21 Konflik

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ana memasuki kamar. Air mata terus keluar membasahi pipi sampai kasur. Ia menangis terisak.

Seragam kerja belum Ana ganti sama sekali. Ia tak mempedulikan itu, karena hatinya saat ini sedang menahan sakit.

Dada seakan tertusuk-tusuk puluhan pisau tajam. Setelah sang kembaran bernama Ani menanyakan hal itu. Mereka pun saling adu mulut hingga Ana memutuskan mengabaikan Ani.

"Hiks... kenapa sih setelah Ana menemukan kebahagiaan harus hancur begitu saja dalam sekejap?

Kenapa?!"

Ana memukul bantal terus menerus menyalurkan kekesalan. Ia tak tahu harus bagaimana setelah ini.

Bayangan seorang Pria terlitas di pikiran. Tingkah laku absurd ya, senyum dan gombalannya seakan menyejukan hati.

"Rick... Ana harus bagaimana?" Ana bertanya-tanya.

Flashback On...

Beberapa waktu lalu, Ana baru saja tiba dari rumah. Mobil hitam Ricky melaju pergi meninggalkan perkarangan rumah.

"Ana senang banget malam ini," ucap Ana memegangi kedua pipinya.

Ana berjalan pelan dengan hati berbunga-bunga menuju pintu utama. Ana melepaskan sepatu, lalu menaruhnya di rak sepatu yang telah disediakan.

"Assalamualaikum," salam Ana membuka pintu rumah.

Baru saja berjalan beberapa langkah kaki. Kembaran Ana yaitu Ani sudah berdiri tegak di ruang tamu. Kedua tangan Ani dilipat di dada serta pandangan yang sulit diartikan.

"Itu tadi siapa?" tanya Ani bernada serius.

"Astaga, gue baru sampai banget loh. " jawab Ana kaget.

"Tadi lo pulang sama siapa?!" tanya Ani menaikan nada agak tinggi.

Ana terdiam. Ia menatap tak percaya ke arah kembarannya.

"Bareng sama teman. Kenapa emang?" tanya Ana balik masih manahan emosi.

"Teman apa teman?!"

Ani berjalan ke arah Ana, lalu ia mengeluarkan ponsel dari balik saku celana. Ia menunjukkan sebuah foto. Hal itu membuat Ana membulatkan mata terkejut.

"Kamu dapat darimana foto ini?!" Ana bertanya penasaran.

"Lo nggak usah perlu tahu. Intinya lo harus jauhin Pria ini. Namanya Ricky kan." jawab Ani tersenyum datar.

Deg!

Dada kiri Ana berdetak kencang. Berbagai macam pertanyaan muncul di otak.

"Gue harap lo bisa menuruti apa kata gue. Ini juga demi kebaikan lo." Ani berbisik. Ia mengelus pipi Ana pelan.

"Kamu kenapa Ani? Apa salah Ana harus berhubungan sama Ricky?!"

Akhirnya Ana meluapkan emosi dan rasa kesal yang ditahan sejak tadi. Ani tersenyum tipis.

"Ya! Salah besar!" seru Ani tajam.

"Nggak! Kali ini Ana nggak mau menuruti perkataan Ani. Selama ini Ana selalu mengalah dan mengikuti apa yang Ani mau.

Tolong... untuk kali saja. Mohon Ani mengerti perasaan Ana sekali saja."

Ana menangis. Ia sudah tidak kuat bahkan untuk berdiri pun sulit rasanya.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat manis di pipi kiri Ana. Ana menatap tidak percaya apa yang telah terjadi tadi. Ia reflek memegangi pipi kanan yang terasa sakit.

"Gue nggak peduli. Lo harus jauhin Ricky mulai sekarang!"

Ani pun pergi meninggalkan ruang tamu. Ia tak peduli jika tindakannya tadi membuat sang kembaran terluka.

"Ini demi kebaikan lo dan gue," ucapnya pelan.

Kini hanya tersisa Ana seorang diri di sana. Ana menatap kepergiaan Ani dengan perasaan luka.

"Ani...," gumam Ana lirih.

Ana langsung berlari kencang masuk ke dalam kamar. Walau kembar, mereka sudah memiliki kamar masing-masing. Hanya kamar ini tempat Ana mencurahkan semua perasaannya.

"Ana benci Ani!"

Flashback Off...
.
.
.
.

Di perumahan elit Jakarta...

Ricky baru saja tiba di rumah. Ia memarkikan mobil di dalam bagasi.

"Lelah ya hari ini. Tapi hati gue rasanya senang banget," ungkap Ricky tersenyum lebar.

Kaki jenjang Ricky mulai berjalan menuju pintu ruang utama rumah. Saat sudah meraih gagang pintu, suara mobil dari arah rumah sebelah terdengar.

Ricky yang memiliki rasa penasaran tingkat tinggi pun berjalan balik ke arah pagar. Ia terdiam sesaat melihat seseorang keluar dari mobil.

"Itukan Aji...," gumam Ricky.

Terlihat Fajri berlari kecil ke pintu sebelah. Fajri membantu seorang Pria berambut keriting keluar.

"Bang Han... hati-hati ya," ucap Fajri.

"Iya Ji," jawab Farhan pelan.

Fajri memapah Farhan di pundak. Remaja itu cukup kesulitan, beberapa kali hampir terjatuh.

Supir taksi online mengeluarkan barang-barang milik mereka. "Ini ditaruh di mana Mas?" tanyanya.

"Sini Pak. Biar saya yang bawakan barang-barang ya," sahut Ricky tiba-tiba.

Fajri dan Farhan menatap sosok Ricky. Terutama Farhan seakan tak suka dengan kehadiran Pria itu.

"Ji... ini mau di--"

Perkataan Ricky terpotong. "Nggak usah! Gue nggak perlu pertolongan dari lo!"

Farhan berteriak kencang kepada Ricky. Dan hal itu membuat kepala Farhan jadi pusing.

"Han... kali ini saja gue mau bantuin lo," ucap Ricky pelan.

"NGGAK! GUE NGGAK BUTUH BANTUAN DARI ORANG PEREBUT KAYA LO!"

Dada Farhan naik turun setelah meluapkan emosi. Kondisi tubuhnya malah semakin sakit.

Fajri hanya diam. Kedua netra sudah berkaca-kaca melihat keributan di depannya.

"Aww!" rintih Farhan.

Tubuh Farhan hampir terjatuh jiika Ricky tak menahannya. "Lepasin tangan gue!"

"Udah lo diam saja! Gue cuma mau bantuin lo. Kasihan Aji kalau kaya gini juga." sanggah Ricky tak peduli.

Farhan sedikit memberontak. Namun, tenaga Ricky lebih kuat. Ia pun membantu Fajri membawa tubuh Farhan ke dalam rumah.

.....RZ.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro