Bab 16. Awal Jumpa Doi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*Selamat membaca*
*Masih banyak kesalahan di sana sini.*

*Jangan lupa jejaknya.*

redaksisalam_ped
trinaya_123

***

"Orang jatuh cinta, berbunga-bunga hatinya. Rasa bahagia selalu menyelimuti dirinya."


Dari semalam diri gak bisa tidur nyenyak, rasa gembira, bahagia begitu menguasai diri. Setelah salat subuh diri sudah memilah-milah baju yang mana mau di pakai. Aku meminta saran dari Narsih, sembari menengok ada pesan atau tidak dari dia yang sudah ditunggu kedatangannya. Pilih baju tak henti-henti, ini salah itu salah. Pakai rok atau celana panjang, jilbab yang warna apa, Ah, pusing!

"Ningsih, kamu bingung benar," kata Bapak.

"Maklum mau ketemu pacarnya." timpal Ibu.

Tepat pukul sepuluh, suara deru sepeda motor mendekat. Aku intip dari balik jendela, dua orang laki-laki ke masjid. Apa itu dia? batinku. Tapi, kenapa tidak langsung ke rumah. Mungkin, santri dari Pondok Pesantren Raudhatul Quran baru pulang dari makam KH. Lutfi.

Suara gawai berbunyi, tanda ada pesan masuk.

[De, lagi apa?]

[Lagi duduk saja.]

[Emang tidak sibuk?]

[Enggak, belum ada takjil datang.]

[Oh gitu, Mas boleh ke rumah enggak?]

[Boleh, sudah sampai mana Mas?]

[Ini lagi di masjid Al Muchlis.]

[Oh, Mas yang pakai baju Koko merah apa biru?]

[Lah, kok tahu De?]

[Tadi, aku lihat pas masuk ke masjid.]

[Ke sini, De.]

Diri keluar dan menuju masjid. Setelah berbincang sebentar, aku mengajak Mas Agus dan Mas Rafiq ke rumah.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikum salam, sini masuk." sahut Ibu.

Mereka berdua duduk, kelihatannya langsung akrab dengan Ibu. Beberapa menit kemudian, Bapak ikut bergabung berbincang-bincang dengan dua tamu. Aku yang sedari tadi hanya diam, bagaikan patung yang tak bisa berkutik.

"Sampean berdua, dari mana?" tanya Bapak.

"Dari Purworejo, Pak." jawab Mas Agus.

"Pondok Pesantren mana?" Selidik Bapak.

"Pondok Pesantren Darussalam," sahut Mas Rafiq.

"Pondok Pesantren yang diasuh oleh KH. Muhammad Darwis?" tanya Bapak.

"Iya, benar Pak. Bapak kenal Beliau?" tanya Mas Agus.

"Kenal tentu kenal, Beliau mengisi pengajian di masjid, dan khutbah Jum'at Minggu ke dua." jelas Bapak.

"Oh, gitu." sahut mereka berdua bersama.

"Rencananya mau kemana ini?"

"Mau ke Pondok Pesantren Raudhatul Quran. Rencana mau menginap di sana." jawab Mas Agus.

"Menginap di sini saja." celetukku.

"Huuus…"

Selepas salat dhuhur berjamaah, mulai berdatangan beberapa macam camilan untuk takjil nanti sore. Aku yang terbiasa langsung bongkar, tak peduli ada empat mata yang sedang fokus melihat kesibukanku.

"De, perlu bantuan enggak?"

"Boleh, kalau mau bantu." jawabku tanpa mengalihkan pandangannya.

Badan terasa gerah, tak seperti biasanya. Mungkin efek gugup ada dua laki-laki yang ikut membantu membungkus takjil. Ataukah, karena rasa cinta yang kurasakan. Jantung berdebar kencang, seperti mau copot dari tempatnya.

"Mas Agus dan Mas Rafiq, nanti sore bisa menggantikan mengajar mengaji tidak?" tanya Bapak.

"Insyaallah bisa, Pak," sahut Mas Agus.

"Emang Bapak mau kemana?" tanyaku.

"Bapak, mau yasinan. Kamu kan lagi libur, enggak ada yang mengajar mengaji nanti."

"Oh, ada yang lagi gak puasa nih," ledek Mas Agus, "ini wafer untukmu, kan lagi bocor." imbuhnya.

Aku hanya diam, tak berani menatapnya hanya rasa malu yang ada.

Sekitar jam empat sore, anak-anak mulai berdatangan ke masjid. Sebagian dari mereka ada yang malu-malu kucing melihat ke arah rumah. Sesuai instruksi Bapak, setelah selesai mengaji, para santri dilatih untuk menghafal doa-doa.

"Wah, santrinya ada yang cantik." ledek Mas Agus, "De, gak cemburu kan?" lanjutnya.

"Apaan sih." aku pergi ke dapur tanpa menoleh ke arah suara. Gawai di saku berbunyi.

[Marah ya De?]

Aku tak langsung menjawab pesan singkat darinya. Setelah selesai menata gelas di penampan, diri kembali ke ruang tamu. Sudah tak nampak wajah mereka berdua. Sayup-sayup terdengar suara Mas Rafiq sedang bercerita tentang salah satu wali Sanga. Aku ikut menyimak kisah yang dituturkan olehnya.

Sunan Kalijaga adalah tokoh penyebar agama Islam yang populer di Tanah Jawa khususnya Jawa Tengah. Ia berdakwah menggunakan metode yang sangat lekat dengan budaya masyarakat Jawa pada saat itu.

Wali Songo memiliki peran besar dalam sejarah masuknya agama Islam di Tanah Jawa. Sebagai pelopor Islam, kisah Wali Songo saat menyebarkan ajarannya patut menjadi suri tauladan bagi masyarakat. Wali Sanga merupakan sosok yang memiliki kelebihan atas kedekatannya dengan Allah SWT. Wali menjadi wasilah atau perantara antara manusia dengan Allah SWT.

Wali berasal dari bahasa Arab dari kata Waliyullah yang berarti orang yang dicintai dan mencintai Allah SWT. Sementara itu, Songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan.

Sehingga kata Wali Songo diartikan sebagai sembilan orang yang mencintai dan dicintai Allah SWT. Mereka mengemban tugas suci untuk mengajarkan agama Islam.

Salah satu Wali Songo yang menyebarkan siar Islam di Jawa Tengah adalah Sunan Kalijaga. Nama aslinya Raden Said. Ayahnya seorang adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur.

Sunan Kalijaga juga dikenal dengan Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman.

Dikisahkan, pada masa remaja Sunan Kalijaga suka merampok. Menurut berbagai sumber, tindakannya dilatarbelakangi oleh ketidakadilan yang dirasakan rakyat kecil karena mereka harus membayar pajak atau upeti.

Akhirnya ia membongkar gudang makanan lalu mencuri dan membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Namun, tindakan yang dilakukannya justru membuat ayahnya merasa malu. Sehingga ia diusir.

Dikisahkan pada suatu ketika, Sunan Kalijaga hendak merampok tanpa diketahui ternyata orang yang menjadi sasarannya adalah Sunan Bonang. Akhirnya Sunan Kalijaga dibimbing oleh Sunan Bonang untuk menjadi muridnya.

Inilah yang menjadi cikal bakal perubahan nama Raden Said menjadi Sunan Kalijaga hingga menjadi penerus dakwahnya.


Sunan Kalijaga, Dakwah dengan Wayang dan Tembang Jawa
Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga menggunakan metode yang lekat dengan kehidupan masyarakat. Pada saat itu masyarakat Jawa kental dengan seni dan budaya seperti wayang dan gamelan.

Agama yang tengah berkembang pada saat itu adalah Hindu dan Budha. Sunan Kalijaga pun gemar mempelajari ilmu mendalang dan seni kasustraan sebagai bekal strategi dakwahnya.

Tradisi masyarakat itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga sebagai jalan dakwahnya. Ia memasukkan ajaran-ajaran Islam melalui lakon atau kisah pewayangan yang diiringi gamelan Jawa.

Beberapa kisah dalam pewayangan berhasil digubah oleh Sunan Kalijaga agar mudah diterima oleh masyarakat.

Selain wayang, Sunan Kalijaga juga menyebarkan ajaran Islam melalui tembang Jawa. Di antara lagunya yang terkenal adalah Lir-ilir, Turi-turi Putih, dan Lingsir Wengi. Karya lain yang ditinggalkan Sunan Kalijaga adalah Serat Dewaruci, kitab Suluk Linglung, dan Kidung Rumekso Ing Wengi.

Ajaran-ajaran yang disampaikan Sunan Kalijaga lewat wayang dan tembang Jawa mudah tersampaikan ke masyarakat. Itulah yang menjadi kelebihan Sunan Kalijaga dalam mengajarkan Islam di wilayah Jawa.


Jam menunjukkan pukul setengah enam sore, aku pun membawa takjil dan minuman ke masjid untuk di bagikan ke anak-anak yang mengaji.

"Mas Agus, Mas Rafiq mau minum di sini atau di rumah?"

"Di rumah saja," jawab Mas Agus.

Seusai berbuka, Mas Agus mengatakan akan ikut latihan rebana nanti malam. Bapak yang meminta dirinya dan Mas Rafiq untuk mendampingi anak-anak latihan. "Mau isi acara di pendopo Kabupaten Cilacap, apa De?"

"Iya, besok hari Rabu." jawabku.

"Wah, Mas masih di sini gak ya," celetuknya.

"Ya, di usahakan masih di sini." Jawabku ketus.

"De, dari tadi kok seperti orang lagi marah." sahut Mas Agus.

"Emm… bawaan orang lagi libur puasa," balasku. Apa begitu terlihat, kalau diri begitu tak suka dia dekat dengan wanita lain. Apa diri ini benar-benar jatuh cinta kepadanya.

Latihan rebana dimulai, setelah beberapa lagu salawat dinyanyikan. Aku yang sedari tadi di rumah, karena penasaran siapa yang sedari tadi berdendang. Apakah Mas Agus atau Mas Rafiq, setibanya di masjid, lagu favoritku pun mengalun merdu, dinyanyikan oleh dia, orang yang aku cinta.


Habibi anta yaa Muhammad
Habibi anta yaa Muhammad
Sayyidi anta yaa Muhammad
qalbi haaim bika Muhammad
qalbi mughram bika Muhammad
qalbi haaim bika Muhammad
qalbi mughram bika Muhammad

Muhjatul fuadi nta Muhammad
Wa ruhul hayati nta Muhammad
Muhjatul fuadi nta Muhammad
Wa ruhul hayati nta Muhammad
Fa anta sakkartani Muhammad
Bi khomri tauhid minka Muhammad
Bi khomri tauhid minka Muhammad

Habibi anta yaa Muhammad
Sayyidi anta yaa Muhammad
qalbi haaim bika Muhammad
qalbi mughram bika Muhammad
qalbi haaim bika Muhammad
qalbi mughram bika Muhammad

Himmatul hayati nta Muhammad
qoiduth thoriqi nta Muhammad
Himmatul hayati nta Muhammad
qoiduth thoriqi nta Muhammad
Laulaka ma 'isytu ya Muhammad
Laulaka tahaina ya Muhammad
Laulaka tahaina ya Muhammad

Habibi anta yaa Muhammad
Sayyidi anta yaa Muhammad
qalbi haaim bika Muhammad
qalbi mughram bika Muhammad
qalbi haaim bika Muhammad
qalbi mughram bika Muhammad

Fa jud lii bi washli ya Muhammad
Waballigh maksudi ya Muhammad
Fa jud lii bi washli ya Muhammad
Waballigh maksudi ya Muhammad
Wa la in jafaitani Muhammad
Fa 'umri sudan aya Muhammad
Fa 'umri sudan aya Muhammad

Habibi anta yaa Muhammad
Sayyidi anta yaa Muhammad
qalbi haaim bika Muhammad
qalbi mughram bika Muhammad
qalbi haaim bika Muhammad
qalbi mughram bika Muhammad

Fa sholatullah 'alaik Muhammad
wa salamuhu 'alaik Muhammad
Fa sholatullah 'alaik Muhammad
Wa salamuhu 'alaik Muhammad
Wa 'ala kulli shohbi Muhammad
Wal mushollina 'ala Muhammad
Wal mushollina 'ala Muhammad

Mimpi apa aku semalam ya Allah, bisa mendengarkan langsung dia bersalawat, mendengarkan lagu favoritku dinyanyikan. Sejam berlaalu, latihan selesai, Mas Agus dan Mas Rafiq pamit untuk ke Pondok Pesantren Raudhatul Quran.

*Apakah yang akan terjadi besok?*
*Siapakah vokalis dari grup rebana Masjid Al Muchlis besok di pendopo Kabupaten Cilacap?*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro