24 Sakit

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wina terus memegangi perutnya yang terasa sakit. Bagaikan ada yang melilit di salah bagian dalam organ tubuh.

"Aduh... sakit banget," rintih Wina kesakitan.

Wajah pucat, keringat terus bermuncullah dan rasa sakit yang luar biasa sangatlah lengkap. Karena kecerobohan Wina makan mie rebus tengah malam membuat sakitnya kambuh.

"Ma... sakit banget perut Wina," ucap Wina kepada sang Mama.

"Iya Nak. Kamu sabar ya, sebentar lagi kita sampai kok," balas Mama Wina fokus menyetir mobil.

Papa Wina sedang berada di luar kota urusan pekerjaan. Tinggallah Wina dan sang Mama di rumah.

Wina sudah bekerja di kafe Frozen selama satu tahun. Ia mencoba untuk belajar mandiri di sela-sela kesibukan kuliah.

Mobil merek yang di sensor telah sampai di depan IGD. Mama Wina mematikan mesin mobil, lalu membantu Wina keluar dari mobil.

Petugas tim medis yang menjaga di depan IGD langsung membantu. Wina dibaringkan di brankar rumah sakit setelah itu di dorong hingga ke dalam IGD.

"Ibu tolong urusin administrasi pendaftaraan pasien dulu di sana," ujar Suster Hernita memberitahu.

"Baik Sus," balas Mama Wina.

Mama Wina sedang mengurusi administrasi pendaftaraan untuk Wina, sedangkan Wina lagi ditangani oleh Dokter Ridwan serta Suster Hernita.

"Kamu keluhan ya apa?" tanya Dokter Ridwan memeriksa dada Wina menggunakan stetoskop.

"Ulu hati saya nyeri, mual, muntah, pusing serta lemas dokter," jawab Wina menahan nyeri di bagian perut.

"Memang terakhir kamu makan apa?" tanya Dokter Ridwan kembali menganalisa.

"Aw... sakit banget Dokter perut saya." Wina merintih kesakitan setelah Dokter Ridwan menekan bagian perut sebelah kiri.

"Pasti Magh kamu kambuh ya," ujar Dokter Ridwan.

"I-iya dok. Saya semalam makan Mie," jawab Wina lesu.

"Kamu bandel ya. Suster, kasih obat pereda nyeri sama mual ya."

"Baik Dokter," jawab Suster Hernita.

Dokter Ridwan memberikan instruksi setelah memeriksa kondisi Wina. "Saya mau cek pasien dulu," ucapnya pamit.

"Terima kasih Dokter Ridwan," jawab Wina tersenyum.

Suster Hernita langsung memeriksa tanda-tanda vital, memasangkan infus serta cairan, mengambil sampel darah dan terakhir memberikan obat nyeri dan mual. Semua ia lakukan dengan cepat serta teliti.

"Semoga cepat sembuh ya Wina," ucap Suster Hernita tersenyum kecil.

"Aamiin," balas Wina lemas.

Tak lama Mama Wina datang ke tempat Wina ditangani. Ia memegang tangan Wina penuh rasa khawatir.

"Kamu sudah baikan, nak?" tanya Mama Wina menahan air mata yang hampir jatuh.

"I-iya Ma. Maafin Wina ya, selalu nyusahin Mama terus," jawab Wina. Ia mencium tangan sang Mama.

"Lain kali kamu jangan bandel ya. Harus jaga kesehatan dan diri juga," pesan Mama.

"Siap, Ma! Aww," rintih Wina.

"Yaudah kamu istirahat dulu. Mama mau beli minum sama roti," ucap sang Mama pergi membeli makanan.

Tersisa Wina sendiri. Ia menatap langit-langit ruang IGD. Bau obat-obatan sudah menjadi teman baginya.

Wina sering kali bolak balik ke rumah sakit. Ia selalu melanggar atau ceroboh mencoba makanan serta minuman yang dilarang oleh Dokter. Ia menderita penyakit Magh Akut sejak setahun yang lalu.

Tiba-tiba seorang Pemuda datang mendekati Wina. Ia menatap Wina polos.

"Permisi," ucapnya sopan.

"Iya," jawab Wina menolehkan kepala.

Tatapan keduanya saling bertemu. "Ini teh Wina bukan? Soalnya mukanya mirip sama teman Kak Rena. Aji takut salah orang hehe...," ujar Fajri tertawa kecil.

"Hai Aji. Iya benar, aku Wina. Kamu kenapa bisa di sini?" tanya Wina beruntun.

Fajri terdiam. Ia sampai menundukkan kepala. Kedua jari ia mainkan.

"Aji kenapa? Maaf ya kalau Teh Wina salah bicara," ucap Wina tak enak.

Wina sampai memegangi tangan Fajri. Fajri mengangkat kembali kepala. Kedua netra Fajri sudah berkaca-kaca.

"Aji kok nangis. Jadi cowok itu nggak boleh cengeng loh." Wina reflek menghapus air mata Fajri yang sudah terjatuh.

"Bang Han... masuk rumah sakit lagi," jawab Fajri terisak.

Hati Wina meluluh. Ia sampai melupakan rasa sakit di perut. Wajah polos Fajri cukup membuat perasaan Wina sedikit tenang.

"Cup... cup... cup... Aji yang kuat ya. Pasti Bang Farhan bisa cepat sembuh. Aji nggak boleh nangis, harusnya Aji mendoakan Bang Farhan ok." Wina menasehati. Padahal dirinya juga sering menangis di tengah malam menahan rasa sakit yang kadang datang ataupun pergi.

Fajri menganggukan kepala kecil. Kedua sudut bibir Fajri terangkat membentuk sebuah senyuman tipis.

"Nah, gini kan Aji jadi kelihatan tampan." Wina memuji. Ia mencubit pipi kanan Fajri gemas.

"Hehe... makasih ya teh Wina. Semoga teh Wina juga cepat sembuh ya. Aji bakal doain teh Wina juga," ucap Fajri sudah merasa lebih baik.

"Terima kasih ya, Aji tampan," balas Wina sekali lagi mencubit pipi serta hidung Fajri. Ia sepertinya menyukai Pemuda di depannya sejak pertama bertemu.

Fajri pun berpamitan. Ia menuju ke tempat Farhan sedang ditangani dokter Ridwan serta perawat IGD lainnya.

.....RZ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro