Dua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Terkecuali bila aku melakukan ini."

Hitam tiba-tiba ikut duduk di samping Putih. Ia terlihat memejamkan matanya yang satu-satunya bagian tubuhnya tidak berwarna hitam. Lebih tepatnya manik mata abunya, sebagai satu-satunya warna lain yang dapat dilihat dari Hitam—jadi bisa kau bayangkan warna matamu yang hitam dengan hanya manik mata abu-abu yang menonjol. Itu indah menurut Putih. Karena dirinya memiliki warna putih seperti umumnya yang dapat ia ingat seperti saat masih hidup walaupun yang membedakan adalah manik matanya sama dengan miliki Hitam. Putih mengetahui itu dari topeng hitam mengkilat yang digunakan Hitam—yang mana membuat Putih sedikit bingung jika wajahnya memang hitam mengapa ditutupi lagi dengan topeng hitam.

Langit tiba-tiba menggelap dan lantai di bawah batu itu pun juga demikian.  Putih yang terkaget mencoba turun dari batu. Ia memutar-mutarkan tubuhnya mengamati segalanya hitam dan hanya dirinya yang entah mengapa kini berganti menonjol. Mulutnya terbuka lebar dan matanya bersinar cerah.

"Apa aku juga bisa melakukan itu? Bagaimana caranya Hitam? Beritahu aku! Beritahu!"

"Entahlah, aku hanya memikirkannya sembari kadang menggerakkan tanganku. Lihat ini."

Hitam mengangkat tangannya yang menggenggam sedikit ke atas lalu membukanya perlahan menghadap langit, yang terjadi ialah warna langit hitam itu memudar.

"Atau juga ini."

Hitam mengarahkan tangannya ke lantai lalu bergerak ke sana kemari hingga tiba-tiba muncul gambaran kelinci putih yang berada di lantai dan berganti mengganti hewan-hewan lainnya.

"Aku hanya mampu mengendalikan yang hitam, sekali pun tidak bisa menggerakkan yang putih hewan-hewan kecil itu tetap terlihat bergerak kan di lantai?"

Putih mengangguk setuju. Ia kemudian mendekati Hitam dan dengan bersemangat meminta diajari lagi. "Baiklah coba kau lakukan sambil duduk di sini."

Hitam menepuk-nepuk tempat di sampingnya itu. Putih kemudian menempatinya dengan naik ke atas batu yang cukup tinggi—sekitar separuh tubuhnya. Ia duduk tegak dan mulai memejamkan mata.

Hitam mendekatkan kepalanya pada putih. Ia membisikkan sesuatu.

"Di lantai, bayangkan ada sebuah titik yang kau buat."

Putih mengangguk pelan dan terus berkosentrasi dan mulai menggerakkan tangannya sembarang arah di lantai dan kemudian tertunjuk pada satu bagian. Pelan-pelan dirinya membuka mata dan ia tidak menemukan apa pun di sana. Ia datangi tempat yang ia tunjuk tadi sampai-sampai ia berjongkok untuk memastikan apakah ada titik putih yang dapat ia buat. Jawabannya adalah tidak ada apa pun. Hanya hitam pekat.

Putih mendesah pelan dan menatap Hitam dengan kecewa.

"Ini masih sekali percobaan, cobalah lagi. Mungkin berhasil."

Raut wajah Putih kembali ceria lagi. Ia mengangguk dengan bersemangat dan mulai mengejan untuk membayangkan lagi. Kali ini ia melakukannya berdiri dan membayangkan ia dikelilingi lingkaran garis putih yang ia buat sendiri.

Namun, ketika ia membuka matanya tidak ada apa pun di sana. Ia mencoba membuat yang lebih mudah daripada lingkaran tapi masih lebih susah daripada titik. Ia pikir mungkin percobaan ketiga ini akan berhasil. Ia berencana membuat sebuah garis. Sayangnya terjadi lagi hal tidak menyenangkan.

Putih ambruk ke lantai dan itu membuat Hitam panik.

"Tidak apa Hitam, jangan kau hiraukan aku," kata Putih sembari menidurkan diri dan meringkuk membelakangi Hitam.

Hitam yang sudah berdiri dan hendak turun dari batu, batal turun. Ia duduk lagi dan menunggu Putih untuk benar-benar tenang. Putih menangis.

Di sela-sela tangisnya, ia samar-samar teringat sesuatu. Sebuah rumah yang kecil dengan perapian yang dinyalakan dan bunyi jentikan jahit, ada suara samar-samar lain yang terdengar dari sana.

Sebuah erangan pelan dan suara yang berusaha menenangkan pun terdengar.

Di kamar sempit dengan lilin yang menjilat-jilat—dipasang karena hendak tidur. Ada seorang gadis kecil di dalam selimut yang tidak bisa tidur tenang, dan juga ada seorang kakak di sampingnya yang terus mengelap keringatnya serta menepuk pahanya pelan-pelan. Si kakak melakukan hal tersebut dengan harapan agar adiknya itu dapat tidur dan melupakan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya.

Putih juga teringat lagi dengan seorang pria pemabuk yang menghancurkan rumah yang sudah kecil itu untuk mencari barang-barang berharga yang dapat ia jual untuk mabuk-mabukan atau sekadar bermain dengan wanita, bahkan mengambil gaun-gaun buatan istrinya untuk diberikan pada wanita-wanita tidak jelasnya. Padahal itu adalah gaun gaun pesanan.

Putih juga teringat tentang si kakak yang mati-matian berusaha menyembunyikan uang dari ayahnya untuk membelikan obat si adik dan berakhir naas di gang sempit kota sebelah.

Tidak tanggung-tanggung, Putih kembali menangis dengan lebih deras lagi. Ia telah ingat semua. Itu ingatannya.

Tidak tahu berapa lama Putih menangis, akhirnya ia menyadari sebuah kejenuhan. Titik yang tidak bisa hilang di dunia kosong atau ruang kosong tanpa apa pun ini.

"Hitam. Barusaja aku ingat tentang kehidupanku sebelumnya. Mengingat itu membuat dadaku terasa sesak. Apa yang harus kulakukan. Aku sudah jenuh menangis tapi aku tidak tahu harus bagaimana lagi."

Putih bangun dari posisinya yang ternyata penuh dengan genangan berwarna putih. Ia sedikit kaget, tetapi kemudian ia melangkah mendekati Hitam yang berada di atas batu. Ia sudah tidak menangis lagi dan terlihat cukup tegar.

"Lupakanlah. Kunci itu dalam-dalam dan rapat. Hingga mungkin kau kehilangan jati dirimu. Tapi mau kau kehilangan jati dirimu atau tidak, kau tetaplah Putih dan aku Hitam."

Hitam berkata sembari menunjuk genangan putih di antara hitam yang Putih buat.

"Kau berhasil membuat warna putih sendiri, selamat Putih," katanya sekali lagi sembari turun dari batu dan membuat pola di udara untuk menggerakkan hitam agar ia menyentuh lantai putih.

"Jadi, Hitam. Kau mengunci ingatanmu rapat-rapat?"

Ungkapan balik yang dinyatakan Putih, tidak diharapkan oleh Hitam. Hitam membuang napas cukup besar dan mendekati Putih. Tatapan Hitam sedikit berubah dan itu membuat Putih takut, sampai-sampai ia mundur ke belakang.

Hitam sudah memperkirakan itu dan menarik warna hitam di sekelilingnya menyisakan kembali warna putih beberapa panjang di belakang Putih. Putih tersudut.

"Kau adalah Putih dan aku adalah Hitam. Kita berada di ruang kosong selamanya dan tidak akan terikat dengan masa lalu."

Nada Hitam penuh penekanan di beberapa kata sampai-sampai Putih terasa gemetar dan kakinya yang mulai lemas ingin ambruk. Bahunya yang dipegang oleh Hitam membuatnya makin tak karuan pula.

"Ta-tapi. Apa sebenarnya ruang kosong itu? Apakah ini dunia setelah kematian? Bu-bukankah hanya ada dunia Surga dan Neraka?"

Terdengar decakan lidah Hitam. Namun, Hitam malah melepaskan pegangannya dari bahu Putih dan membalikkan badan.

"Memangnya, apakah kita benar-benar sudah mati?"

~
A/N
Di sini Hitam yang kalem mulai kelihatan ganas ya :(
Btw, kenapa ruang kosong? Tanyakan pada NPC yang telah menginspirasi saya wkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro