X. | Pulau Melayang, bagian pertama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mereka tiba di Pulau Melayang tepat sesuai perkiraan tiga hari dari hari keberangkatan, 25 Februari, Y. 1342.

Hari sudah larut malam, tapi Pulau Melayang dari selayang pandang dari udara tampak seperti dunia yang tidak pernah tidur. Kerlap-kerlip lampu di seluruh penjuru, trem yang membelah perbatasan antar sektor yang masih terus beroperasi. Segalanya terlihat berbeda dengan Angia yang banyak terdiri dari hutan dan kota atau desa yang letaknya berjauhan. Pemandangan ini juga tidak bisa disamakan dengan kota-kota besar di Provinsi-Provinsi Angia. Sungguh kenyataan itu sangat berbeda dibandingkan dengan apa yang mereka coba baca dan lihat dari foto-foto yang ada.

"Karena sudah malam, kalian akan segera menuju tempat peristirahatan," ucap Instruktur Lysander. Instruktur tampak berbeda tanpa seragam pelatihan Angia, sekarang ia mengenakan kemeja merah dengan celana hitam. Rambut coklat pendeknya yang biasa awut-awutan pun disisir rapi. Penanda pengenalan berupa kartu identitas berisi nama, pas foto, dan jabatan tersemat di sabuk pinggangnya: MORGANA LYSANDER, CEO & CO-OWNER.

"Nanti di bawah ada sekretarisku menjemput. Kalian langsung ke Sektor 2."

"Sekretarisku, katanya," Blair bersiul. "Baru kali ini aku dengar anda punya perangkat perusahaan, Instruktur."

"Diam, Chevalier. Dia sekretaris umum Lysander, kalian jangan banyak mikir aneh-aneh," Morgana mencibir. "Dan perasaan aku sudah meminta kalian jangan panggil aku Instruktur, deh. Ini bukan di Angia."

"Tapi rasanya aneh memanggil anda dengan sebutan Madam," imbuh Gloria. "Kalau bos saja bagaimana?"

"Anjuran tidak diterima, Perwira Wiseman!" tunjuknya galak.

"Loh, loh, tadi 'kan anda minta jangan pakai jargon militer?" seru Muriel.

Mereka bersenda-gurau hingga akhirnya pesawat mendarat dengan sempurna di landasan pacu Pulau Melayang. Selayaknya biasa, Gloria sebagai kepala skuadron turun lebih dulu dan meminta anggota skuadronnya berbaris. Dari kiri ke kanan, mereka akan masing-masing menyebutkan nama dan jabatan dalam skuadron, lalu memberikan salam hormat.

Instruktur Lysander—atau mungkin sekarang mereka harus memanggilnya Madam Morgana—tersenyum agak miris melihat itu. Terutama ketika para kru di bandara itu memerhatikan mereka seperti mereka tengah melaksanakan sebuah pertunjukan dan ada dari mereka yang bertepuk tangan.

"Bos Besar! Ini anak-anakmu di Angia ya?" sahut salah satu dari mereka yang tengah mendorong troli kargo.

"Anak-anak mana, sih!? Kamu kira saya setua apa bisa punya anak-anak umur segini?"

Blair dan Gloria berusaha untuk tidak tertawa. Madam Morgana menatap mereka berdua nyalang. Tidak lama setelah itu, ada sebuah mobil berbentuk seperti kapsul mendekat. Seorang wanita dengan rambut hitam legam dan berpakaian kurang lebih mirip dengan Madam Morgana menapakkan kaki keluar mobil. Ia menatap masing-masing anggota skuadron Ignis, lalu pada Morgana yang masih di-bully para kru bandara. Kartu identitas yang tersemat dipinggangnya bertuliskan: ROWENA RAINFALL, SEKRETARIS UMUM.

"Bos Besar, selamat datang kembali di Angia," ucapnya lembut. Morgana mengernyitkan dahi.

"Kamu juga ngapain ikut-ikut manggil aku Bos Besar segala, Rowen?" decaknya. "Ayo kalian jangan berdiri kayak patung begitu, ini bukan Angia! Masuk ke dalam mobil! Dan jangan ada jargon militer!"

Lucia hampir saja berceletuk tanda setuju, Blair tapi segera menariknya menuju mobil kapsul itu sebelum ada yang sempat tertawa lepas.

"Yang mau dibelakang siapa?" tanya Gloria.

"Ah, aku saja. Riel nanti susah keluar kalau dia disana." Blair menawarkan diri. Muriel melipat bangku tengah dan Blair segera masuk di bangku belakang.

Wanita berambut hitam tadi kembali ke kursi supir, dan Morgana duduk di kursi paling depan. Gloria duduk di tengah-tengah deretan bangku tengah, diapit Lucia dan Muriel. Mobil kapsul itu pun meluncur dari bandara setelah semua mengenakan sabuk pengaman. Pemandangan Pulau Melayang yang tadi mereka lihat dari jauh kini sudah di depan mata.

"Hmm, masih muda-muda sekali kalian, umur berapa?" Rowena menyapa mereka semua ramah.

Gloria menatap Muriel dan Lucia sebelum menjawab, "Err, selain Muriel, kami delapan belas tahun."

"Wow. Lalu kalian semua sudah jadi Perwira. Hebat sekali~" Gloria kurang paham bagaimana menanggapi pernyataan itu, hanya bisa mengangguk.

"Tuh, yang tengah cecunguk Wiseman." tukas Morgana ringan, Gloria terbatuk.

"Ehh? Wah~" lagi-lagi nada Rowena naik bahagia. "Selamat datang di Kaldera, anggap saja rumah sendiri! Tidak kusangka akan bertemu saingan bisnis begini!"

Saat Blair tertawa, Gloria mendecih.

"Jadi ... di mana tempat mereka semua akan tinggal, Rowen? Sudah diurus, 'kan?"

"Kita ada warehouse tipe B yang tidak terpakai di Sektor 3, walau sudah masuk daerah Level 1," pungkas Rowena.

Gloria yang mendengarkan segera membayangkan di benaknya. Kalau tidak salah, Level menandakan lokasi yang ada di bawah permukaan Pulau Melayang. Level 1 berarti masih bisa dibilang dekat dengan permukaan.

"Hmm, tidak masalah." Morgana mengangguk-angguk. "Malam ini pokoknya kalian istirahat dan beberes saja, besok pagi akan Rowen ajak kalian berkeliling bersama-"

"-Ada yang akan membantu kalian selama kalian ada di sini karena kami berdua cukup sibuk. Mereka juga anggota Perusahaan Lysander. Jangan sungkan untuk bertanya dan mempercayai mereka, ya." pungkas sang sekretaris.

'Pihak pembantu' yang berasal dari 'Perusahaan Lysander', sepertinya tidak terlalu buruk. Walau demikian itu berarti akan ada pengawas yang berada dekat dengan mereka selama di Kaldera. Dengan adanya asisten, mereka mungkin tidak perlu kebingungan terlalu lama dalam aklimatisasi di Pulau Melayang, dan mereka harus memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya di setiap saat untuk menghemat waktu.

Tugas utama mereka adalah mencari Kitab Takhta Tak Berguna, kitab asli Kaldera, menyebar informasi tentang perang yang akan terjadi dua tahun dari sekarang, dan mencari jawaban tentang Progenitor.

Mengenal Kitab Kejayaan Hampa, seharusnya Kitab Takhta Tak Berguna pun punya 'pemilik'. Sejarah Kaldera yang pelik membuat mereka anti dengan sihir, dan rekam data yang diberikan Instruktur Wiseman tidak menjelaskan soal Kitab terutama setelah Salamander murka. Apa ada informasi tentang ini yang bisa mereka, orang luar, dapatkan mengenai Kitab Takhta Tak Berguna?

"Boleh saya bertanya soal warehouse-nya, Bu Rowena?" Muriel mengangkat tangan.

"Ada apa? Oh, kamu mau tahu tata letaknya, ya? Sebentar saya kirim via terminal."

Dalam sekedar usapan jari, informasi mengenai warehouse tempat mereka akan bermarkas di Pulau Melayang sudah masuk ke terminal mereka masing-masing. Lebih cepat dari Cincin Peri. Teknologi mereka sangat luar biasa.

"Cukup besar, ya. Kita bisa sekat ruang utama untuk ruang latihan dan membuat sick bay ..."

"Haha, Riel, kamu sudah kepikiran seperti lagi susun barak saja," komentar Blair. "Tolong sisakan tempat khusus untukku ya?"

Muriel, sepertinya sudah paham, segera mengangguk. Ia mulai menggambar kasar tata letak dari denah warehouse yang diberikan, Gloria dan Lucia memerhatikan sambil Muriel sesekali bertanya persetujuan pada mereka.

"Anak-anak Angia keren sekali, cakap dan terampil," puji Rowena lagi. "Di sini paling kalau umur delapan belas belum bisa jadi insinyur, mereka harus ada pelatihan dan tes lagi."

"Insinyur?" tanya Gloria.

"Teknisi Pulau Melayang, salah satu cabang tugas Perusahaan Lysander," jawab Morgana. "Sesuai namanya, mereka melakukan maintenis di tempat-tempat yang diperlukan."

"Jadi mereka tahu seluk-beluk Pulau Melayang, begitu?" imbuh Lucia.

Morgana menunjukkan terminal miliknya ke arah bangku belakang, "Dengan terminal, segalanya bisa dikomunikasikan dengan mudah. Ada otak komputer di terminal, Kaldera A.I., yang membantu proses pekerjaan mereka dari perkiraan rute, penggambaran peta, juga mengakses database di Pustaka Antara."

"Kayaknya kita sudah belajar banyak tentang Kaldera, tapi banyak sekali yang mau kutanyakan." sergah Blair dari bangku paling ujung.

Rowena terkekeh, "Akan ada banyak waktu untuk kalian membiasakan diri dengan kehidupan Kaldera, kok. Saya harap kalian bisa menikmati perjalanan kalian."

Gloria ingin menghela napas panjang mendengar sentimen itu, walau Rowena terkesan sangat ramah dan baik pada mereka berempat yang baru pertama kali beliau temui. Mata Gloria menangkap pandangan Madam Morgana di spion tengah, mata itu mengerling penanda sesuatu, Gloria pun menurunkan pandangannya. Jangan terlalu diambil pusing, Wiseman, seakan ia tengah berkata seperti itu.

Bila mereka bisa menemukan informasi tentang Takhta Tak Berguna, kemungkinan mereka akan dengan mudah mencari informasi lain dan menyebarkan soal perang yang akan datang.

Soal Weiss Schach, Gloria bersedekap, mungkin juga dapat mereka temukan saat mereka sibuk mencari, atau mereka akan datang lagi menemui mereka, sama seperti saat di Angia dulu.

Gloria berharap mereka tidak perlu sampai berurusan dengan E8 lagi, walaupun mereka tidak lagi senaif dan selemah saat dua tahun yang lalu.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro