FRAME 07

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sal, kamu udah nggak apa-apa?" tanya Ananta lembut.

"Aku masih pengen di sini, Nan. Entah apa yang akan Papa lakukan kalau aku pulang nanti." Salma sempat kembali terisak.

Ananta bingung, harus membawa Salma ke mana. Kalau mereka terus di taman itu sudah pasti akan kelaparan. Matahari sudah sangat menyengat rasanya.

"Sal, kamu kalo kamu ke rumahku dulu, gimana?" Ananta mencoba memberi solusi.

Salma bingung, tidak bisa menolak atau mengiyakan. Tetapi dirinya baru tersadar belum makan dari pagi. Widya sudah tiga hari keluar kota dan kemungkinan hari ini pulang. Salma mengikuti saran Ananta ikut ke rumahnya. Dia akan pulang saat Widya sudah sampai rumah. Beruntung ponsel dibawa, dan hari ini libur sekolah.

Ananta lega akhirnya Salma mengambil keputusan. Rosa sangat baik, menerima Salma seperti anaknya sendiri. Padahal ini pertama kalinya datang ke rumah.

"Salma suka makan apa? Ananta tidak bilang ada temennya mau main. Jadi Tante udah masak duluan." Rosa menyambut sangat ramah. Membuat Salma merasa hangat dan nyaman berada di sana.

Ananta tersenyum melihat pemandangan di depannya. Satu kewajaran bagi Rosa menyambut ramah Salma. Sudah lama Rosa menginginkan anak perempuan. Tetapi PENANTIAN itu teramat panjang dan lama. Hingga kini Ananta masih jadi anak tunggal.

"Saya suka makan apa saja, Tan. Nggak pilih-pilih, kok."

"Aah, bagus kalo gitu. Kita makan langsung aja  ya, sekarang. Yuk!"

Rosa menggandeng lengan Salma menuju meja makan. Senyum semringah tak lepas dari bibirnya. Salma yang diperlakukan seperti itu jadi salah tingkah.

"Bunda ini, baru juga ketemu Salma udah kayak siapa, aja. Sama anaknya sendiri dilupain," sindir Ananta.

"Utu tu, anaknya Bunda lagi cemburu, nih. Namanya sama tamu kan harus ramah, Nan. Apalagi secantik Salma."

"Tante jangan puji Salma terus, nanti Salma terbang, loh. Susah baliknya, ntar." Semua tertawa mendengar kalimat Salma.

Ananta lega melihat Salma bisa melupakan masalahnya untuk sementara. Dia tahu harus segera mencari solusi untuk Salma. Karena tidak mungkin Salma menginap di rumahnya. Meskipun Rosa tidak akan  keberatan kalau Salma menginap. Atau lebih gilanya lagi pindah tinggal di rumahnya. Halu banget Ananta, ini.

Salma sangat lahap menghabiskan makannya. Hampir tidak muat ruang di perutnya karena Rosa mengambilkan semua lauk yang ada di meja. Biasanya Salma makan sendiri di meja makan sebesar itu. Di sini Salma malah merasa memiliki keluarga yang sesungguhnya.

"Sal, tunggu di sini sebentar, ya. Aku bantuin Bunda beresin meja dulu."

"Aku ikut bantu, ya?" Sebagai perempuan Salma malu tidak membantu Rosa, malah Ananta yang cowok rajin banget.

"Nggak usah, Sal. Aku udah biasa, kok. Kamu kan tamu rasa saudara, jadi santai saja."

Salma menaikkan alisnya mendengar tamu rasa saudara. Tak urung senyum kembali muncul dari bibirnya. Baru juga sebentar Salma sampai di rumahnya, tetapi membawa keceriaan yang lebih dari biasanya. Rosa bahagia begitu juga dengan sahabatnya juga merasa bahagia.

***

Salma menghubungi Widya, untuk menanyakan keberadaannya. Widya agak lama membakas pesan Salma. Posisinya masih berada di pesawat. Selang setengah jam, balasan sampai ke ponsel Salma.

"Dari siapa, Sal? Mama kamu?" tanya Ananta sambil menaruh jus buah di meja. Saat ini mereka sedang menonton film di ruang tengah.

"Iya. Mama sudah sampai bandara. Sebentar lagi pulang. Aku minta Mama jemput ke sini, nggak apa-apa, kan?"

"Ya, nggak apa-apa, dong! Malah bagus, jadi solusi masalah kamu bisa teratasi sekarang. Aku sampe kebingungan mikirin."

"Masa?" Salma menggoda Ananta yang sok jadi pemikir.

"Dih, nggak percaya. Emang kalo soal pelajaran aku males mikir. Tapi kalo ini kan beda."

"Iya, percaya. Aku tahu kok, kamu sahabat yang terbaik di dunia." Salma menepuk pundak Ananta beberapa kali. Efeknya lumayan menggetarkan hati Ananta. Cowok normal yang diam-diam menaruh hati padanya.

"Lebay." Ananta menutupi dirinya yang tersipu karena pujian Salma barusan.

Ananta bernapas lega untuk kesekian kali. Hari ini ada kesulitan datang begitu hebat, tetapi kemudahan dalam menyelesaikan juga segera datang. Ananta harap ini kesulitan Salma yang terakhir. Harus sampai kapan PENANTIAN Salma akan berlanjut? Dia sendiri belum tentu kuat menghadapai orang tua seperti Arga. Oleh karena itu, dia sangat bersyukur dengan keadaannya. Meskipun Bunda cerewet, dia sadar semuanya demi kebaikannya.

***

Widya tampak letih. Tetapi dia sangat perhatian pada Salma. Lagi-lagi penyesalan selalu datang, saat mengetahui Arga melakukan kekerasan lagi pada Salma. Walaupun levelnya tidak sekeras dulu. Semakin ke sini, Arga mulai melunak. Belum besar perubahannya itu, tetapi Widya yakin sebentar lagi Arga akan berubah jadi lebih baik dan segera menyadari kesalahannya.

"Kamu nggak apa-apa, kan? Apa perlu kita ke rumah sakit dulu?"

"Enggak, Ma. Salma baik-baik saja, kok. Kita langsung pulang, ya."

Widya mengangguk dan memeluk sayang putrinya. Dalam hatinya terucap janji, keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Sebentar lagi akan ada perubahan. Sebisa mungkin Widya harus bisa melindungi Salma dari emosi Arga. Beruntung proyek ini adalah proyek terakhir yang dia tangani. Setelah ini Widya berencana hanya menerima proyek dalam kota saja. Tidak peduli berapa nilai nominalnya. Yang penting dia bisa lebih dekat dengan Salma, dan melindunginya.

***
Alhamdulillah,
Hari ke tujuh masih lancar update.

Untuk teman-teman selamat membaca, ya. Semoga menghibur.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro