Resonating with Hospital 6

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Berbeda dari biasanya, kali ini lorong di lantai 4 begitu ramai. Rasa ingin tahu Hye Seong sebenarnya cukup besar. Sayangnya ia tidak bisa berjalan ke sana. Selang infus dan kabel-kabel yang menempel di tubuh mencegahnya untuk bergerak. Ia harus bersabar jika ingin bisa keluar ruangan lebih lama. Dengan mata terpejam, Hye Seong berusaha mengatur napasnya dan nafsunya. Ia tidak ingin membebani jantungnya dan juga tubuhnya. Ayahnya akan sedih jika ia harus dirawat lebih lama.

Seorang lelaki bertubuh besar kemudian mengetuk pintu kamar Hye Seong 3 kali. Pria itu masuk dengan membawa kantung kertas berisi kue dan ayam goreng kesukaan Hye Seong. Senyum lebar terpatri di wajahnya seraya berjalan menghampiri Hye Seong.

"Ayah? Bawa apa?" Tanya si lelaki kecil dengan suara serak. Tenggorokannya terasa kering setelah lama tidak berbicara dengan siapapun. Dae Suk mengangkat barang bawaannya hingga anaknya dapat mengetahui apa yang dibawanya.

"Ini kue kacang almond dan ayam goreng keju kesukaanmu Hye Seong-ah."

"Aku lapar ayah. Boleh aku duduk? Perutku berbunyi sejak tadi, tapi jam makan siang masih lama." Dae Suk kemudian menaikkan kasur brankar yang menopang punggung dan kepala anaknya. Hingga punggung anaknya hampir tegak seperti orang yang sedang duduk. Ia mengeluarkan meja dari nakas dan mengaturnya hingga tepat di depan dada Hye Seong. Dengan mata berbinar-binar anaknya melirik satu persatu ayam dan kue diletakkan di atas meja.

Dengan perasaan senang, Dae Suk memandangi anaknya yang makan begitu lahap. Senyum yang terpatri di wajahnya sama sekali tidak luntur sejak pertama kali ia menjejakkan kaki di ruangan itu. Kebahagiaan yang sangat ia syukuri. Namun Hye Seong justru menyisihkan beberapa potong ayam goreng dan sepotong kue yang belum disentuhnya sama sekali.

"Kenapa disisakan?" Tanya Dae Suk. Anak semata wayangnya tersenyum lebar. Mendorong makanan di depannya.

"Yu Seong noona, aku berjanji dengannya untuk makan siang bersama. Tapi aku tidak bisa ke sana. Apa ayah bisa mengantarkan ini untuk Yu Seong noona?"

"Sepertinya kau tertarik dengannya, apa karena lomba merayu kemarin?" Wajah Hye Seong bersemu kemerahan dan menunduk malu.

"Bu-bukan begitu, ayah tahu sendiri Yu Seong noona sangat cantik. Sayangnya kata para perawat, noona orang yang jarang tersenyum. Jadi aku ingin menghiburnya."

"Jadi, Hye Seong menyukai Yu Seong noona?"

"Bukan suka... Aku bingung bagaimana mengatakannya. Tapi noona kemarin terlihat sedih. Dia bergumam yang aneh-aneh, aku khawatir dengannya. Jadi... aku ingin memberikan makanan kesukaanku untuknya,"

"Baiklah aku akan memberikannya nanti."

"Nanti? Kenapa nanti? Sekarang lebih baik ayah. Supaya Yu Seong noona tidak lupa." Tawa Dae Suk meledak mendengar alasan dari Hye Seong.

Untuk pertama kalinya ia melihat anaknya begitu perhatian dengan orang lain. Prasangka Dae Suk mengarahkan pada preferensi romantis anaknya yang menyukai wanita berumur lebih tua darinya. Namun melihat kondisi Hye Seong yang semakin memburuk, sangat kontras dengan senyum lebar di wajahnya. Sayang, ia tidak pada posisi yang kuat secara finansial.

"Apa yang ayah lakukan disini? Ayah seharusnya sekarang berangkat mengantarkan ini" kekehan Dae Suk semakin keras. Ia tidak menjawab dan segera membereskan makanan yang menjadi hadiah itu. Setelah membungkusnya kembali ke dalam kotak kardus. Dae Suk pamit dengan menenteng tas kresek yang dibawanya tadi.

Ruangan Yu Seong sebenarnya tidak jauh dari ruangan Hye Seong. Hanya berjarak dua ruangan ke samping kanan berseberangan dengan kamar Hye Seong. Ia tanpa sengaja melihat perdebatan Yu Seong dengan seorang polisi wanita. Cukup lama ia melihat perdebatan sengit diantara mereka sehingga membuatnya jauh dari radar kecurigaan polisi. Bahkan Dae Suk berhasil memberikan alibi sempurna kepada polisi yang menanyainya. Setelah melihat Yu Seong masuk ke dalam ruangannya. Dae Suk segera menyusulnya.

Tak lama, Dae Suk telah berdiri di depan pintu ruangan Yu Seong. Ia mengetuk pintu berharap wanita itu tidak terbawa emosi. "Bangsat! Apa lagi ini?!" Ketukan pintu Dae Suk disambut dengan sumpah serapah yang terdengar lantang. Namun Dae Suk cukup penyabar untuk memaklumi hal itu. Ia kembali mengetuk pintu di depannya. Tentu saja sumpah serapah kembali terdengar.

"F***! Bisa tunggu sebentar tidak?! Bangsat!" Beberapa detik kemudian Yu Seong membuka pintunya. Dae Suk masih berusaha menampilkan senyum saat Yu Seong membuka pintu kamarnya. Membuat wanita berambut panjang itu tertegun melihat sosok Dae Suk yang membawa makanan.

"Emm? Ayahnya Hye Seong bukan?" Wanita itu bahkan tidak meminta maaf dulu setelah menghujaninya dengan sumpah serapah.

"Ya, mungkin kau lupa, namaku Dae Suk. Hye Seong memberimu sedikit makanan." Yu Seong melirik bungkusan di tangan Dae Suk sejenak. Ia kemudian membuka lebar pintu kamarnya, menerima bungkusan yang dibawa Dae Suk. Wanita itu tidak mempersilahkan pria itu masuk, ia hanya membuka pintunya lebar-lebar. Wanita itu bahkan sama sekali tidak memberikan gestur menyambut pengunjung kamarnya. Namun Dae Suk tetap masuk ke kamar Yu Seong. Ia hanya berpikir bahwa wanita ini sedang sensitif akibat kejadian interogasi tadi.

Ruangan tempat Yu Seong dirawat sangat berbeda dari tempat Hye Seong. Ruangan Yu Seong cukup besar namun dipenuhi lebih banyak komputer dan alat-alat disekitar brankarnya. Sebuah nakas kecil berdiri kontras dari barang-barang yang lainnya. Jendela di ruangan ini pun hanya satu dan tidak sepenuhnya menerangi ruangan. Tidak ada kursi dan perabotan lainnya di sana. Ruangan itu terasa sepi dan suram, ditambah udara dingin dari AC yang memenuhi ruangan. Kebanyakan para pengguna jantung buatan memang memiliki ruangan yang dipenuhi banyak peralatan. Namun Dae Suk sendiri tidak pernah melihat ruangan yang begitu suram seperti ini.

"Maaf, tidak ada kursi tambahan disini. Jadi kau bisa duduk di brankar," Ucap Yu Seong yang meletakkan makanan di nakas. Agak sedikit mengejutkan bagi Dae Suk saat mendengar Yu Seong tidak menggunakan honorfik kepadanya. Sekali lagi, Dae Suk berusaha memaklumi gelagat wanita itu. Dae Suk kemudian membantunya membuka meja nakasnya.

"Tidak, kau yang duduk di brankar Yu Seong-ssi." Yu Seong terdiam sejenak di depan brankar dan menatap pria itu dengan ekspresi wajah bingungnya.

"Ada apa Yu Seong-ssi?" Pertanyaan Dae Suk tidak langsung dijawab. Wanita itu naik ke atas brankar dan duduk diatasnya. Sekali lagi ia menatap Dae Suk dengan wajah bingungnya.

"Ini pertama kalinya dalam hidupku, ada orang yang menjengukku. Aku pikir Dae Suk-ssi tidak akan masuk ke sini. Sekarang aku tidak tahu harus apa. Aku tidak punya apa-apa disini. Aku akan pesankan makanan untukmu-..."

"Tidak perlu Yu Seong-ssi. Kau hanya perlu memakan makanan yang Hye Seong berikan. Itu sudah cukup bagiku. Jadi aku bisa memberitahu Hye Seong kalau kau menerima pemberiannya," potong Dae Suk. Wanita yang duduk diatas brankar mengangguk mengerti dan membuka bungkusan makanan yang tidak lagi rapi itu.

Yu Seong kini menatap beberapa potong ayam goreng dan sepotong cake di depannya. Yu Seong tidak begitu mengikuti trend makanan yang ada. Ia sebenarnya tidak peduli dengan makanan yang dimakannya. Meskipun seharian hanya makan nasi dan kimchi pun ia sudah biasa. Bukannya ia tidak punya uang, ia hanya tidak bisa merasakan betapa nikmatnya makanan yang dimakannya. Bahkan saat ia makan Haejangguk dan minum alkohol, semuanya hanya seperti benda hambar yang tertelan begitu saja. Namun entah kenapa ia merasa lapar melihat makanan di depannya. Yu Seong kemudian melahap makanan itu. Rasa gurih, manis dan pedas meledak di mulut Yu Seong. Kulit ayam yang renyah dan daging ayam yang lembut menambah citarasa di mulutnya. Enak, rasanya enak sekali di lidah Yu Seong. Tapi kenapa, ia harus merasakannya sekarang?

Dae Suk menatap lurus ke arah Yu Seong. Mengamati wajah datar wanita yang melahap ayam goreng keduanya. Matanya kini teralihkan pada alat-alat disekitar brankar. Semuanya terdapat layar yang menunjukkan data-data tentang jantung buatannya. Meskipun ia tidak bisa mengerti semua yang tertera pada alat-alat itu. Ia masih bisa membaca sedikit data tentang ketukan detak jantung Yu Seong. Lucunya, angka yang ada di sana terus naik dengan perlahan. Dae Suk tidak bisa menyembunyikan senyum yang refleks terangkat di wajahnya. Setidaknya ia tahu Yu Seong sebenarnya menyukai pemberian anaknya.

Namun justru Yu Seong yang kini menatap tidak suka ke arah Dae Suk. Karenanya pria itu malah bingung dan bertanya-tanya.

"Ada apa, Yu Seong-ssi?" tanya Dae Suk.

"Kau begitu baik denganku, apa yang sebenarnya kau inginkan Dae Suk-ssi? Dan kau punya bau pembersih yang sangat pekat." Pria itu kini terkaget dengan ucapan Yu Seong. Ia sama sekali tidak menampik kenyataan bahwa beberapa waktu yang lalu, wanita yang sama berusaha menangkap basah dirinya. Wanita ini jelas memiliki indera penciuman yang jeli, ia harus berhati-hati.

"Ah, apa Yu Seong-ssi juga memakai merek Clinwash untuk membersihkan kamar mandi?" tanya Dae Suk yang memalsukan wajah tak bersalah.

"Clinwash?"

"Sepertinya kau tidak tahu ya Yu Seong-ssi? Ada pembersih WC yang baunya sangat pekat. Mereknya Clinwash, dia dijual di supermarket juga. Harganya lebih murah dari kebanyakan pembersih WC. Aku juga menggunakannya untuk membersihkan kamar mandi di rumah." Mendengar penjelasan dari Dae Suk, kini ekspresi wajah Yu Seong mengendur dan berubah lebih rileks.

"Apa rumah sakit ini juga pakai pembersih yang sama juga?"

"Entahlah, aku tidak tahu. Aku belum pernah menanyakannya."

"Aku bertemu dengan seorang cleaning service tadi. Dia sepertinya menggunakan pembersih yang sama denganmu Dae Suk-ssi. Baunya benar-benar menyengat, jadi menyamarkan bau disekitarnya."

"Kau pasti punya hidung yang sensitif Yu Seong-ssi. Bisa mencium aroma pembersih meskipun jarak kita berdua cukup jauh." Jarak antara keduanya sekitar 2 meter. Dengan estimasi 1 meter adalah jarak sisa antara posisi Yu Seong dan pembatas brankar. Sedangkan 1 meter lagi adalah jarak antara brankar dan posisi Dae Suk berdiri. Bahkan Yu Seong dengan sengaja menyebutkan tentang cleaning service yang ditemuinya. Spekulasi buruk mulai muncul di benak Dae Suk. Yu Seong menggeleng pelan. Ia meletakkan ayam gorengnya dan membungkusnya kembali.

"Dulu aku sering menggunakan cairan pembersih yang aromanya seperti ini. Aku tidak mengingat mereknya, hanya saja pembersih ini murah dan baunya menyengat. Jadi aku bisa menutupi jejak dan bau-bau yang mencurigakan." Tanpa sadar detak jantung Dae Suk berdetak cepat. Bertanya-tanya apakah wanita di depannya ini tau tentang pekerjaan kotor yang baru saja ia lakukan?

"Bau yang mencurigakan?" tanya Dae Suk dengan nada bingung.

"Ayah tiriku dulu berselingkuh dari ibuku. Bodohnya ibuku menuduhku berbohong. Padahal laki-laki bangsat itu biasa tidur dengan selingkuhannya di kamarku. Jadi aku sering membeli cairan pembersih itu untuk menghilangkan bau busuknya."

"Tapi kau baik-baik saja bukan? Maksudku, ayah tirimu tidak melakukan hal-hal tidak pantas kepadamu kan?" tanya Dae Suk lagi. Kali ini ia menggunakan nada khawatir untuk mengalihkan lawan bicaranya. Dengan menambahkan empati pada nada dan ucapan, biasanya ampuh untuk mengalihkan fokus seorang wanita.

Namun respon Yu Seong malah memiringkan kepalanya seperti orang yang keheranan. Respon wanita itu justru membuat Dae Suk merasa aneh.

"Maaf Yu Seong-ssi, aku tidak bermaksud menyinggung tentang itu," sahut pria itu. Apakah Dae Suk gagal mengalihkan perhatian wanita berambut panjang ini? Kenapa respon wanita ini sangat aneh dan tidak sesuai harapan Dae Suk?

"Tidak masalah, lagipula aku juga tidak peduli dengan mereka." Otak Dae Suk mulai bergulat mencari jawaban dari kata-kata dan sikap Yu Seong. Wanita ini bersikap dingin pada sekitarnya dan ia juga dapat mendeteksi hal-hal ganjil. Terlebih sampai mengejarnya ke lantai 10. Dae Suk melirik ke arah alat-alat di samping brankar. Detak jantung Yu Seong berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Deduksi berdasarkan semua bukti mengarah kepada dua kesimpulan. Pertama, wanita ini tahu siapa dirinya dan berusaha mengorek informasi. Karena itu, Yu Seong cenderung lebih defensif dan dingin. Kedua, ia berhasil mengalihkan perhatian wanita ini dengan empati. Namun tetap bersikap dingin karena memang sifatnya seperti itu. Teori yang paling benar hanya bisa dibuktikan dengan respon Yu Seong setelah ini.

Langkah terbaik untuk mendapatkan respon dari Yu Seong adalah dengan menunjukan merasa khawatir. Berdasarkan cerita Yu Seong dengan orang tua angkatnya. Posisi Yu Seong sangat tidak baik. Ada banyak kemungkinan terburuk yang dapat terjadi dalam hubungan keluarga dan teman-temannya yang tidak harmonis. Mengingat Yu Seong mengatakan bahwa dia adalah satu-satunya orang yang datang menjenguknya. Semua itu tampak jelas di mata Dae Suk. Ia menduga kehidupan wanita berambut panjang ini cukup suram. Namun melihat dari perkataan terakhir Yu Seong, wanita ini tidak lagi bersama ayah tirinya. Karena bisa jadi dulu Yu Seong adalah korban pelecehan seksual ayah tirinya atau korban kekerasan dalam rumah tangga.

"Kau tidak perlu khawatir Dae Suk-ssi," kata Yu Seong tiba-tiba. Mata Dae Suk menatap lurus ke arah manik mata perempuan itu. Saat ia melepaskan fokus, baru senyum tipis wanita itu terlihat. Kini Dae Suk mendapatkan bukti kalau teorinya tidak meleset.

"Ya, aku tau. Kau tidak lagi bersama ayah tirimu bukan?" tanya Dae Suk berusaha memastikan teorinya benar. Perkataan Dae Suk di jawab dengan anggukan kepala. Sekarang ia mulai mengerti bahwa ia berhasil mengalihkan perhatian Yu Seong. Ia hanya perlu membawa alur pemikiran dan perasaan wanita ini lebih dalam.

"Tapi, jika suatu hari kau bertemu lagi dengan ayah tirimu? Itu sangat berbahaya," tanya Dae Suk lagi.

"Tidak masalah, aku sudah steril. Jadi tidak perlu khawatir."

"Ini bukan masalah steril atau tidak Yu Seong-ssi, tapi kehormatanmu sebagai perempuan."

"Aku sudah kehilangan itu lama. Seandainya aku tidak menjual badan ini kepada bajingan itu, aku sudah mati jadi gelandangan sejak kelas 8. Aku tidak peduli dengan kehormatan, keperawanan atau apalah itu. Selama aku bisa tetap hidup, itu tidak jadi masalah." Dae Suk ternganga mendengar penjelasan Yu Seong. Hatinya terenyuh dengan kondisi wanita itu sekaligus berusaha tetap logis dengan situasi. 

Dae Suk tahu betul bagaimana nasib kelinci percobaan Ryu Jin dan In Hong. Semuanya berakhir dengan pembunuhan tragis. Semua korban itu mati di tangannya. Kini rasa takut justru mencuat di dada. Jelas Dae Suk tahu jika suatu hari nanti, ia harus membunuh Yu Seong. Wanita di depannya sekarang ini, sangat menginginkan hidup. Ia yakin Yu Seong akan melakukan hal-hal gila hanya untuk bertahan hidup. Tidak, Yu Seong, mungkin sudah melakukan banyak hal gila untuk hidup selama ini. Ekspresi sedih terpeta di wajah Dae Suk. Meskipun pria itu masih tetap di tempatnya namun perasaannya ingin maju dan memberikan sentuhan iba kepada si lawan bicara. Namun kenyataannya ia tidak bergerak, hanya lidah yang berhasil lepas dari diam.

"Itu... Pasti berat sekali. Apa ada orang lain yang tau tentang ini? Kau bisa melaporkan ayahmu ke polisi."

"Aku tidak melaporkannya. Aku tidak punya bukti karena dengan bodohnya aku menghapus semua buktinya. Bahkan rekaman videonya sudah kupastikan terhapus. Aku tidak ingin terhubung lagi dengan keluarga bangsat itu."

"Tapi... Yu Seong-ssi, kau akan sendirian dalam posisi seperti ini. Bagaimana kalau kau mati?" Wanita itu mengendikkan bahunya tidak peduli.

"Entah, aku tidak peduli. Lagi pula apa keluargaku terdengar bisa diandalkan dalam situasi seperti ini? Aku yakin mereka justru ingin aku mati dan mendapatkan uang pensiunku." Dae Suk kembali terdiam menatap Yu Seong. Wanita itu kembali mengambil ayam gorengnya dan melahapnya. Mereka terdiam cukup lama hingga suara mesin dan makanan yang terdengar. Saat jarum panjang jam kembali menunjuk ke angka 12, Dae Suk pamit.

"Yu Seong-ssi jika kau butuh bantuan, aku bisa membantumu. Kau tidak perlu merasa sendirian." Mata Yu Seong hanya mengekori Dae Suk yang keluar dari ruangan itu.

Ruangan serba putih tempat perempuan berambut panjang itu dirawat kembali sepi seperti biasanya. Rasa berat yang aneh muncul di dada Yu Seong secara tiba-tiba. Matanya berubah memburam dan air mata menjejak di pipinya. Ia terkejut saat menghapus air matanya. Bahkan, ia tidak mengerti kenapa ia menangis. Bukankah semuanya berlalu seperti biasanya? Tidak ada yang spesial dari pembicaraannya dengan pria itu. Meskipun dalam posisi terburuk sekalipun, berdiri sendirian adalah hal yang normal. Yu Seong sudah menjalani itu 10 tahun lebih dan bertahan hidup. Tidak memperdulikan perasaannya sendiri adalah hal yang biasa. Yu Seong tidak seharusnya menangis hanya untuk hal-hal remeh tidak berguna seperti ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro