FRAME 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Widya hanya salah satu perempuan yang mungkin dianggap 'bodoh' oleh sebagian orang. Karena masih mau bertahan hidup dengan suami seperti Arga. Parahnya saat Salma mendapat kekerasan, Widya tidak menuntut Arga secara hukum. Arga tidak hanya keras pada Salma, tapi juga dirinya.

Lalu alasan Widya adalah semua karena cinta. Dia mengenal Arga jauh sebelum mereka menikah. Pernah pacaran semasa SMA, tetapi terpisah karena Arga pindah ke luar kota. Widya hilang kontak. HAMPIR saja dia dinikahkan dengan orang lain gara-gara Widya belum juga memiliki pacar hingga bangku kuliah.

Kebetulan yang apik sekali bagi Widya, menjelang wisuda Arga datang dengan cintanya. Janji yang dulu sempat terucap dalam hati akhirnya diwujudkan dengan menikah.

Masa lalu indah yang masih jelas teringat. Hubungan mereka berdua sudah terjalin bertahun-tahun lalu. Widya tahu Arga adalah orang baik, semua perlu proses untuk sebuah perubahan. Termasuk Arga. Faktanya emosi Arga mulai menurun levelnya, tidak sesering dan sekasar sebelum-sebelumnya.

***

Malam itu HAMPIR larut. Widya dan Salma memasuki rumah disambut suasana sepi dan gelap. Sepertinya Arga pergi atau belum pulang. Hari ini libur, biasanya Arga tidak banyak waktu keluar. Dia lebih sering di rumah, mengawasi belajar Salma atau membawa pekerjaan yang belum terselesaikan di kantor.

"Kamu langsung ke kamar aja ya, Sal. Istirahat!"

Salma mengangguk. Ekspresi tegangnya mencair berkat Widya. Tinggal dipikirkan bagaimana dia harus bersikap saat bertemu Arga besok. Hatinya sedikit tenang ada Widya yang mungkin akan membujuk Arga malam ini.

Tepat saat pintu terkunci dari dalam,  ponsel berbunyi. Dari Ananta. Salma tersenyum, sahabatnya satu ini sungguh-sungguh mencemaskan dirinya.

"Ya, Nan." Baru menyapa dari seberang sana Ananta sudah memberondong beberapa pertanyaan sekaligus.

"Kamu baik-baik aja, kan? Gimana papamu? Dia marah lagi? Kamu dipukul atau ...." Kalimat Ananta dihentikan suara Rosa. Sepertinya Rosa sudah tahu masalahnya. Ya sudahlah, cepat atau lambat pasti Rosa juga akan tahu.

"Nan, dengerin, ya. Aku baik, Papa kebetulan lagi nggak di rumah. Dan aku sudah di kamar mau tidur. Ngantuk banget."

Terdengar helaan napas lega dari sana, Rosa mengucap syukur beberapa kali.

"Sal, kamu harus kuat dan berpikir positif terus, ya? Tante selalu doain kamu. Dan satu lagi, rumah Tante selalu terbuka, jadi jangan ragu atau sungkan kalau mau main, ya? Nggak perlu nunggu Ananta ngajakin. Kelamaan."

"Bunda apaan, sih?" Protes Ananta dari belakang Rosa.

Salma tersenyum. Hatinya kembali merasa hangat. Kapankah rumah ini akan hangat seperti harapannya?

Obrolan terputus. Ananta lega, Rosa tenang, begitu juga Salma. Entah bagaimana Widya dan Arga sekarang. Salma mengerti kondisi Arga yang sebenarnya. Di perjalanan Widya bercerita semua tentang masa lalu Arga.

Papanya adalah sosok yang mandiri dan keras. Namun, jauh di dalam hatinya Arga adalah pria yang lembut dan penyayang perempuan. Satu peristiwa mengerikan terjadi di masa kecilnya. Rumah Arga dirampok. Pelakunya membawa senjata tajam. Kakeknya Salma melawan sehingga menjadi sasaran senjata perampok. Arga yang saat itu baru berusia 5 tahun, HAMPIR terbunuh. Tetapi neneknya melindungi. Dan tewas juga di malam yang hujan dan petir.

Arga selamat dengan kondisi yang memprihatinkan. Semua cerita mengalir hingga mobil memasuki garasi rumah. Salma mengingat semua cerita itu dengan perasaan campur aduk.
Arga memiliki banyak luka dalam hatinya. Semua perlakuan kasar dan menyebabkan sakit di tubuhnya ternyata ada penyebabnya.

Jujur Salma bingung dan tidak tahu harus berpikir bagaimana soal Arga. Kasihan? Memaafkan dan melupakan semuanya? Bisakah? Mampukah? Lalu bagaimana kalau Arga melakukan hal itu lagi di kemudian hari? Salma tidak bisa memutuskan sendiri, harus ada seseorang yang lebih tahu tentang ilmunya.

Salma sedang ingin memperbaiki diri. Untuk itu dia harus berpikir yang benar, jangan sampai salah bersikap pada orang tua kandungnya. Tanpa Arga dirinya juga belum tentu lahir ke dunia. Selama ini mau tidak mau Arga yang sudah membiayai hidupnya.

Ada pilihan Salma menghubungi nomor Langit. Dulu sempat dikasih bersamaan dengan nomor temannya di masjid.

Dering tersambung.
"Assalamualaikum, Salma"

"Waalaikumussalam, Kak Langit"
Suara ini membuat Salma terhenyak. Bicara saja semerdu ini, apalagi mengaji. Salma sampai terdiam beberapa saat. Tidak mampu berkata-kata. Seketika niatnya belajar mengaji kembali semangat hanya mendengar salam dari Langit.

Namun, segera tersadarkan berkat satu nasehat temannya Langit. Belajar mengaji itu bukan karena seseorang. Sebaiknya dilakukan memang karena ingin ibadah dan hanya karena Dia.

Akhirnya hanya isak tangis yang keluar dari mulut Salma. Mengingat semua yang terjadi pada dirinya. Langit bingung dan panik di seberang. Salma menangis hingga seperti itu. Dia ber-istighfar berkali-kali. Mendoakan dalam hati semoga Salma baik-baik saja di sana.

Dengan sabar, menunggu hingga Salma mampu bicara dan tenang kembali. Lirih dari seberang Langit melantunkan Surat Ar- Rahman. Siapa tahu dengan begitu Salma bisa berhenti menangis.

Lambat laun tangis Salma terhenti. Suara Langit terdengar jelas, pelan, syahdu dan merasuk dalam ke relung hatinya.
"Kak, makasih. Maafkan Salma mengganggu waktu istirahat Kakak."

"Nggak apa-apa, Sal. Kamu bebas mau dengerin kapan aja."

Salma tersenyum di antara air mata yang tersisa.
"Salma masih mau melanjutkan niat ...."
Belum terselesaikan kalimatnya, pintu kamar Salma diketuk seseorang.

***
Alhamdulillah.
Tidak ada yang lebih baik dari bersyukur apa yang sudah aku dapat hari ini.

Teman-teman selamat membaca, ya.
Makasih bagi kalian yang mau mampir.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro