FRAME 03

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Salma merasa PERJUANGAN-nya akan semakin berat. Aaah, lagipula remaja seusia dia bisa melakukan apa? Masalah hidupnya itu tidak mudah, terlalu rumit untuk diurai dan diselesaikan. Widya saja sejauh ini belum berhasil mengubah Arga. Yaa, paling tidak bisa mengurangi sifat kerasnya barang sedikit.

Salma meninggalkan perpustakaan sekaligus ruang kerja Arga. Surat berharga tadi sudah dimasukkan ke dalam laci yang biasa Arga gunakan. Biarkan semua berlalu, yang akan terjadi biar saja terjadi. Dengan begini semoga Arga tidak mengomel atau memarahinya lagi.

Setibanya di kamar, Salma merebahkan badannya. Lelah dan mengantuk datang menghampiri. Sejenak matanya menatap langit-langit kamar. Semua khayalan di masa lalu terkuak kembali. Masa lalu terbayang seperti layar film yang terus berganti scene dan adegan.

***

Alarm berdering tiga kali. Salma masih mengantuk, maklum semalaman dia harus mengerjakan beberapa tugas sekaligus. Beruntung Salma berotak 'encer', semua tugas bisa selesai dengan baik. Meskipun ada beberapa soal yang dia tidak yakin. Tidak ada yang sempurna kecuali Sang Pencipta, bukan.

"Selamat pagi, Salma." Ananta menyapa dengan setangkai bunga di tangannya.

"Nan, apaan, sih? Pake bawa bunga segala, ulang tahunku udah lewat." Salma berlalu tanpa menanggapi tindakan Ananta. Dia sahabat yang biasa membuat candaan seperti itu. Salma sudah kebal.

Berbeda dengan Ananta. Jauh di lubuk hati dia menyimpan rasa untuk sahabatnya itu. Sayang, yang dicinta lebih tertarik melihat hal lain. Salma tidak ingin dekat dengan siapapun, karena dengan menjalin hubungan dengan seseorang, akan terbuka celah dia mengetahui fakta lebih dalam tentang keluarganya.

"Ini cuma bunga, bahkan kalau kamu mau, aku buatin rangkaian bunga lengkap. Gimana?" goda Ananta dibalas pukulan sayang ke pinggangnya.

Sebuah bentuk persahabatan yang berharap akan tetap awet hingga nanti. Salma masih berasa hidup, bahagia selayaknya remaja juga berkat Ananta. Laki-laki yang setia menemani di tiap Salma terpuruk. Hanya Ananta yang tahu semua kesedihan dan kekerasan fisik yang dialaminya.

"Hari ini, oke?" Ananta mengambil tas dan menempati kursi di sebelah Salma.

"Ha? Oh, semua oke. Aman terkendali." Salma mengeluarkan buku tugas yang sudah dikerjakannya. Jadi satu kebiasaan kalau Ananta duduk di dekatnya, itu artinya dia akan mencontek tugas miliknya.

"Syukurlah." Ananta mulai fokus menyalin semua jawaban dari buku Salma. Ananta sebenarnya  pintar, hanya saja sifat malas belajarnya terkadang kambuh, dan Salma yang jadi sasarannya.

"Bayaran untuk tugas ini, temenin aku di masjid Al-Hikmah sore ini."

"Masjid itu lagi? Kenapa nggak di masjid sekolah, aja?" tanya Ananta tanpa menoleh.

Salma diam. Dia akan cerita semuanya nanti. Bukan sekarang. Banyak telinga yang akan mendengar, dan bisa jadi bahan tertawaan kalau mereka mendengar alasan Salma. Dia yakin Ananta pasti mengerti keinginannya tanpa banyak protes.

***

Masjid Al Hikmah sangat luas. Seperti masjid yang lain. Shaf perempuan dan shaf laki-laki dipisah. Salma sholat Asar, Ananta juga melakukan hal yang sama. Salma merasa selalu mendapat ketenangan saat menjalankan ibadah di sini. Sayangnya hanya di sore hari dia bisa ke sini. Karena lokasinya berdekatan dengan sekolah.

Khusyu dan fokus mengadu, berdoa dalam suara lirih. Tak jarang Salma menitikkan air mata jika kebetulan ada yang mengaji. Satu alasan inilah yang membuat Salma makin ingin terus berkunjung. Bukan hanya nyaman dan lebih fokus beribadah, tetapi ada suara merdu yang melantunkan kalam Allah di setiap kunjungannya.

Pembatas kain antara shaf perempuan dan laki-laki lumayan tinggi, jadi tidak mungkin bagi Salma mengintip. Dia harus puas hanya mendengar suaranya saja.

Tetapi sore ini tujuan Salma mengajak Ananta adalah untuk mencari tahu siapa yang memiliki suara merdu itu.

"Sampe segininya Sal, kamu mau tahu siapa orang itu. Aku juga bisa ngaji. Mau dengar?"
Mereka saling mengirim pesan dengan mematikan suara notifikasi.

"Kalau suaramu aku udah tahu. Memang bagus, tapi orang ini lebih bagus. Tinggal cari tahu aja apa susahnya?"

"Iya, Salma cantik."

Salma tersenyum membaca pujian Ananta yang jelas-jelas tidak ikhlas.
"Kamu dapat identitas orangnya, tugas Kimia besok, aku kasih contekan lagi. Kali ini bukan cuma tiga nomor. Tetapi lima nomor soal. Deal?"

Ananta semringah sekali. Kimia adalah pelajaran yang belum bisa dicapai otaknya. Sedangkan Salma dengan mudahnya memahami soal-soal Kimia itu.

Ananta duduk tenang di sana, berdzikir sambil terus mengedarkan pandangan di sekitarnya. Selang beberapa detik terdengar suara seorang pria membaca taawudz dan melanjutkan mengaji. Kali ini surat Ar Rahman dilantunkan. Ananta sempat terpaku di tempatnya. Suara ini nyaris sempurna. Apakah dia pernah menjuarai MTQ? Hh, halusinasi Ananta terlalu jauh.

"Sal, apakah suara ini yang kamu maksud?" Ananta kembali mengirim pesan kepada Salma.

"Betul. Seperti apa orangnya?" Salma terdengar tidak sabar. Namun melihat tempat mereka sekarang tidak mungkin Salma berteriak kegirangan.

Suara itu merdu merayu, melantunkan ayat demi ayat dengan fasih dan lembut. Ananta mendekat, mengambil mushaf dan ikut menyimak. Salma ingin melakukan yang sama, tetapi dia belum yakin bisa menyimak dengan Al Quran yang tulisannya arab semua. Bacaannya belum lancar.

Ajaib, setelah sholat tadi Salma merasakan lega dan bernapas lebih lapang. Bertahun-tahun Salma sholat, baru kali ini dia merasakan begitu dekat dengan Allah. Seperti berbicara dan ngobrol dengan sahabat tanpa wujud. Semua mengalir dan perlahan hilang semua sesak di dada.

Setelah mendengar suara ini, semua resah dan gundah di hati seperti hilang. Sedih karena Arga juga perlahan berkurang. Meskipun belum hilang sepenuhnya.

Salma tidak ingin menukarkan kebahagiaannya ini dengan apa pun.

***

Alhamdulillah
Bisa up lagi, ketemu kalian lagi.

Semakin seru nih, perjalanan hidupnya Salma. Kita nggak pernah tahu di balik semua cobaan hidupnya, Salma akan mendapat hikmah apa.

Sama kayak kita. Terus semangat dan berusaha saja, itu yang bisa saya lakukan juga selama ini.

Semangat, sehat selalu dan berpikiran positif.
Selamat membaca, mohon tinggalkan vote dan komennya.
Makasih.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro