10 Ricky

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ricky dan Gilang telah tiba di kafe Frozen. Seperti biasa mereka di sambut oleh seorang pelayan berparas cantik serta memakai kerudung.

"Selamat datang di kafe Frozen," sapanya.

"Halo Ana. Apa kabar ya kamu?" tanya Ricky tersenyum tipis.

Ana tersenyum kikuk. "Saya baik Mas. Untuk berapa orang ya?" tanya Ana mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Jangan panggil Mas, panggil gue Ricky oke." jawab Ricky sambil mengedipkan mata.

Gilang memutar kedua bola mata malas. Ia memukul bahu kiri Ricky keras hingga membuat Ricky meringis.

"Kita pesan tempat buat dua orang," ucap Gilang masih waras.

"Yaelah Bang. Rusuh banget sih!" umpat Ricky setelah tangan ya ditarik paksa oleh Abang Sepupu.

Ana tertawa kecil. Setidaknya ia sedikit merasa lega tanpa mendengar gombalan atau ocehan salah satu pengunjung yang seminggu datang bisa empat sampai lima kali hanya untuk mengganggunya bekerja.

Gilang dan Ricky sudah duduk rapi di tempat biasanya. Ana datang menghampiri mereka sambil membawa buku pesanan.

"Selamat sore, silahkan dipilih untuk pesanannya," ujar Ana ramah.

Ricky mengambil buku pesanan dan tak sengaja tangan kedua bersentuhan. Waktu seakan berhenti ketika tatapan mereka saling bertemu.

Deg!

Atmosfir berubah menjadi warna merah muda padahal cat dinding kafe berwarna biru laut bercampur putih. Suasana ini hanya bertahan selama satu menit.

"Ehm!"

Suara Gilang membuyarkan imajinasi Ricky. Ricky menatap tajam Gilang sambil menggerakan jari tangan di leher.

"Awas lo ya sepatu Gilang kampret!"

Mulut Ricky komat kamit seperti Mbah Dukun baca mantera. Kurang segelas air putih, lalu disembur dah ke Gilang.

"Hahaha... mampus lo Haikal!"

Gilang juga menggerakan bibir tanpa keluar satu kata ataupun suara. Kedua sepupu ini seperti bisa berbicara lewat telepati.

Ana langsung menarik tangan paksa tanpa sepengetahuan mereka. Ia memegangi dada kiri yang tengah berdebar-debar.

"Kenapa dengan jantung Ana?" batin Ana bertanya-tanya.

Sejak Ana dilahirkan ke dunia ini. Tak pernah satupun Ana memiliki seorang pacar, dirinya terlalu polos untuk mengetahui hal berbau tentang cinta.

"Maaf Mbak, kami mau pesan Ice Vanilla Jumbo 1, Ice Chocolate Fruit Jumbo 1, minum ya Mochachino Latte 2 dan Banana Nugget 1 porsi."

Ana masih terdiam. Ricky pun menepuk pelan tangan Ana hingga tersadar.

"Eeh, iya Mas Ricky jadinya pesan apa?" tanya Ana tak fokus.

Ricky tersenyum lebar. Dia mengulangi pesanan untuk mereka sekali lagi.

Ana mencatat semua pesanan di kertas dengan tangan gemetaran. "Baik, saya ulangi ya pesanannya. Ice Vanilla Jumbo 1, Ice Chocolate Fruit Jumbo 1, minum ya Mochachino Latte 2 dan Banana Nugget 1 porsi."

"Ada tambahan lagi?" tanya Ana sudah kembali seperti semula.

"Hmm... kalau nomor WA Ana boleh nggak?" tanya balik Ricky tetap memasang senyum terbaik.

"Maaf Mas Ricky, saya permisi dulu," ujar Ana tanpa meladeni Ricky.

Gilang sejak tadi sudah menahan tawa hingga ia tak sanggup lagi. "Hahaha... mampus lo Rick. Cara gombalan lo kali ini nggak berhasil," ledek Gilang tertawa kencang.

Beberapa pasang mata menatapi meja mereka. Ricky ingin sekali menyumpal mulut Gilang dengan tisu bekas.

"Puas lo ketawa ya. Hah?!" Ricky kesal.

"Hahahaha... aduh perut gue sampai sakit Rick. Kasian banget sih sepupu Gilang yang satu ini."

Gilang kembali meledek. Ricky pun hanya pasrah. Ia menyesal telah mengajak sepupu menyebalkan itu ke kafe ini.

Tidak lama pesanan mereka datang dan sudah tersusun rapi di atas meja. Ricky memakan Ice Chocolate Fruit dengan kesal.

Kedua netra Ricky tak sengaja melihat secarik kertas kecil di bawah mangkok. Ia mengambil kertas itu diam-diam tanpa sepengetahuan Gilang.

"Ini kan... nomor WA Ana," gumam Ricky menahan rasa bahagia.

Setidaknya perjuangan Ricky untuk mendapatkan hati seorang Ana yang cantik dan ramah mendapatkan lampu hijau.

.....RZ.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro