Bab 18. Nuzulul Quran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*selamat membaca, semoga bermanfaat untuk kita semua.*

*Jangan lupa krisarnya*

redaksisalam_ped
trinaya_123
AmmaAltairAquaris dilahfa



"Alunan suara nan merdu, mengiringi langkahku. Diri ini seraya ikut mengalunkan lafadz Allah mengikuti alunan suara nan indah penyejuk hati."

Rinai hujan membasahi bumi, menyejukkan pagi ini. Ingin rasa hati bermain dengan air hujan, akan tetapi apalah daya badanku terkurung. Sembari menunggu sang rinai berhenti, diri memainkan gawainya.

Lah, kok kontak di gawai berkurang banyak, gumanku. Sepertinya kemarin masih ratusan kontak, ini kok tinggal puluhan saja. Siapa yang menghapus.

Tiba-tiba, sebuah pesan masuk.

[De, maafkan Mas ya. Kemarin, kontak di gawai, sebagian Mas hapus.]

Aku tak membalas pesan tersebut, aku tahu ada yang sedang cemburu. Mungkin, dia baca pesan dari salah satu teman laki-laki yang biasa mengirim kata-kata mutiara, puisi, maupu quote. Lima menit kemudian, masuk lagi satu pesan.

[De, marah ya?]

Aku malas menanggapinya, lebih baik berselancar di akun media sosial. Menghibur diri, sambil memutar lagu salawat kesukaan.

Sebenarnya hati ini kecewa, kenapa tidak bilang dari semalam. Tapi, nasi sudah menjadi bubur, ini artinya ada yang begitu sayang pada diriku. Dia tak mau diri ini terlalu banyak teman terkhusus laki-laki. Apakah, semalam dia kirim pesan ke semua nomer yang ada di gawai?

Beberapa menit kemudian, pesan dari Narsih masuk. Dirinya, menanyakan kenapa aku tak membalas pesan dari Mas Agus. Aku membalas pesan dari Narsih.

[lagi tidak mau ribut, hanya karena gawai. Bilang saja, aku tidak marah.]

Sekitar pukul setengah sepuluh, datang anak-anak yang tergabung dalam grup rebana. Kata mereka, hendak latihan, untuk persiapan hari esok. Segera ku siapkan buku salawat yang biasa digunakan untuk latihan. Begitu konsentrasi dengan lembaran kertas, diri tak menyadari ada seseorang yang sedari tadi berdiri di sisi yang lain.

Latihan pun dimulai, diri harus konsentrasi, jangan sampai tidak fokus karena masalah gawai. Dua lagu salawat pertama diri tak begitu fokus, ada beberapa bait yang salah. Astaghfirullah, lirih terucap dari bibirku. Menjelang salat Dzuhur, latihan selesai, semoga saat mengisi acara besok diri tak membuat kesalahan seperti tadi.

"Cie... Mbak Ningsih grogi," goda Wati.

"Eh, anak kecil jangan ikut campur," sahut Mas Rafiq.

Aku berlalu, meninggalkan masjid. Bisa-bisa aku jadi bahan pembicaraan mereka, bisa di babad habis sama mereka karena kesalahanku tadi. Setelah salat, diri memutuskan tidak ikut bergabung dengan mereka.

Aku menyibukkan diri dengan takjil yang sudah datang lebih awal. Kata Ibu, nanti sore ada yang berulang tahun dan khataman Al Quran. Pekerjaan hari ini akan bertambah, jadi siapkan tempat untuk nasi kotak yang akan datang nanti sore. Tanpa diri menoleh ke sana kemari, aku tahu ada dua orang laki-laki yang sedang ditugasi oleh Ibu membawa bangku dari masjid.

"De," panggil Mas Agus.

"Dalem," jawabku.

"Nah, gitu. Jangan cemberut," celetuk Mas Rafiq yang ikut duduk di sampingku, membantu memasukkan takjil.

"Siapa yang cemberut?" sahutku ketus.

"Tuh, marah. Puasanya batal," ledek Mas Rafiq, "aku tidak ikutan ya Gus, kekasihmu marah. Tanggung jawab kamu." ucapnya lagi, sembari pergi ke masjid lagi.

"De, Mas Agus minta maaf ya." pinta Mas Agus.

"Iya, aku juga minta maaf," ucapku tanpa melihatnya, kami bersalaman tanda sudah damai.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima sore, karena akan ada yang khataman Al Quran. Waktu yang biasanya di isi dengan hafalan doa-doa diganti dengan acara Khataman. Tepat pukul setengah enam, diri mulai sibuk membagi-bagikan takjil, air minum dan nasi kotak. Lagi-lagi, ada yang usil menggodaku, siapa lagi kalau bukan Mas Rafiq.

"Asyik, sudah akur nih," ucapnya, "bikin iri saja," lanjutnya.

"Makanya Narsih diajak ke sini," jawabku.

"Sudah-sudah, mau buka puasa jangan becanda terus." sahut Mas Agus.

"Yee, cemburu." balas Mas Rafiq.

Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

Adzan Maghrib berkumandang, Alhamdulillah puasa hari ini berjalan lancar. Selepas magrib, aku merasa aneh dengan gerak-gerik Mas Agus dan Mas Rafiq, biasanya mereka langsung menuju Pondok Pesantren setelah membagikan takjil ini sampai sudah salat masih di sini. Ku intip mereka berdua, sepertinya sedang membicarakan sesuatu dengan Bapak. Jiwa penasaranku bergejolak, apa mereka mau pamitan pulang ke Purworejo? dan gak bilang ke aku?

Berkecamuk dalam dada, banyak pertanyaan yang muncul. Diri mondar-mandir tak karuan di ruang tamu.

"Ningsih, jangan jadi gambar hidup!" pekik Ibu, "Lantai sudah halus, jangan di gosok lagi," sindir Ibu.

Aku pun masuk kamar, ah nanti juga tahu apa yang dibicarakan Bapak dengan mereka. Aku pencet tombol gawai, menekan ke sana kemari, mau kirim pesan, tapi tanya apa? Akhirnya aku buka buku komik yang aku punya.

Sebelum adzan isya, aku melihat beberapa pemuda memakai seragam yang sangat kukenal sebagai tanda mereka santri Pondok Pesantren Raudhatul Quran.  Oh, mungkin ini yang tadi mereka berdua bicarakan sama Bapak, ada acara tarling alias tarawih keliling. Ah, aku sudah berburuk sangka kepada Mas Agus.

Selepas salat tarawih, acara dilanjutkan dengan pengajian Nuzulul Quran oleh Bapak KH. Islahuddin. Beliau menerangkan bahwa, Malam Nuzulul quran menjadi salah satu momentum berharga yang terjadi di bulan Ramadan. Berikut arti nuzulul quran, malam turunnya Alquran ke muka bumi.

Nuzulul quran merujuk pada peristiwa diturunkannya Alquran kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Nuzulul quran diperingati setiap tanggal 17 Ramadan. Nuzulul quran berasal dari kata nuzul dan Alquran. Kata nuzul secara harfiah berarti menurunkkan sesuatu dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Sedangkan quran merupakan Alquran, kitab suci umat Islam.

Jika digabungkan, arti nuzulul quran adalah proses turunnya Alquran dari tempat yang tinggi ke muka bumi. Secara lengkap, nuzulul quran adalah peristiwa turunnya Alquran dari Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW di muka bumi.

Nuzulul quran juga dapat diartikan sebagai penyampaian informasi atau wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai kebenaran.

KH. Islahuddin pun bercerita bahwa Al-Qur’an pertama kali turun pada tanggal 17 Ramadhan saat usia Rasulullah mencapai empat puluh tahun yakni sekitar tahun 608-609 M. Ketika Rasulullah sedang beruzlah di gua Hira kurang lebih lima kilometer dari Makkah, tiba-tiba Jibril datang membawa wahyu. Jibril memeluk dan melepaskan Rasulullah SAW. Hal ini diulanginya sebanyak tiga kali.

 

Setiap kali memeluk, Jibril mengatakan, “Iqra’!” artinya “Bacalah.”

“Aku tidak mengenal bacaan,” jawab Rasulullah.

“Iqra’ bismi rabbikal ladzi khalaq, khalaqal insana min alaq. Iqra wa rabbukal akram. Alldzi allama bil qalam. Allamal bil qalam. Allamal insana ma lam ya’lam,” kata Jibril pada kali ketiga membaca Surat Al-Alaq ayat 1-5. Ini merupakan awal mula turun wahyu, awal mula turun Al-Qur’an.

Sebelum peristiwa agung ini terjadi, beberapa petunjuk mengisyaratkan semakin dekatnya turun wahyu dan kenabian Rasulullah SAW.

Sebagian tanda itu adalah mimpi Rasulullah yang disusul dengan peristiwa nyata sesuai dengan mimpinya. Tanda lainnya adalah kesenangan uzlah atau menyepi Rasulullah SAW menjelang turunnya wahyu. (Syekh M Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, [tanpa kota, Darul Mawahib Al-Islamiyyah: 2016], halaman 14-15).

Setelah acara pengajian Nuzulul Quran selesai, di isi dengan lagu-lagu salawat oleh para santri Pondok Pesantren Raudhatul Quran. Mereka membaca kitab Al Barzanji dengan diiringi tabuhan rebana.   

Alunan suara yang merdu, membuat mata yang tadinya mengantuk seketika hilang. Apalagi ditambah suara orang tersayang yang mengalunkan lagu salawat di kitab Al Barzanji.

"Lagu ini ku persembahkan untuk orang yang selalu membuatku tersenyum, bahkan dua hari ini membuatku cemburu buta," ucap Mas Agus, "Yaa uhailal Hubbi, untuk anda semua." lanjutnya.

Shollu 'ala Nabi Muhammad

Yaa uhailal hubbi juuduu mughroman waafaa ilaikum

Qultu yaa ahbaabu ‘uuduu Kullu aamaalii ‘alaikum

Antum lilqolbi zaaduu dzikruku fiihi dawaa’

Ji'tum haamal fu-aadi famataa yaumulliqoo’

Aku yang mendengarkan dari teras masjid, hanya bisa tersenyum bahagia. Kehadirannya beberapa hari ini, selalu membuatku semangat untuk menjalankan ibadah puasa dan membuat hari-hariku penuh warna

***

Wahai orang-orang tercinta - Bedermalah kepadaku dengan cinta setiamu

Aku berkata, "Wahai para kekasih, kembalilah - Semua harapanku ada padamu

Engkau menumbuhkan hatiku- Dengan mengingatmu adalah obat bagiku

Kedatanganmu membutakan cinta hatiku - Kapan datangnya hari pertemuan itu

*Akan berlanjut hingga ke pelaminan kah hubungan mereka?*

*Bagaimana dengan hubungan persahabatan antara mereka?*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro