Line 10 | Like a Noble

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

LINE 10

Like a Noble

.
.
.

"Iris, berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk dapat memanah dengan benar?" Sophia menatap Iris dengan penuh tanda tanya. Gadis di depannya terus berjalan kesana-kemari seraya mencari sesuatu.

Setelah menemukan apa yang ia cari, Iris membuka kotak kayu berukuran besar yang ia dapat di atas almarinya. "Mungkin sekitar 1-2 tahun." Iris menoleh ke arah Sophia yang menampilkan raut tak percaya dan membuat Iris terkekeh. Ia mengeluarkan sebuah busur dan anak panah dari dalam kotak kayu tersebut.

"Mana mungkin aku bisa memanah selama itu! Raven bilang aku harus bisa memanah agar ia mau menerimaku, sedangkan batas waktunya adalah sampai kami kembali lagi kemari setelah perjalanan. Apa kau tahu berapa lama perjalanannya? Hanya sebulan! Paling lama juga tak sampai dua bulan!" Seru Sophia. Ia menerima busur yang diberikan Iris kepadanya dengan memasang wajah cemberut.

"Karena itulah aku ada di sini untuk membantumu. Kau dan Raven akan berangkat seminggu lagi, kan? Ayo kita manfaatkan waktunya sebaik mungkin!" Iris mengambil busur lain yang ada di dalam kotak itu dan menyampirkannya di badannya.

Iris bilang dia akan menunjukkan tempat pelatihan yang biasa ia gunakan bersama dengan Sive dan rekan-rekannya yang lain. Selama ini, Sophia hanya berkeliling di bagian asrama wanita saja. Jadi, ini adalah yang pertama kalinya bagi Sophia.

Tempat pelatihannya sangat luas. Lebih luas berkali-kali lipat daripada asrama, mungkin karena tempat pelatihan pria dan wanita yang tercampur menjadi satu. Sophia hampir saja mengabaikan Iris yang berjalan di depannya jika Iris tak memanggil namanya. Orang-orang di sini terlihat sangat kuat, Sophia jadi gugup sendiri dibuatnya.

Iris berjalan ke bagian memanah. Beberapa orang terlihat menyapa Iris, dan Iris balik menyapa mereka dengan ramah. Sophia jadi merasa terasingkan di sini.

"Ayo, Sophia! Kita akan berlatih di sini!" Iris berdiri di depan papan yang penuh dengan lubang-lubang berukuran kecil. Sepertinya bekas tancapan anak panah, "Pertama aku ajarkan cara memegangnya, lalu cara membidiknya."

Iris berdiri beberapa meter dari papan, ia mulai mencontohkan caranya memanah pada Sophia. Ia menarik anak panah yang sudah ia pasang dan melepaskannya. Anak panah itu menancap di papan kayu dalam beberapa detik. Sophia menepuk tangannya dan memuji Iris.

Setelah Iris menunjukkan beberapa cara dan tips, ia segera meminta Sophia untuk melakukannya. Sophia menarik napas panjang dan berusaha merilekskan tubuhnya selagi ia memfokuskan bidikannya. Iris tak langsung menyuruh Sophia untuk melepaskan anak panahnya. Ia memperhatikan kuda-kuda Sophia. Ia menjulurkan tangannya ke siku Sophia dan sedikit mengangkatnya, lalu memperbaiki posisi Sophia.

Badan Sophia mulai kaku. Ia bertanya-tanya dalam hati, kapan ia bisa melepaskan anak panah itu. Tepat setelah Iris menyuruh Sophia untuk lebih kuat menarik tali busur, Iris segera memerintahkan Sophia untuk melepaskan anak panahnya.

Senyum Sophia memudar saat mengetahui hasil tembakan pertamanya melenceng jauh dari perkiraannya. Anak panahnya sama sekali tak menyentuh papan dan mendarat semeter di depannya.

Iris tersenyum kaku. "Yahh, hasil pertama memang selalu tak sesuai harapan," ucap Iris mencoba untuk menghibur. Ia menilai letak kesalahan Sophia, "Mungkin letak papannya terlalu jauh untuk pemula sepertimu. Ayo kita mendekat."

Latihan kembali dimulai setelah mereka maju beberapa langkah. Sophia kembali memasang anak panahnya. Ia menariknya dengan kuat seperti yang dikatakan oleh Iris. Ia kembali menunggu aba-aba dari Iris untuk menembak. Setelah melakukan beberapa perubahan, Iris mengizinkan Sophia untuk menembak. Iris menatap Sophia heran, pasalnya gadis itu tak juga melepaskan anak panahnya.

"Sophia?"

"Emm, Iris, entah kenapa aku tak bisa menggerakkan tanganku." Iris menatap Sophia heran, namun ia segera tersadar dan terkejut. Ia melupakan hal penting.

"Oh, ya ampun, Sophia! Maafkan aku, seharusnya kita melatih tanganmu dulu! Kau bahkan belum pemanasan!" Iris mulai panik dan hal itu juga membuat Sophia merasakan hal yang sama.

Iris menyentuh lengan Sophia perlahan, tetapi gadis si pemilik lengan tetap saja berteriak kesakitan. Sophia mungkin sedang kram sekarang. Setelah dipaksa untuk menggerakkan lengannya, Sophia akhirnya berhasil. Iris memijat tangan Sophia sebagai permintaan maaf.

Latihan kembali dilanjutkan setelah Sophia melakukan pemanasan. Kali ini tak ada papan kayu, Sophia bebas menembakkan anak panahnya kemanapun asal tak mengenai orang lain. Targetnya adalah memperkuat tarikan dan jarak anak panah.

Latihan hari ini berakhir saat matahari sudah hampir berada di cakrawala. Perkembangan hasil Sophia hari ini hanya pada 9 dari 50 anak panah yang Sophia lepaskan, menancap dengan benar. Tapi Sophia tak menyerah begitu saja, masih tersisa 6 hari lagi sebelum Sophia pergi bersama Raven.

---

Hari ini adalah hari terakhir Sophia berada di kota ini. Tak ada latihan lagi mulai saat ini, Sophia harus membeli perlengkapan berpergiannya. Pagi ini berbeda dari pagi biasanya, sarapan kali ini diadakan di kediaman Kniga. Tak hanya Sophia saja yang diundang, namun Iris, Sive dan si kembar Stephanotis.

Hasil perkembangan latihan Sophia sama sekali tak ada yang bermakna, kecuali keahlian pertahanan diri Sophia yang meningkat tajam. Gadis itu harus berterima kasih pada kedua sahabat kecilnya. Untuk soal memanah, Iris bahkan hampir angkat tangan, lalu pada akhirnya Sive yang turun tangan.

Kniga sudah beberapa menit sibuk di dapur, tak ada yang membantunya, karena mereka tahu jika Kniga tak mau dan tak akan meminta bantuan. Dapur sudah seperti wilayah kekuasaannya, tak boleh ada yang mendekat tanpa seizin darinya. Tapi Sophia tak dapat berdiam diri, ia dan Iris memilih untuk menyiapkan meja makan, sementara keempat pria yang lain lebih memilih untuk bertukar informasi, terutama informasi yang berkaitan dengan daftar buronan.

Kniga datang dengan hidangan utama, sebuah olahan dengan bahan dasar ikan laut. Mata Raven dibuat berbinar olehnya, tetapi pria itu tampak berusaha menutupinya. Pria itu sudah siap dengan alat tempurnya, sebuah pisau di tangan kiri dan garpu di tangan kanan. Iris mulai membagikan makanan ke piring.

"Kau tahu? Aku benar-benar tidak percaya jika Sophia ingin pergi bersama Raven. Aku tak bisa menerima hal itu!" Argia memasang wajah kesal.

"Itu benar, Sophia. Apa kau tahu jika Raven itu hewan liar?" Zwart ikut membenarkan ucapan adiknya. Ia tak tahu jika Raven sed ang menatapnya dengan tajam saat ini. Ia merasa tersinggung, ia tahu jika ia setengah serigala, tapi dia dibesarkan di lingkungan keluarga terhormat.

Sophia tersenyum kecil. "Kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya, kan? Aku tidak ingin membahayakan nyawa kalian."

Dan kau membahayakan nyawaku, Raven membatin. Ia ingin sekali mengucapkan kalimat itu, namun ia berusaha menahannya. Ia tak ingin suasana hatinya hancur begitu saja. Ia memilih untuk mengambil makanannya sendiri, menunggu Iris hanya akan membuatnya hilang kesabaran.

Sophia menerima makanannya. Ia berbinar saat menatap makanan yang asapnya masih mengepul itu. Bau makanan itu terasa sangat sedap. Kniga pasti memasukkan banyak rempah-rempah ke dalamnya.

Sophia tersenyum kecil saat ia melihat teman-teman barunya makan dengan lahap. Ada kegembiraan yang menyelinap masuk dalam hatinya. Matanya terhenti pada Raven. Kniga bilang Raven suka sekali masakan laut. Karena ini hari terakhir Raven di kota ini, pria itu memasakkan hidangan spesial untuknya.

Gadis berambut coklat ikal itu terheran-heran, ia pikir Raven akan makan dengan lahap, sama seperti si Kembar Stephanotis, tetapi nyatanya pria itu makan dengan anggun. Sophia sampai terpesona melihatnya.

eh?!

Sophia menggeleng-geleng. Ia tak percaya jika ia baru saja menggabungkan kata 'pesona' dan 'Raven' pada kalimat yang sama. Ia tak mau dan tak akan pernah mengakui pesona dari seorang Raven.

"Sophia? Ada apa denganmu? Apa makanannya tidak enak?" Kniga bertanya. Ia heran dengan sikap Sophia yang tak juga memakan masakannya.

Sophia tersentak pelan. "Ah, tidak. Aku tidak apa-apa," ucap Sophia. Ia mulai memakan sup buatan Kniga. Ia kali ini dibuat terpukau dengan sup itu. Rasanya lebih enak dari yang Sophia bayangkan.

Sophia kembali memasukkan sendok yang penuh dengan kuah sup ke dalam mulutnya, lalu ia mendapati dirinya kembali memperhatikan Raven yang duduk tepat di seberangnya. Pria itu terus saja makan dengan tenang dan elegan. Ia seperti makan dengan lahap, tetapi dengan caranya sendiri. Tak hanya itu, cara makannya terlihat seperti seorang bangsawan, seperti seorang anak yang dibesarkan dari keluarga dengan sendok emas di mulut mereka.

Ah, mata hijaunya bertemu dengan mata hitam legam itu. Sophia segera tersadar dan mengalihkan pandangannya pada mangkuk berisi sup miliknya. Ia kembali memakan supnya saat Raven melemparkan tatapan heran padanya.

Sophia berusaha makan dengan tenang. Ia belum menghabiskan setengah supnya, padahal Sive dan si Kembar sudah menambahkan beberapa lauk dan sup lagi ke dalam mangkuk mereka. Iris bahkan sudah hampir menghabiskan sup miliknya. Ah, pada akhirnya ia harus menikmati makanannya, ini adalah hari terakhirnya sarapan di kota ini. Ia tak yakin akan ada makanan seenak ini di perjalanan mereka nanti.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro