Resonating with Hospital 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana rumah sakit selalu akrab dengan warna putih yang mendominasi hampir di setiap sudut. Tembok yang berwana putih, ubin lantai yang putih, dan pakaian pegawai dan karyawan yang putih. Warna lain yang terlihat hanyalah wana hitam bayangan yang menambah kesan serius. Saat putih menjadi warna yang terang benderang, maka akan ada warna hitam yang mendampinginya. Seperti neraca yang selalu seimbang. Namun hari itu sebuah warna lain muncul. Warna yang sangat kontras dan jauh dari monokrom. Kemeja khas pantai yang bermotif bunga sepatu dan warna neon yang mencolok berada ditengah-tengah warna monokrom itu. Kini ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit tanpa menghiraukan tatapan orang-orang disekitarnya. Dengan percaya diri ia masuk ke dalam sebuah ruangan tanpa mengetuk pintunya dulu.

"Ahoy uri chingu!" sapanya dengan semangat. Sayang hanya ruangan kosong yang didapati. Alisnya naik dan senyuman di bibir kini menjungkit miring. Tanpa sadar ia menggaruk tengkuk yang sama sekali tidak gatal.

"Haish... Kemana perginya dia?" Pria itu berjalan keluar ruangan. Ia kembali mengabaikan tatapan mata orang-orang disana. Kakinya melangkah menuju lift di ujung lorong. Ia menekan tombol lantai paling tinggi. Saat pintu lift terbuka, ia keluar dan kembali menyusuri lorong rumah sakit yang cukup ramai. Hingga pandangannya teralihkan oleh seorang wanita yang berdiri ditengah perempatan lorong.

Wanita berambut panjang itu tampak kebingungan. Bajunya yang tampak tidak serasi. Sweater cokelat yang dirajut dengan ukuran kebesaran dan celana formal hitam yang menutupi high heels. Ia mendekati wanita itu dan langsung bertanya. Tanpa ada sapa ataupun basa basi seperti kebanyakan orang.

"Apa kau mencari sesuatu madamoiselle?" Kini pandangan wanita itu tertuju kepadanya.

"Siapa? Madamoiselle?" Wanita itu balik bertanya. Namun ia justru kembali memberikan pertanyaan kepada wanita itu.

"Sepertinya kau sedang tersesat, apa kau butuh bantuan untuk kembali ke tempat asalmu?" sebuah anggukan persetujuan dari wanita itu membuat ia tersenyum lebar.

"Perkenalkan Choi In Hong, orang yang paling mengetahui tentang seluk beluk rumah sakit ini." Alis wanita itu terangkat sekejap dan kembali ke posisinya seperti tidak pernah bergerak. Namun In Hong bisa menangkap itu. Sudut bibirnya makin menjungkit karena ia semakin tertarik dengan wanita itu.

"Aku bisa membantumu, cukup katakan apa yang kau cari di rumah sakit ini. Aku akan menunjukkan jalannya." Wanita itu tidak tersenyum ataupun tersinggung. Badannya membungkuk hormat sambil memperkenalkan dirinya.

"Jung Yu Seong, mohon bantuannya. Aku sedang mencari ruanganku sendiri. Lorong di rumah sakit ini terlihat sama. Jadi aku tersesat."

"Ruangan? Kau pasien disini?! Seharusnya ada tiang infus yang kau bawa kesana kemari kan? Oi, kau ini benar-benar pasien disini kah?" cecar In Hong. tanpa basa basi Yu Seong menaikkan lengan bajunya hingga terlihat sebuah gelang khusus berwarna kuning ditangannya.

"Mereka baru saja melepas infusnya. Dokter juga bilang aku harus banyak bergerak supaya bisa bernafas lebih lancar," kata sang pasien.

"Lalu? Bagaimana ceritanya kau bisa disini?" tanya In Hong

"Awalnya aku ingin pergi ke atap, tapi aku tidak tahu jalan. Jadi aku tersesat setelah tidak berhasil menemukan tangga ke atap. Sekarang aku ingin kembali ke ruanganku, dan aku bingung harus berjalan ke arah mana," jelas Yu Seong.

"Pergi ke atap itu berbahaya. Pasien sepertimu seharusnya ada di lantai 1. Bukan lantai 10."

"Aku tidak bisa menemukan liftnya."

"Kau pikir tanda di langit-langit ini apa? Pajangan?" In Hong menunjuk ke arah stiker yang tertempel di langit-langit dengan tulisan 'lift' dengan warna hijau. "Kau juga bisa menggunakan nerve device untuk menunjukkan arahnya."

Mata Yu Seong mengerjap kaget. Ia kemudian menyentuh nerve device di lehernya. Namun tidak ada layar hologram yang muncul di depannya.

"Sepertinya nerve device ku kehabisan baterai." In Hong menggeleng pelan menatap heran kearah wanita di depannya.

"Akan lebih baik jika kau tidak berkeliaran seenaknya. Kalau terjadi sesuatu pada pasien, nama rumah sakit ini bisa tercoreng. Segera kembali ke ruanganmu madamoiselle." Yu Seong hanya mengangguk mengerti. Ia melangkah meninggalkan pria aneh di depannya. Namun baru 3 langkah terpeta, ia melihat Ryu Jin berdiri di depan. In Hong tersenyum lebar berjalan menghampiri Ryu Jin dan memotong jalan Yu Seong. Kini pria itu menggapai pundak pria berjas putih itu.

"Woi kemana saja kau? Pergi seenaknya meninggalkan ruangan kerjamu"

"Itu bukan urusanmu. Tapi aku tidak tahu kau penggoda wanita yang ulung." Pandangan Ryu Jin terarah lurus menuju mata Yu Seong. Seakan-akan mereka bertukar informasi sejenak. Namun wanita itu sama sekali tidak bergerak menjauh ataupun mendekat. Ia hanya diam disana melihat dua orang itu.

"Dia pasien yang tersesat. Kau tahu dia?" Alis Ryu Jin terangkat sebelah saat mendengar pertanyaan In Hong. Tapi pria itu tersenyum lebar menurunkan tangan In Hong dari pundaknya.

"Kau tidak menggodanya kan? Lihat ekspresinya yang jengkel denganmu," ledek Ryu Jin

"Apa maksudmu heh?"

"Kelakuanmu terlalu aneh untuk para wanita, itu alasan kenapa kau tidak pernah punya pacar In Hong-ah."

"Cih, lihat sendiri dirimu Ryu Jin. Berapa banyak film biru di akunmu?" 

"Hahahaha, okay you got me. Kau bisa duluan ke tempat biasa. Aku akan mengantar pasien cantik ini dulu." Ryu Jin menarik pergelangan tangan Yu Seong dan menggiringnya ke arah Lift. Sedangkan In Hong yang masih tetap di tempat berdirinya, kini berdecak kesal.

Ryu Jin dan Yu Seong berjalan berdampingan. Tak lupa tangan wanita itu masih di genggaman sang pria. Namun hening mewarnai mereka. Tidak satupun di antara mereka yang memulai dialog. Hingga Ryu Jin memecahkannya saat mereka berdiri di depan lift.

"Yu Seong-ssi, bukankah kau seharusnya ada di lantai 4? Apa yang membuatmu sampai di lantai 10?" Dari pantulan di pintu lift terlihat jelas ekspresi datar Yu Seong. Meskipun sedang berdua, mereka saling menyembunyikan ekspresi dan pikiran mereka. Saling mencurigai satu sama lain. Namun Yu Seong yang tak kunjung menjawab pertanyaan Ryu Jin hingga pintu lift yang terbuka dan mereka masuk ke dalam. Sekali lagi mereka hanya berdua di dalam lift. Yu Seong segera menekan tombol lantai 4. Pintu lift tertutup dan Ryu Jin mulai menggaruk tengkuknya. Pria itu kemudian memecahkan lagi warna keheningan di antara mereka.

"Yu Seong-ssi aku akan sangat menghargai kalau kau mau menjawab pertanyaanku. APa yang membuatmu pergi ke lantai 10?" tanya Ryu Jin. Yu Seong sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari layar penunjuk lantai.

"Ada orang yang tidak seharusnya di rumah sakit ini Ryu Jin-ssi," jawab si pengguna jantung buatan.

"Bisa kau jelaskan lebih jelas?" balas Ryu Jin tanpa mengalihkan pandangan dari wanita idamannya.

"Dia berperawakan tinggi dan besar, dia menggunakan seragam cleaning service. Tapi ada bau antiseptik menyengat di tubuhnya."

"Ini rumah sakit Yuseong-ssi, tentu saja bau antiseptik dimana-mana."

"Dia tahu aku mengikutinya, dan menghilang di lantai 10."

"Kau ini baik-baik saja kah Yu Seong-ssi? Tiba-tiba mengejar orang tanpa alasan."

"Kenapa kau berpikir seperti itu Ryujin-ssi?" pertanyaan Yu Seong membuat Ryu Jin terdiam. Pria itu hanya membuka bibir, namun tidak ada suara yang muncul. Saat lift melewati lantai 5 pria itu maju mendekati Yu Seong. Ketika lift sampai di lantai 4, Ryu Jin menekan tombol penutup pintu yang ada tepat di depan wanita itu. Untuk pertama kalinya mereka berdiri sangat dekat satu sama lain hingga wajah mereka bisa merasakan napas satu sama lain.

"Ini adalah salah satu alasan aku sangat tertarik padamu Yu Seong-ssi. Meskipun dengan tubuh yang ringkih seperti itu, rasa ingin tahu dalam dirimu terus bergejolak. Itu membuat dirimu semakin menarik. Aku harap kau tahu betul Yu Seong-ssi, rasa penasaranmu bisa berujung maut."

"Aku hanya tikus percobaan sejak menggunakan jantung buatan ini. Kalaupun aku mati itu hal yang biasa," sahut wanita bertubuh ringkih itu.

"Kau harus berhati-hati dengan kata-kata itu Yu Seong-ssi."

"Apa itu berarti Ryu Jin-ssi salah satu dari dalang pembunuhan berantai yang terjadi selama 2 minggu terakhir?"

"Menurutmu begitu? Apa kau punya bukti. Kau tidak bisa menuduh seseorang tanpa bukti Yu Seong-ssi" Yu Seong tidak memberikan jawaban, dan ia tidak akan pernah memberikan jawaban pula. Kedua mata mereka saling bertemu dan berkilat tajam. Saling mencari informasi dan cela satu sama lain. Namun Ryu Jin akhirnya memutuskan untuk mengalah dan menghela napas dalam-dalam.

"Yu Seong-ssi, kau harus berhati-hati. Pembunuh bayaran itu ada di rumah sakit ini memang. Aku tidak akan menyangkal tentang itu. Tapi aku ingin kau tahu satu hal Yu Seong-ssi. Aku mencintaimu, sungguh. Hanya saja situasinya sedikit rumit."

"Lalu? Apa hubungannya pembunuh bayaran itu dengan cintamu Ryu Jin-ssi?"

"Panggil aku Ryu Jin, tanpa honorfic. Mulai hari ini aku pacarmu. Jadi panggil aku Ryu Jin, tanpa honorfic."

"Aku tidak pernah menerimamu jadi pacarku Ryu Jin."

"Tapi kau memanggilku tanpa honorfic" Yu Seong tersenyum miring sembari menatap wajah Ryu Jin yang melunak. Pria itu kemudian melepaskan tombol lift yang ia tekan sedari tadi. Kemudian melangkah mundur membiarkan pintu lift terbuka. Yu Seong melangkah keluar tanpa menoleh kearah Ryu Jin sama sekali.

"Aku akan menemuimu lagi setelah kau menemukan mayatnya. So, stay alive Yu Seong-ah. I love you"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro