23 Jalan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bel sekolah telah berbunyi. Fiki segera membereskan peralatan tulis dan buku dengan kecepatan kilat.

Zweitson yang duduk di sebelah Fiki terpana. Mulut bayi satu ini sampai terbuka lebar.

"Selesai!" Fiki tersenyum puas.

"Fik! Kamu punya kekuatan super ya?" tanya Zweitson polos.

Fiki menepuk jidat kencang. Ia menarik kedua pipi Zweitson gemas.

"Aww! Fiki pipi Soni sakit tahu! Ihh lepasin!" rengek Zwetison.

"Bodo amat! Habisnya lo terlalu polos jadi anak SMA!" Fiki meledek.

Kedua netra Zweitson sudah berkaca-kaca. Dan akhirnya tumpah juga sampai mengenai tangan Fiki.

"Iih... Bayi satu ini cengeng banget sih. Gue jadi malas main sama bayi!" Fiki semakin semangat menggoda Zweitson.

"Huaah... Mami... Fiki nakal hiks..."

Suasana di sekolah tidak terlalu ramai. Beberapa pasang mata melihat tingkah konyol kedua sahabat itu wajar.

"Utututu... nanti gue kasih permen kaki nih," ucap Fiki menyerahkan tiga bungkus permen kaki.

Zweitson berhenti menangis walau masih sesegukan. Ia langsung mengambil tiga permen kaki semangat.

"Terima kasih Pikipau... nanti Soni nggak jadi aduin kamu ke Kovel hehehe...," ujar Zweitson menyengir lebar.

Fiki menghela napas lelah. Melihat tingkah laku sahabatnya ini sudah melelahkan apalagi jika ditambah Fajri lengkaplah sudah.

"Gue jadi kangen Aji," ucap Fiki pelan.

"Iya. Soni juga kangen Aji. Kangen kita bertiga sekolah dan main bareng-bareng." Zweitson menyahut sambil menikmati makan permen kaki.

"Besok. Kita coba ke rumah Aji. Gimana?" usul Fiki bertanya kepada bayi satu itu.

"Hmm... oke. Nanti Soni nebeng Fiki ya," ujar Zweitson lucu.

"Oke deh. Selamat tinggal Soni," pamit Fiki cepat.

Belum sempat Zweitson menjawab. Sosok Fiki sudah menghilang di balik pintu.

"Huu... lagi-lagi Soni ditinggal sendiri," ucap Zweitson cemberut. Ia pun mengambil tas, lalu berjalan menuju pulang menuju parkir motor.
.
.
.
.

Gedung sekolah khusus anak IPA. Beberapa siswa/i masih berada di dalam kelas. Mereka sedang melakukan kerja kelompok, bergosip maupun main game online di ponsel.

"Ra, kamu mau kemana?" tanya siswi bertubuh kecil.

Zahra melihat teman sebangkunya sekilas. "Mau pergi dong Nad," jawabnya senang.

"Wih... mau jalan-jalan sama dia ya?" goda Nadya antusias.

"Kok tahu sih?" tanya Zahra cukup kaget.

"Hehe... soalnya aku tadi nggak sengaja lihat chat kamu sama dia," jawab Nadya tersenyum tanpa dosa.

Zahra memukul pelan lengan kiri Nadya. Ia sedikit kesal melihat kekepoan teman sebangkunya itu.

"Udah sih nggak usah cemberut. Sana pergi atau Nadya saja nih yang pergi sama dia," goda Nadya lagi.

"Au ah! Nadya nyebelin sumpah!" Zahra semakin cemberut.

Nadya tertawa kecil. Zahra pun selesai merapihkan semua alat tulis dan buku dimasukkan ke dalam tas.

"Nad, Zahra duluan ya," pamit Zahra melambaikan tangan.

"Semoga menyenangkan jalan-jalan sama dia nya," goda Nadya. Ia tidak buru-buru pulang karena ada kegiatan eskul menari di sekolah.
.
.
.
.

Di jembatan penghubung gedung IPA dan IPS. Fiki tengah duduk bersandar di dekat taman sekolah.

Fiki sudah menunggu sejak limabelas menit yang lalu. Namun, orang yang ditunggu belum menampakkan diri.

"Maaf ya aku telat," ucap Zahra mengatur napas sejenak akibat berlari tadi.

"Gapapa kok. Nih minum buat kamu," balas Fiki menyerahkan sebotol minuman dingin berwarna kuning yang ia beli sebelum kemari.

"Terima kasih," ujar Zahra tersenyum tipis.

Ternyata Zahra dan Fiki merupakan murid SMA di sekolah yang sama. Hanya saja mereka tak pernah bertemu akibat gedung sekolah yang berbeda.

"Fik, kita mau jalan kemana?" tanya Zahra sudah duduk di sebelah Fiki. Botol minuman itu tersisa setengah saja.

"Hmm... aku sih mau ajak kamu nonton terus makan di mall," jawab Fiki menatap wajah Zahra.

"Ayo! Aku juga lagi pingin nonton film Spiderman nih," sahut Zahra semangat.

"Kamu cantik," puji Fiki tersenyum tipis.

Rona tipis muncul di kedua pipi Zahra. Zahra membuang muka menutupi rasa malu.

"Oh iya. Ini ada coklat kesukaan kamu," ujar Fiki menyerahkan sebatang coklat.

"Wah... makasih ya Fiki." Zahra senang. Ia mencubit pipi Fiki reflek.

Suasana menjadi hening. Rasa canggung dan malu saling dirasakan masing-masing.

"Ayo. Kita berangkat sekarang!" seru Fiki memecah keheningan.

Fiki menarik tangan kanan Zahra lembut. Zahra semakin dibuat salah tingkah. Keduanya pun berjalan meninggalkan taman sekolah.

Parkiran motor berada tak jauh dari taman sekolah. Fiki sengaja membawa dua buah helm.

"Ini helm untuk kamu," ucap Fiki. Ia juga memasangkan di kepala Zahra.

"Terima kasih," gumam Zahra pelan.

Fiki tersenyum lebar. Ia menaiki motor di susul Zahra. Motor bebek Fiki melaju pelan meninggalkan area parkiran sekolah.

.....RZ.....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro