Line 9 | Allow You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

.
.
.

Line 9

Allow You

.
.
.

Raven mengambil wujud serigala hitamnya. Senjatanya sudah berada dalam genggaman Kniga. Ia sudah mengambil wujud ini lebih dari 15 menit yang lalu, tetapi tak ada tanda-tanda keberadaan Sophia.

Raven mengernyitkan alisnya saat ia mencium bau asing. Sebenarnya bau itu tak sepenuhnya asing, karena ia tahu, bau ini jelas-jelas bau manusia serigala. Ia tetap tenang dan meneruskan pencariannya.

Pria itu menghentikan langkahnya di sebuah jalan sempit yang kotor, tetapi hidungnya di penuhi dengan aroma mawar yang semerbak. Raven jelas-jelas tak menyukainya. Ia kembali mengambil wujud manusianya. "Baunya menghilang di sini. Sepertinya ada manusia serigala yang menangkapnya," ucap Raven sembari mengambil kembali senjatanya yang ada pada Kniga. Ketiga temannya menatapnya terkejut.

Kniga menatap Raven cermat, kemudian berkata, "Raven, matamu memerah."

Raven terdiam. Ia sudah menyadarinya bahkan sebelum Kniga mengingatkannya. Ia memalingkan wajahnya dan berusaha mengendalikan kekuatannya yang mulai kembali memberontak, lalu mengembalikan matanya menjadi normal. "Aku mencium bau darah," jawab Raven. Raven tak sepenuhnya berbohong. Ia memang mencium bau darah yang sangat lezat, itu mungki juga alasan mengapa kedua sisinya yang berbeda saling beretbutan untuk mengambil alih tubuhnya. Ia tak pernah mencium bau darah selezat dan seharum itu sebelumnya. Namun di sisi lain, matanya mungkin memerah karena perasaan waspada dan marah mengingat bau Sophia hanya sampai di situ saja.

"Bagaimana ini? Apa ia benar-benar ditangkap manusia serigala?" Iris mengajukan pertanyaan dengan nada khawatir.

Raven memijat keningnya, ia berjalan keluar dari jalan sempit berbau itu untuk menyegarkan kepalanya. Ketiga orang di belakangnya membuntutinya. Raven kembali menajamkan indra penciumannnya, kali ini ia tak berubah menjadi seekor serigala, hanya matanya saja yang berubah menjadi warna kuning keemasan.

Raven mencium bau bunga mawar ditambah dengan bau manusia serigala yang samar-samar. Ia yakin jika bau ini milik Sophia. "Baunya masih belum hilang. Kita harus segera mencarinya sebelum semakin menghilang."

Raven dan rekannya terus saja berjalan, bahkan mereka sudah hampir sampai di perbatasan kota. Mereka sudah berjalan cukup lama dan untungnya aroma yang dicium oleh Raven tak lagi samar-samar, ia tak perlu lagi berubah menjadi serigala untuk menciumnya.

Dari bau yang Raven cium, ia dapat memperkirakan jaraknya dengan pemilik bau tersebut. Dan kemungkinan mereka memiliki selisih jarak sampai beberapa kilometer jauhnya. Jika mereka tidak bergerak cepat bisa-bisa selisih jaraknya akan semakin jauh.

Mereka berhenti di suatu tempat, sebuah tempat penyewaan kuda dan menyewa tiga ekor kuda. Raven dan Kniga memakai kuda sendiri-sendiri, sedangkan Sive dan Iris menggunakan kuda yang sama. Jika mereka berhasil menyelamatkan Sophia, gadis itu bisa menggunakan kuda yang sama dengan Raven atau Kniga. Dengan begini, mereka dapat menyusul manusia serigala itu dengan cepat.

---

Malam sudah lewat dua pertiganya saat mereka berhenti di sebuah rumah mewah di abad ini. Raven berkata jika aroma Sophia berasal dari salah satu ruangan di rumah itu. Kniga mengintip dari celah yang ada di pagar pembatas. Ia mulai membaca kegiatan yang ada di mansion itu. Tak ada satupun penjaga yang berjaga di sekeliling mansion itu. Kniga memberi kode pada teman-temannya.

Raven mengangguk mengerti, mereka kembali berkumpul untuk menyusun strategi. Sebenarnya yang akan mereka lakukan adalah pergi menyusup diam-diam dan menyelamatkan Sophia tanpa ada masalah. Tetapi mereka juga harus mempersiapkan rencana lain jika mereka mengalami kendala.

Rencana yang dibuat tentunya adalah rencana penyerangan, jika mereka diserang sebelum berhasil mendapatkan Sophia, Raven dan Iris yang akan pergi terlebih dahulu sementara Kniga dan Sive yang akan menahan dan membuka jalan untuk mereka. Jika mereka diserang setelah berhasil mendapatkan Sophia, maka hanya Iris saja yang akan membawa Sophia keluar sedangkan ketiga pria itu yang akan membuka jalan dan menahan manusia serigala.

Mereka mulai memasuki mansion itu dengan Raven yang akan memimpin mereka saat ini. Raven tahu, keberadaan mereka saat ini pasti sudah diketahui oleh pemilik mansion sebelumnya, hidung manusia serigala terlalu sensitive dengan aroma manusia tidak bisa disembunyikan. Tapi karena ini malam hari, mungkin beberapa atau banyak dari mereka yang sudah tertidur, hal ini akan menjadi kesempatan mereka, kemampuan mencium werewolf akan berkurang saat tertidur, kecuali jika ia memiliki kekuatan di atas rata-rata.

Mereka berjalan mengendap-endap dan berusaha tidak menimbulkan suara apapun, termasuk suara langkah kaki. Raven terus mengikuti aroma mawar. Pria itu berpikir Sophia mungkin akan dikurung dalam sebuah sel bawah tanah seperti yang biasanya terjadi. Namun dugaan ia salah, aroma itu berakhir di balik sebuah pintu berwarna putih dengan ukiran kayu.

Sive mengetuk pintu beberapa kali. Setelah itu, ia dengan perlahan memutar knop pintu. Pertama-tama ia membuka pintu itu sedikit sebelum membukanya lebar dengan cepat. Kniga dan Iris dengan cepat mengacungkan belati yang selalu mereka bawa.

"?!" semua yang ada di sana terkejut, termasuk gadis berambut cokelat semi-keriting yang sedang mengangkat tongkat besi yang mungkin ia ambil di dekat perapian, mengingat hanya tersisa satu tongkat dari dua tongkat yang terpajang di sebelah perapian.

"Sophia!" Iris memanggil Sophia pelan dan berlari memeluknya seperti kawan lama. Gadis yang dipeluk itu hanya terdiam dan nampak bingung melihat empat orang yang tampak tak asing di penglihatannya.

"Bagaimana bisa kalian tahu aku ada di sini?" tanya Sophia sembari menurunkan tongkat besi di tangannya. Iris baru saja melepaskan pelukannya.

Iris tersenyum senang. "Raven yang membantu kami mencarimu. Penciumannya benar-benar hebat, kau tahu?" Sophia menolehkan kepalanya pada Raven, pria itu hanya membuang mukanya. Namun entah kenapa Sophia malah tersenyum dibuatnya. Mungkin ia harus berterimakasih setelah ini.

"Ayo kita pergi dari sini!" Kniga mengingatkan rekan-rekannya sebelum keberadaan mereka diketahui oleh pemilik mansion ini.

Tanpa berpikir dua kali lagi, mereka segera meninggalkan kamar itu. Raven kembali memimpin kelompok itu. Ia memiliki indra yang dapat digunakan untuk mengetahui siapa saja yang mendekati mereka. Tujuan mereka adalah jendela di lantai bawah tempat mereka masuk tadi.

Raven menghentikan laju larinya, hal itu juga mengakibatkan keempat rekannya ikut berhenti. Mereka terkejut dengan adanya seseorang yang tengah berdiri di depan jendela mereka masuk tadi. Orang itu, atau lebih tepatnya, manusia serigala itu, tengah berdiri menatap langit malam di luar sana. Ia memiliki postur tubuh yang mungil seperti gadis berusia 10 tahun. Ia memakai baju tidur berenda berwarna putih dan memeluk boneka anak perempuan.

"Alice?" Sophia maju mendekati gadis kecil itu. Semua mata menuju ke arahnya, termasuk gadis kecil itu. "K-kenapa kau belum tidur? Ini sudah larut malam."

"Apa kau akan pergi, Sophia?" Gadis itu balik bertanya pada Sophia sambil memiringkan kepalanya. Sophia terdiam dan tak menjawab pertanyaan Alice, tetapi dari wajahnya sudah dapat diketahui jawabannya. "Aku suka Sophia ada di sini, aku jadi punya teman bermain. Tapi jika ada Sophia di sini, Mama akan marah dan bertengkar dengan Papa."

"Apa kau mau aku tinggal di sini?" Sophia bertanya dan mendekati Alice, lalu menyejajarkan tinggi badannya dengan tinggi badan Alice.

Alice menggeleng. "Aku memang menyukaimu, tapi aku lebih menyayangi keluargaku. Aku ingin kau pergi dan tidak pernah kembali." Gadis kecil itu menjawab dengan penuh keyakinan. Ia tersenyum di akhir kalimatnya. "Lagipula Mama bilang aku akan segera punya adik!"

"Aku tidak akan kembali jika tidak ada yang membawaku kemari." Sophia tersenyum dan mengelus kepala Alice. Kniga keluar dari jendela terlebih dahulu, lalu diikuti dengan Iris dan Sive.

Alice teringat sesuatu, ia memanggil nama Sophia. "Kemarikan tanganm." Sophia mengulurkan tangannya pada Alice, gadis itu melepas sebuah gelang yang Sophia bahkan baru menyadari keberadaan gelang itu, sembari melepaskannya, Alice berkata, "Papa akan menemukanmu jika kau masih memakai gelang ini. Sudah, kau bisa pergi sekarang."

Sophia berterimakasih dan mengucapkan selamat tinggal. Gadis itu menaiki jendela dan melompat keluar. Kali ini hanya tersisa Raven yang masih berada di dalam mansion.

"Hey, Tuan. Apa kau juga manusia serigala?" tanya Alice tepat pada saat Raven menaiki jendela.

"Tidak ada alasan bagiku untuk menjawab pertanyaanmu," ucap Raven datar.

Tatapan Alice tertuju ke arah pendant(1) pada gelang yang dipakai Raven, "Windblows, ya? Kupikir itu klan vampir." Raven membeku, tetapi ia tak mengucapkan sepatah kata pun saat matanya kembali bertemu dengan mata bulat Alice walau hanya beberapa detik saja, karena Raven sudah melompat turun.

Alice menatap kelompok itu dari kejauhan. Ia mengeratkan pelukannya pada boneka kesayanganya dan melambaikan tangannya walau ia berpikir jika mereka tak akan membalasnya. Namun kenyatannya berbeda, karena Sophia dan Raven menoleh, walau hanya Sophia saja yang membalas lambaiannya.

Mungkin aku akan merindukannya, pikir Alice. Ia membalikkan badannya dan berjalan ke kamar tidurnya. Mungkin juga malam ini dan seterusnya ia bisa tidur dengan nyenyak tanpa mendengar adu mulut orang tuanya.

---­

Warna langit sudah berubah menjadi keunguan. Fajar akan segera terbit dalam beberapa jam ke depan. Beruntungnya, Sophia dan empat pria lain sudah sampai di depan kediaman Kniga setelah menunggangi kuda selama kurang lebih dua jam.

"Akhirnya sampai juga. Sive, kita hanya punya waktu beberapa jam jam saja untuk tidur, setelah itu kita harus kembali bekerja." Iris merenggangkan badannya. Di samping itu, Sive juga menyetujui ucapan Iris, "Ayo, kita kembali, Sophia!" seru Iris sembari menggandeng erat Sophia.

"Tapi sebelum itu, kalian seharusnya mengobati luka Sophia terlebih dahulu." Raven berkata sembari menyibak poni Sophia. Gadis itu mengaduh kesakitan. Ia tak bisa menyembunyikan lukanya dengan poninya.

"Aku mencoba melawan saat mereka akan menangkapku, tapi tentu saja gagal. Lalu mereka hanya mengizinkanku menggunakan kamar mandinya saja. Aku tidak diberi apapun untuk mengibati lukaku," ucap Sophia, ia tertawa kaku setelahnya.

"Ayo, kita harus cepat kembali! Raven, aku mungkin akan memberikan uangnya kepadamu besok setelah pekerjaanku selesai." Sive sepertinya sudah mengetahui berapa uang yang diinginkan oleh Raven.

"Tidak perlu," tolak Raven cepat. Semua menatap Raven heran, terutama Sive dan Iris, "Mana mungkin aku meminta bayaran pada temanku sendiri." Setelah berkata seperti itu, Raven memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Iris dan Sive tertawa melihat tingkah Raven yang malu-malu.

"Kau benar-benar manis, Raven!" Raven melempar tatapan tajam dengan cepat pada Iris yang mulai melangkah meninggalkan Kniga dan Raven. Hal itu juga berlaku pada Sive.

Sophia berada di belakang Sive dan Iris, ia tak berjalan mengikuti mereka berdua, tetapi justru berjalan mendekati Raven dan Kniga. "Terima kasih banyak sudah mau repot-repot menyelamatkanku. Aku berhutang budi pada kalian. Semoga aku bisa membalasnya suatu saat nanti," kata Sophia, kemudian dia mengucapkan sampai jumpa.

Mulut Raven terbuka memanggil nama gadis itu, "S-Sophia!" si pemilik nama menoleh, Raven berlari kecil mendekatinya. "Sudah kuputuskan, aku akan mengizinkanmu untuk berada di sampingku."

Mata hijau Sophia terbelalak tak percaya. Ia menatap Raven dengan mata berbinar tak percaya. Ia sangat yakin jika pria itu tak berbohong padanya. Ia berterimakasih sekali lagi pada pria itu.

"Tapi aku punya satu syarat-"


.
.
.


To be continued 

.
.
.

Footnote:

(1) Bandul

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro