Lima

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Putih tersadar ketika ada yang menggoyangkannya keras, dan ketika ia membuka mata itu. Hitam dengan segenap pertanyaan khawatir menyerbu begitu saja.

"Berhenti dulu."

Putih mendorong hitam agak menjauh dan ia bangkit dari tidurnya lalu menyadari ia hampir tenggelam dalam genangan kecil yang ia buat.

"Ja-jadi aku harus bagaimana?" Putih mulai kelihatan panik karena ia tidak melihat gerakan tangan kanannya yang telah tenggelam.

"Aku merasa seperti semakin tertarik ke dalamnya," katanya.

"Aku akan mempersempit putihnya dulu."

Hitam menghitamkan seluruh tempat kecuali putih dan genangannya. Dengan hati-hati ia menggapai tubuh Putih dan membuatkan bentuk tangan Putih di genangan Putih. Dengan amat pelan, ia membentuk tangan Putih dari hitamnya. Setiap detail lekukan yang ia ingat dibentuk pelan dari campuran hitam.

"I-ini keren." Putih mengerjap kagum saat tangannya sudah kembali utuh. Ia pun mengucapkan terimakasih pada Hitam dan memeluknya. Sampai beberapa saat kemudian ia teringat mimpinya. Dengan keras dan cepat ia mendekati Hitam lalu mencopot paksa topengnya. Instingnya berdentum keras untuk meminta Putih melakukannya dan benar saja ...

Wajah laki-laki yang sama dengan yang ada di mimpinya.

"Putih, ada apa? Aku malu dengan wajahku. Berikan topengku," katanya yang membuat Putih menjadi geleng-geleng tidak karuan.

"Ma-mana mungkin dirimu kan hitam? Be-benarkan?"

Meski wajah Hitam terlihat hitam karena tubuhnya. Namun, tidak ada yang bisa menutupi wajah yang terlihat darinya. Meski manik matanya yang memiliki warna lain.

"Ka-kau yang saat i-itu. Tidak salah lagi."

Putih terbata-bata dan mata hitam membulat. Mulutnya terbuka, tetapi sepertinya lidah Hitam terlanjur kelu. Putih pun terduduk begitu saja.

"Ba-bagaimana mungkin."

Putih masih memegang erat topeng si Hitam. Sedangkan Hitam yang berada di sampingnya masih saja membeku. Dengan gemetar ia berjongkok menghadap Putih yang masih memegang erat dan menatap lekat topeng miliknya, seolah tatapan itu dapat menghanguskan topeng itu.

"Pu-putih. Sepertinya kau telah ingat. Maafkan aku akan kejadian saat itu." Hitam membelai rambut putih, tetapi tangannya ditepis.

"Jadi, sejak awal kau sudah tahu?" Enggan menerima maaf, Putih malah nyalang.

Hitam tidak berkutik lagi, ia pun mundur. Sejauh mungkin dari Putih, sampai tak terlihat. Ia paham betul. Permintaan maafnya tidak akan dengan mudah diterima. Dan marahnya Putih, tidak akan dengan mudah padam begitu saja. Apalagi tatapannya tadi sudah seperti itu. Hitam paham betul karena ia teringat pada seseorang yang serupa dengan Putih. Seseorang yang amat ia cintai tetapi juga amat membuatnya sengsara.

Hitam tidur terlentang menatap langit hitam yang ia buat dan memisahkan warna hitam di lantai membentuk lingkaran putih. Tidak tahu berapa lama waktu yang ia gunakan untuk sekadar menatap langit hitam yang kosong, Hitam teringat dengan orang itu.

Lagi-lagi orang yang mirip dengan Putih.

Bisa dibilang mungkin saat itu adalah takdir. Ayahnya membawa seorang gadis kecil ke dalam aula rumah. Disambut oleh pelayan, dan dirinya. Hitam tidak habis pikir dengan apa yang berada di balik badan gempal ayahnya.

"Siapa dia, ayah?" Begitulah kalimat pertama sejak Hitam bersitatap dengan gadis yang terlihat dua tahun di bawahnya itu.

"Dia ... Adikmu ... Dari wanita lain."

Hanya itu. Benar hanya itu dan sesederhana itu, Hitam memahaminya dengan sangat betul. Nyonya Baron keluarga ini tiada setelah melahirkan Hitam. Tentunya, itu adalah masa-masa berat bagi Ayahnya. Terjerumus dalam pelukan wanita lain, sampai lahir gadis sekecil itu. Hitam sadar mungkin nasib gadis kecil itu sama dengannya. Karena tidak mungkin jika ayahnya hanya membawa gadis kecil itu saja tanpa ibunya. Jadi, dengan tangan sangat terbuka. Ia menerima gadis kecil itu.

Ayahnya yang khawatir berlebihan akan hubungan mereka buruk berupaya mendekatkan mereka

Nyatanya malah Hitam sangat akrab dengan gadis itu.

"Isala!"

Gadis itu menoleh ketika Hitam memanggilnya suatu hari.

"Kakak?"

Hitam berlari, masih mengenakan pakaian berkuda dan keringat yang membanjiri, ia kemudian menyodorkan bunga pada Isala, adiknya.

"Kupikir kau bosan karena taman di rumah kita tidak terlalu memiliki banyak bunga. Jadi kubawakan ini untukmu. Kudengar kau suka sekali bunga."

Isala menerima bunga pemberian Hitam. Ia kemudian tersenyum dan mengucapkan terimakasih.

Tidak menyangka kalau Isala menerima dengan senang hati sampai berterimakasih seperti itu. Hitam menjadi tersipu.

Tidak ada yang menyangka pula kalau mulai dari kejadian kecil seperti itu membuat Hitam benar-benar menyukai Isala. Sampai ada rumor kecil tidak mengenakkan yang berseliweran di para pelayan keluarga tersebut. Hal itu, membuat Hitam harus dipanggil di ruang kantor ayahnya suatu hari. Ruang kantor yang kelak akan menjadi miliknya.

"Ada apa, Ayah?"
Hitam memberi hormat dan kemudian dipersilakan ayahnya untuk duduk di sofa.

"Apa kau tidak mendengarnya?"
Pertanyaan ayahnya membuat Hitam sadar apa yang akan mereka bicarakan. Namun, Hitam bungkam.

"Bukankah kau sudah mempelajarinya? Wanita harus diperlakukan terhormat. Kau tidak memperlakukan Isala seperti itu."

"Aku hanya menemaninya tidur di ranjangnya. Kudengar ia sering mimpi buruk."

Hitam akhirnya tidak bungkam lagi dan ia menjawab sekali lagi, "lagipula Isala belum menjadi wanita."

Ayahnya yang duduk di meja kantor memukul mejanya.

"Memang belum, tapi suatu saat akan. Masalahnya kau tiap hari di sana. Isala akan tumbuh besar, sama sepertimu. Kau harus menjaganya."

Hitam bangkit dari sofa dan menatap ayahnya marah.
"Lalu, bagaimana dengan Ayah? Tidak kah cukup hanya Isala? Apa Ayah berniat menambah adikku lagi dengan wanita yang tiap malam berbeda!?"

Ayahnya ikut bangkit dari kursi dan memanggil pelayan untuk membawa Hitam.
"Kau anak bajingan. Perhatikan ucapanmu! Pergilah ke kamar! Kau tidak akan kubiarkan bertemu dengan Isala!"

***

Hitam membantingkan dirinya di kasur. Ia merangkak naik ke kasurnya dan bergelut di selimut. Di dalamnya ia menangis. Ia tahu ayahnya tidak akan membiarkannya bertemu Isala.

Selain tidak diperkenankan oleh semua orang untuk bertemu Isala, Hitam juga menyadari Isala menghindarinya. Tanpa banyak pikir, Hitam akan mengunjungi Isala diam-diam saat malam. Ia akan menceritakan dongeng seperti biasanya dan menemani gadis itu tidur sekaligus sebelum itu semua, ia ingin meminta penjelasan mengapa Isala demikian padanya.

"I-isala...."
Setengah berbisik, Hitam mengetuk pintu kayu kamar gadis itu. Dibuka dengan pelan, ia mendapati Isala tengah setengah mengantuk.

Hitam tentunya langsung menghamburkan pelukannya pada Isala. Namun, ketika Isala yang susah sepenuhnya terjaga ia mendorong kakaknya.

"Me-mengapa kakak kemari?"

Hitam hanya tersenyum pahit, ia menoleh pada buku yang ia bawa. Isala sadar itu.

"Ta-tapi, a-ayah melarangku bertemu dengan kakak."

Hitam membelai wajah adiknya itu dan memanggilnya lembut, "Isala. Bila kau harus memilih, kau memilih ayah atau aku?"

Isala bungkam, dan kebungkaman itu berakhir ketika ada pelayan yang melewati lorong kamar Isala. Pelayan itu kemudian berlari pergi dari lorong dan sepertinya ia melapor pada tuannya. Isala yang ketakutan lekas saja meminta Hitam untuk pergi. Namun, Hitam enggan. Ia masih meminta jawaban dari Isala.

"A-aku tidak bisa memilih. Kalian berdua adalah keluargaku."

"PILIH SATU, ISALA! BARU AKU AKAN PERGI!!" kata Hitam dengan amat kesal sembari mencengkeram bahu Isala.

"A-aku memilih ayah...."

Jawaban Isala membuat Hitam tidak berkutik. Ia melepaskan tangannya dengan tidak percaya. Padahal ia merasa Isala sudah sedekat itu dengan dirinya. Senyuman tulus dan kebaikan hati yang selalu ditunjukkan Isala hanya padanya ternyata masih tidak membuktikan apapun.

Hitam kemudian segera pergi kembali ke kamarnya, dan keesokan harinya puncak badai telah tiba.

Hitam sekali lagi dipanggil ke ruang kantor ayahnya pagi-pagi mendahului jam sarapan.

~
1154

Akhernya aku update ><
Btw btw ada plot yang kuubah. Di chapter awal hal hal yang menurutku terlalu dipaksakan udah kuganti. Lagipula cerita ini udah lama gak update. Bisa dong dibaca dari awal lagi hueheueheuehehe biar ingatan terrefresh ini cerita yang mana lagi wkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro