27 Farhan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Farhan terbangun di pagi hari. Ia merasakan kepala pusing dan badan terasa sakit semua.

Pandangan pertama yaitu dinding bercat putih. "Ini gue di mana?" tanya Farhan bingung.

Farhan mencoba bangkit berdiri, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Ia melirik selang infus yang terhubung dengan jarum menusuk ke intravena.

"Gue di rawat lagi," gumam Farhan.

Padahal kemarin ia sudah beraktivitas seperti biasanya. Obat pemberian dari dokter pun telah di minum sesuai aturan.

"Aww... gila kepala gue pusing banget," keluh Farhan memegangi bagian kepala.

Farhan mencari keberadaan sang Adik, tetapi tak menemukan batang hidungnya. Ia sungguh haus, tenggorokan terasa amat kering.

Di raihnya segelas air putih yang sudah terisi air. Farhan mencoba menggapai dan ia hampir berhasil walau gelas itu sudah terbentur keras lantai keramik.

Prang!!

"Ya Allah, gue berasa kaya orang lumpuh begini," ujar Farhan merenungi kondisinya sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa.

Saat ini Fajri sedang membeli makanan di kantin rumah sakit. Ia belum makan sejak semalam.

"Bu, semuanya berapa?" tanya Fajri setelah memakan ketoprak dan es teh manis.

"Semuanya jadi 30.000rb, tetapi buang Adik ganteng mah 20.000rb saja," jawab Ibu kantin genit. Bahkan ia sampai mencolek dagu Fajri sekilas.

Fajri merasa risih. Walau ia terlihat seperti anak kecil dan polos, ia tetap bisa membedakan mana yang ganjen dan tidak.

"Ini Bu uang ya. Saya permisi dulu," ucap Fajri cepat. Ia langsung pergi meninggalkan si Ibu kantin dengan berlari kecil.

"Ehh! Si Adik ganteng malah kabur. Padahal Ibu baru mau minta foto. Mukanya tuh mirip kaya Fajri Un1ty salah satu member boyband."

Fajri sudah terbebas. Ia mengatur napas sejenak. Keringat bermuncullan di dahi dan leher.

"Aji takut ihh sama Ibu-ibu tadi. Mending ketemu sama singa deh daripada Ibu-ibu itu."

Fajri pun melangkahkan kaki menuju ruang rawat Farhan. Ia tak sengaja melihat sosok Wanita duduk di bangku taman rumah sakit.

"Itu bukannya Teh Dwi ya," ucap Fajri. Ia sampai mengucek matanya untuk memastikan bahwa sosok yang ia lihat benar adanya.

"Ihh!! Bukan Teh Dwi sudah pergi jauh ke sana!" Fajri sedikit ketakutan.

Dengan keberanian yang telah dikumpulkan. Fajri berjalan pelan mengarah ke bangku taman rumah sakit tempat sosok bernama 'Dwi' duduk.
.
.
.
.

Farhan menghela napas kasar. Ia ingin sekali pergi ke toilet, tetapi tak ada seorang pun di ruangan yang membantu.

"Aji lama banget sih," gerutu Farhan kesal.

Bergerak sedikit saja kepala Farhan semakin terasa pusing. Ia kesal menjadi orang penyakitan seperti ini.

Dulu Farhan merupakan salah satu orang aktif di kegiatan sekolah baik eskul maupun OSIS. Farhan pernah menjadi ketua OSIS dan Ricky sebagai wakilnya.

Farhan serta Ricky hanya berselisih satu tahun. Dan kebetulan rumah juga bertetangga. Mereka saling menghabiskan waktu bersama dengan kedua sahabat lainnya.

Persahabatan itu tak sengaja terbentuk saat bergabung dalam kegiatan OSIS. Sudah hampir dua tahun mereka bersahabat sampai Farhan serta Dwi lulus duluan. Yani dan Ricky masih harus setahun lagi bersekolah.

"Gue sejujurnya kangen sama kalian.

Tapi... gara-gara ada kata cinta semua menjadi berantakan.

Kenapa sih itu harus terjadi kepada kita??"

Farhan mengacak-acak rambut keribonya. Semakin memikirkan kenangan dulu kepalanya akan terasa pusing. Itulah salah satu alasan Farhan harus berkonsultasi kepada Dokter spesial Psikologi.

"Aarghhh! Kepala gue pusing!"

Pria berambut keribo itu mencari tombol. Ia menekan cepat lalu tak lama seorang Suster datang masuk ke dalam ruangan.

"Ada apa Mas?" tanya Suster Mpi.

"Kepala saya sakit, Sus!" Farhan menjawab histeris.

"Mas tenang ya. Saya panggilkan Dokter jaga dulu," balas Suster Mpi langsung pergi keluar.

Dokter jaga bernama Fauzan bertindak cepat memeriksa kondisi Farhan. Ia memberikan perintah kepada Suster Mpi untuk mengambil obat pusing.

"Suster, tolong berikan obat pusing kepada pasien."

"Baik, Dokter," jawab Suster Mpi.

Suster Mpi berlari kecil menuju nurse station untuk mengambil obat pusing milik Farhan. Suster Nita melihat teman sejawatnya hanya memberi semangat.

"Semangat Kak," ucap Suster Nita mengacungkan ibu jari.

"Iya. Tuh tolong lihatin pasien kamar 2. Tadi belnya nyala mulu!" balas Suster Mpi sedikit galak.

"Siap, Kak Mpi!" sahut Suster Nita bergaya hormat.

Suster Mpi kembali ke kamar Farhan di rawat. Ia membantu Farhan untuk meminumkan obat dan tak sengaja melihat pecahan beling di lantai.

"Ya ampun. Nambah kerjaan saja sih," ucap Suster Mpi malas. Suara sengaja ia kecilkan agar tak terdengar pasien serta Dokter Fauzan.

Farhan sudah lebih tenang setelah meminum obat. Dokter Fauzan pergi meninggalkan ruangan untuk memeriksa pasien di kamar lain.

"Terima kasih, Sus," ucap Farhan. Perlahan kedua netra Farhan begitu gelap. Akhirnya Farhan telah tertidur pulas.

Suster Mpi membenarkan selimut Farhan, lalu menutupi sebatas dada. Ia juga memeriksa tetesan infus yang masih lancar.

"Beres juga. Oke, saatnya gue makan dulu. Kasian bakso gue keburu dingin," gumam Suster Mpi kesal.

Suster Mpi keluar dari ruang rawat Farhan. Farhan sendiri sudah tertidur pulas akibat efek obat pusing yang telah diberikan.

.....RZ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro