengan apron tadi tampak sibuk di depan kompor. Melihat bongkahan pantatnya yang sekal, Pakin menelan ludah. Ia datang menghampiri.

"Can I get you something to drink?"

Laki-laki itu menatap Pakin. Wajahnya begitu rupawan. Ia memiliki mata tajam berwarna hitam, dengan alis lebat yang nyaris menyinggung pangkal hidung. Sementara hidungnya merupakan keniscahyaan. Tampak bangir dan kuat, membentuk lekung sempurna mirip kurva matematika. Tulang pipinya tegas, dengan garis rahang yang kuat. Ditatap sedimikian intim, Pakin meleleh. Kelaminnya yang terkena usikan ac, terasa dingin dan sedikit terangsang. Apalagi ketika ia melihat jendulan penis chef di balik kain apronnya, pembuluh vena di penampangan kemaluan Pakin memberikan reaksi. Ia menggigit bibir tanpa sadar.

"Sampanye, please." Suara Pakin hampir-hampir tersumbat di pangkal tenggorokan. Chef menuangkan anggur ke gelas berkaki, kemudian memberikannya kepada Pakin. Pemuda berambut ikal menyesapnya perlahan, dengan mata yang tidak lepas dari sosok di hadapan.

Laki-laki berapron tampak benar-benar paham dengan tatapan cabul Pakin. Ia mendekati sang pemuda, mengambil gelas dari tangan Pakin dan meletakkannya di tempat aman, kemudian mencium bibirnya yang basah. Cairan anggur meleleh di dalam mulut. Tangannya yang besar meraba tubuh Pakin. Mengelus pundaknya, menggeranyang lengan, mengukur punggung dengan ujung-ujung jarinya, lantas menggaruk panggul, sebelum ia mengangkat tubuh Pakin dan merebahkannya di meja dapur.

Ia tersenyum penuh arti, berjalan mendekati kompor untuk mengambil teflon dari sana. Setelah kembali di dekat Pakin, Chef menumpahkan mentega cair sehangat suam-suam kuku ke tubuh telanjang Pakin. Di dalamnya turut serta beberapa siung bawang putih dan daun rosemery. Laki-laki itu meratakan cairan ke seluruh tubuh. Mulai dari tumit kaki, hingga ke wajah. Lantas ia mengambil potongan-potongan daging sirloin yang sudah matang, dan ia tata di badan Pakin. Tidak butuh waktu lama, ada sekitar sepuluh orang telanjang mendekat dan mulai menyantap steik di tubuh Pakin. Mereka menjilat-jilati serta lelehan mentega dari tumitnya, betis, lutut, ada yang membetot skrotum, menyedot penis, menggigit garis v, menyesap perut, menyerucup putting, menghirup ketiak, mengisap leher, mencium bibir, mencokot daging pipi, melembai kening, dan membaui puncak kepala. Chef mengangkat kaki Pakin, kemudian melakukan penetrasi tidak wajar.

Pakin tidak bisa mengejawantahkan perasaan di kandung badan. Ia jelas melebihi nikmat. Jilatan dan kecupan sepuluh orang itu luar biasa menggagalkan kemampuan berkonsentrasi. Terlebih lubang analnya yang malam itu tidak lebih berharga dari sebuah lumpang, kembali dirudapaksa dengan lingga yang begitu perkasa, Pakin mencapai titik kulminasi rasa;ada sakit, ada geli, ada enak, ada seronok, ada nikmat, ada gila, ada sekarat, yang kesemuanya melebur jadi satu, seperti cairan wine yang terperangkap di dalam gelas. Ia dipusingkan untuk dibaui aromanya, sebelum dinikmati dengan pelan-pelan.

Persetubuhan itu lama dan panjang, dan Pakin tidak pernah merasakan ejakulasi segendeng ini ketika ia bangkit dari meja dan mengambil kembali sampanye yang masih sisa. Ganesha datang dengan senyum terkembang lebar.

"Kelihatannya lo puas banget malam ini."

"Ngentot di sini benar-benar juara kelas. Makanya nggak heran banyak orang sinting yang mau mengikuti sakramen sinting ini."

Tawa Ganesha pecah. Ratusan anggota Moving to Heaven masih belum selesai melakukan olah tubuh. Suara desahan napas mereka seperti alunan tembang Yogyakarta yang disetel menemani malam dingin. Seharusnya pungkas dari acara ngentot adalah ngudud. Dan setelah berjam-jam ngentot, rasanya hambar sekali tidak diakhiri dengan merokok. Sayang mereka berada di ruangan ber-ac, sehingga keinginan untuk menggauli keretek tersebut meranggas di kepala Pakin.

"Dan ngomong-ngomong soal keberpihakan, ke mana keberpihakan itu akhirnya?" Pakin menyesap sampanye perlahan-lahan.

"Lo nggak dengar mereka ngomong apa sebelum saling serang?"

Pakin menggeleng kecil. Kedua kakinya berayun tatkala ia duduk di meja. Chef menggiurkan tadi sudah pergi entah ke mana.

"Nimtawat."

Pakin hampir-hampir tersedak anggur.

"Mereka akan menang lagi tahun depan. Kursi parlemen itu bakal menjadi milik mereka kendati mereka melakukan perbuatan tolol dan blunder ketika kampanye nanti. Bahkan kalaupun mereka kampanye hanya ke satu daerah saja, mereka pasti menang. Keluarga Thanawat memang di atas kertas lebih cerdas dan unggul. Tapi nggak ada yang bisa mengalahkan kesetiaan trah Nimtawat. Bahkan ketika Moving to Heaven ini baru didirikan, mereka adalah anggota pertama yang membantu penyebaran sampai ke titik sekarang. Gue sangsi Force dan Book nggak akan bisa mencapai titik ini tanpa bantuan kampanye dari Nimtawat. Mereka kalau melakukan persuasi nggak ada yang bisa mengelak. Kemampuan marketing mereka adalah musibah. Bahkan presiden pun rasa-rasanya nggak akan mampu menampik."

"Itu berarti... kiprah politik Nimtawat di Indonesia selama ini karena keberpihakan Moving to Heaven?"

"Tepat sekali. Nggak ada Moving to Heaven tanpa Nimtawat. Dan nggak ada kejayaan Nimtawat tanpa Moving to Heaven. Force dan Book memang seperti orang tua buat kami semua. Tapi bagi Nimtawat, hubungan mereka lebih mirip adik dan kakak yang saling membantu. Jika ada Nimtawat, maka semua keberpihakan itu akan jatuh kepadanya. Dan jika ada Nimtawat, Moving to Heaven nggak akan pernah lekang oleh waktu. Ia akan kekal seiring umur Nimtawat di kandung badan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro