L. | Tanah Yang Dilupakan Tuhan, bagian kedua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tanah itu adalah 'Kaldera', tanah yang ramah dan subur menurut Salamander.

Kaldera memiliki tiga pegunungan sehingga sumber daya tanahnya sangat, sangat berlimpah. Musim yang hanya berupa musim kering dan basah pun membantu Kaldera untuk mudah beradaptasi dengan perubahan iklim.

Para Peri telah lama melakukan migrasi ke berbagai dunia, salah satunya adalah Endia dengan segala potensi alaminya berupa 'garis ley' yang lebih kuat dibandingkan dunia lainnya. Eksodus empat peri dan bagaimana mereka menemukan tempat di belahan Endia adalah sebuah hal yang menurut Salamander 'keajaiban'.

Sebagai bagian kecil dari kekuatan Salamander, Falstaff mewarisi secuplik ingatan dan kemampuan Salamander, dan mudah bagi Falstaff untuk cepat mengerti tentang bagaimana pribadi Sang Peri Api dibandingkan orang lain.

Salamander selalu melihat manusia Kaldera sebagai teman sejak awal ia mendarat di sana. Ia akan membedakan dirinya dengan Sylph, Nymph, dan juga Terra. Sylph kadang berkunjung ke Kaldera juga dan selalu memuji Kaldera yang cukup serius akan kemajuan namun juga tetap menjadi kontinen yang ramah. Semua itu kembali lagi pada Salamander yang memengaruhi cara berpikir para penduduk Kaldera, Falstaff senang melihat mereka tahu kapan untuk serius dan kapan untuk bersenda gurau.

Bila diandaikan Sylph dianggap sebagai seorang yang dihormati dan dijunjung tinggi, Salamander menganggap dirinya sebagai pengelana yang memiliki teman di seluruh penjuru Kaldera.

Di hari-hari tertentu ketika Falstaff merasa kondisinya baik, Salamander akan mengajaknya berjalan di tanah Kaldera.

Setelah pengaktifan Falstaff, Falstaff dan Miriam berpindah-pindah ke berbagai workshop dan laboratorium Urodela karena satu atau banyak hal. Falstaff sempat mencurigai kepindahan itu mengingat banyak yang memang iri dengan Miriam, tapi ia mencoba berpikir positif. Tidak mudah untuk mengawasi Falstaff yang kondisinya cenderung fluktuatif, dan Miriam dengan gigih sebagai pembuat dan Pemegang Kitab tidak kenal lelah untuk terus mencoba cara-cara baru agar Falstaff lebih nyaman dengan tubuhnya yang sekarang—atau sering ada yang menyebutnya dengan istilah 'cangkang'.

Ada banyak sekali alkemis yang membuat homunculusnya sendiri di Kaldera, lagi menurut Salamander sendiri, belum ada teknologi yang mampu membuat yang seperti Falstaff ini. Salamander paham akan ada sedikit kekurangan ketika Falstaff sudah mulai dipakai, tapi Salamander tidak menganggap itu sebagai kecacatan atau menyalahkan para anggota tim teknisi yang sudah mengerjakan proyek ini.

Walau demikian, Salamander tidak bisa menjawab mengapa hanya Miriam-lah yang merasa memiliki tanggung jawab untuk 'memperbaiki' Falstaff.

"Miriam memang seperti itu," mereka berdua berjalan ke arah hutan terdekat. Sebagian wilayah itu tengah dibangun ulang menjadi kota setelah peristiwa gunung meletus beberapa bulan silam. Salamander ada di sana sekedar melihat-lihat sambil menanyakan apa yang orang-orang butuhkan. "Sudah tidak percaya diri, dia selalu merasa semuanya itu salahnya."

Mereka lalu berhenti untuk duduk di tepi sebuah sungai yang mengalir dari kaki gunung. Berbeda dengan danau-danau yang pernah dikunjunginya di timur, sungai ini memiliki batu-batu besar. Hari itu cukup sejuk dan menemukan sungai itu semakin membuat udara terasa lebih adem, Salamander lalu mengajak Falstaff menepi sambil makan buah-buahan yang dipetiknya selama perjalanan kecil mereka.

"Sala, kamu tahu 'kan orang-orang pada sensi dengan Miriam?"

"Tentu saja," ia manyun. "Tapi nanti kalau aku mulai meracau soal itu, malah Miriam yang tertekan. Kenapa, sih, mereka tidak mau mengakui kehebatan Miriam?"

Miriam mendapat nama 'Urodela' karena Salamander memperkenalkannya pada bangsa Urodela. Jelas sekali mereka mengasingkan Miriam karena ia dianggap orang luar, dan segalanya hanya semakin bertambah. Akan tetapi, Miriam tidak merasakan kedengkian mereka itu sebagai sesuatu yang perlu dipikirkan, Miriam terlalu berfokus pada apa yang bisa dilakukannya dan bagaimana ia mampu menyelesaikan tugas yang ada didepannya.

"Apa nantinya ini tidak akan menjadi konflik?"

Salamander terdiam menanggapi pertanyaan itu. Ia sekedar menengadah ke langit biru di atas mereka. Sebentar lagi musim penghujan akan tiba, begitu juga kabar bahwa turbulensi sihir semakin menguat dan mulai berdampak di Kaldera berkaitan dengan aktivitas gunung api dan gempa.

"Konflik adalah bagian dari menjadi manusia, Falstaff," ucap Salamander. "Kamu tahu, 'kan, kalimat pembuka Kitab Takhta Tak Berguna yang dipakai menjadi salah satu slogan tidak tertulis bangsa Urodela?"

"Manusia sudah serakah ... itu?" Falstaff merapal kalimatnya dengan penuh, sebelum ia mengulangnya lagi dalam benaknya dan meresapi maknanya. Ia menatap mata Salamander yang menerawang ke langit yang jauh, dan kedamaian mereka yang mungkin tinggal menghitung hari untuk berakhir.

"Tapi, Sala ... kamu masih menyukai manusia, bukan?"

Salamander tersenyum tipis. "Benar sekali. Perpecahan, peperangan, perbedaan pendapat, segalanya adalah hal yang manusiawi, Falstaff."

.

Dan di saat-saat itu juga, Miriam juga-lah yang mengungkap adanya eksploitasi garis ley yang dilakukan bangsa Urodela.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro