12 Dulu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fajri baru tiba di rumah. Dia menghela napas kasar, lalu membuka pintu pagar rumah.

"Ji! Gue pulang duluan ya." Fiki berpamitan.

"Iya Fik, makasih ya," sahut Fajri tersenyum paksa.

Fiki melambaikan tangan. Dia menutup kaca helm lalu kembali melajukan motor.

Suara motor Fiki sudah tidak terdengar lagi. Fajri melangkahkan kaki pelan menuju ke dalam rumah.

"Assalamualaikum," salam Fajri.

Tak ada jawaban. Fajri pun masuk ke dalam dan suasana begitu sepi.

Kamar Fajri berada di lantai dua. Ia menginjak satu persatu anak tangga dengan perasaan was-was. Entah kenapa sejak kejadian lusa kemarin di rumah Ricky, Fajri merasa tengah diawasi.

Pintu kamar terbuka. Fajri langsung menutup pintu rapat-rapat, tetapi tak ia kunci.

Bruk!

Fajri menjatuhkan diri di kasur empuk miliknya. Rasa lelah dan takut menghantui Fajri.

"Andai bisa ketemu sama Bang Iky. Aji pasti bisa bebas bermain dan tertawa," gumam Fajri menatap langit-langit kamar.

Fajri merogoh ponsel di saku seragam. Tak ada pesan masuk maupun panggilan.

"Abi... Umi... kalian kapan pulang sih?" keluh Fajri.

Dulu suasana rumah begitu ramai. Semua anggota keluarga lengkap saling berkumpul di ruang tengah.

"Bang Han... Aji kangen sifat Bang Han yang dulu. Abang yang selalu tersenyum, sabar dan membuat Fajri tertawa setiap harinya."

Pintu kamar Fajri terbuka. Sosok Farhan terlihat di sela pintu.

"Lo sudah pulang? Makan siang sana! Abang habis pesan ayam bakar!" seru Farhan dengan tatapan tajam.

"Nanti Bang. Aji belum lapar," jawab Fajri tanpa melihat ke arah sang Abang.

"Oke! Kalau perlu apa-apa gue ada di kamar!

Oh iya, satu lagi. Awas kalau sampai lo ketahuan main ke rumah si pengkhianat itu!" Farhan mengancam, lalu menutup kasar pintu kamar Fajri.

Kedua netra Fajri sudah berlinangan air mata. Ia berusaha untuk kuat tetapi rasa sesak di dada tak bisa berbohong.

"Bang Farhan... kenapa sih lo benci banget sama Bang Ricky? Padahal dulu kalian bersahabat, tapi kenapa sekarang jadi kaya Anjing Kucing gini sih!"

Fajri akhirnya menangis. Ia membiarkan air mata jatuh sebebasnya. Karena dengan menangis, rasa sakit di dada sedikit berkurang.

Di dalam kamar Farhan...

Farhan kembali ke kamar setelah melihat Fajri di kamar sebelah. Rahang tegas dan tatapan tajam Farhan berubah melunak.

"Ji... maafin Abang ya. Abang cuma nggak mau kamu sampai direbut sama Ricky.

Cukup satu kali Farhan merasakan kehilangan orang yang tersayang. Farhan menatap sebuah bingkai foto di atas nakas meja.

Foto bersama dengan keempat sahabatnya dulu. Kini 'hubungan' persahabatan mereka telah hancur.

Kenangan dulu bersama Ricky serta kedua sahabat lainnya begitu erat. Persahabatan yang dibuat secara tak langsung semasa SMA dulu.

"Rick... andai lo nggak rebut cewek yang gue sayang. Mungkin kita sekarang bakalan seperti dulu lagi."

Farhan menghapus paksa air mata yang jatuh. Ia tak mau terlihat lemah karena masalah dulu.

Bingkai foto itu Farhan taruh di laci meja. Farhan masih tak sanggup mengingat kenangan bersama cewek yang ia cintai.

"Arghh!!"

Penyakit Farhan kembali kambuh. Ia memegangi kepala yang terus berdenyut kencang seakan ingin meledek.

"Kepala gue sakit banget Ya Allah!"

Tubuh Farhan sampai menubruk lemari pakaian terbuat dari bahan kayu jati. Farhan berusaha untuk menghilangkan rasa sakit di kepala.

"Aarghh!" Jeritan Farhan sampai ke dalam kamar Fajri.

Fajri membuka pintu kamar sang Abang. "Bang Farhan!" serunya kaget.

Farhan tak sadarkan diri di bawah lantai. Fajri sangat takut sekaligus panik.

"Bang Farhan! Bangun Bang!"

Fajri berusaha membangunkan sang Abang, tetapi tak ada perkembangan. Ia melirik sekilas pergerakan di dada Farhan.

"Ya Allah... Aji harus minta tolong Bang Iky!"

Pemuda itu berlari cepat menuju kamar untuk mengambil ponselnya. Fajri kembali ke kamar Farhan sambil menelepon seseorang.

"Bang Iky... ayo dong di angkat teleponnya," ujar Fajri khawatir.

.....RZ.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro