Bab 21. Ujian Cinta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*Selamat membaca, semoga ada hikmah dibalik cerita yang di sajikan*

*Masih banyak kekurangan di sana sini. Masih tahap belajar.*

*Mohon krisarnya,*

redaksisalam_ped trinaya_123

Rembulan
Selalu mengajakku berdendang

Mengalunkan salawat
Untukmu wahai Rasulullah

Sang kekasih hati
Sang pemberi syafaat

Wahai Rasulullah
Terimalah kami sebagai umatmu

Diantara mereka
Umatmu yang menerima syafaatmu

(Ningsih)

***

Bulan berganti, tak terasa tahun 2011 sudah berlalu dengan banyak kenangan indah. Kebersamaan dengan Narsih, kebersamaanku dengan Mas Agus, dengan anak-anak yang mengaji di Masjid Al Muchlis. Alhamdulillah, terima kasih atas karunia-Mu ya Ilahi.

Tahun baru menyambut, akankah tahun ini lebih baik lagi. Semoga Sang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang memberikan rezeki berlimpah untuk kita semua tahun ini. Januari berlalu dengan manis, sang kekasih hati selalu menemaniku setiap Minggu pagi.

Saat dirinya tidak sibuk dengan kegiatan di sekolah. Dia pasti ke rumah, entah ikut mengajar mengaji di masjid, mengajakku berdendang salawatan, atau makan mie ayam. Terkadang kami berempat kumpul di rumahku atau di rumah Narsih, sesuai kesepakatan sebelum hari yang ditentukan. Seperti Minggu ini, Narsih akan main ke rumah bersama Mas Rafiq.

Sembari menunggu mereka datang, aku memainkan gawai di tangan. Rasanya sepi, seminggu ini Mas Agus tidak mengirimkan kabar. Apakah dia sakit? Atau sedang tidak punya pulsa. Beberapa menit kemudian, gawai bergetar terpampang nama Mas Agus di sana. Aku pun mengatakan bahwa Narsih mau ke rumah, dia pun mengatakan akan ikut main ke rumah, katanya kangen.

Beberapa menit kemudian, datang Mas Agus disusul beberapa menit kemudian datang Mas Rafiq dan Narsih. Kami berempat pun bersenda gurau bersama, sampai tak terasa waktu Dzuhur tiba. Setelah salat, Narsih pamit undur diri karena di rumahnya mau ada acara nanti sore. Akhirnya mereka berdua juga pergi, diri ini sepi lagi.

Bulan Februari bulan yang konon katanya bulan kasih sayang. Akan tetapi, setiap hari bukankah harus diliputi rasa kasih sayang, saling asah, asih dan asuh.

Suatu hari, Mas Agus mengajakku untuk ikut acara salawat bareng Habib Syech Abdul Qodir Assegaf. Aku yang begitu menggemari suara Beliau, mau saja di ajak untuk menghadiri acara tersebut.

"Tapi De, Mas tugas ikut dalam grup rebana," katanya.

"Yah," ucapku, dia tahu aku pasti nangis. Seperti kejadian yang lalu, aku nangis sampai kejang karena tidak jadi ikut ke Pondok Pesantren Langitan Tuban.

"De, jangan marah ya. Coba tanya Narsih, bisa enggak menemanimu salawatan."

"Ya, nanti aku tanya." jawabku ketus. Aku pun masuk ke kamar membiarkan dirinya sendiri.

Lamat-lamat terdengar suara Mas Agus berpamitan kepada Bapak dan Ibu. Dalam diri ada rasa sesal karena tadi diri terpancing emosi sesaat. Memang di acara salawat bareng Habib Syech Abdul Qodir Assegaf, antara pengunjung laki-laki dan wanita dipisah. Akan tetapi, pernah juga tidak ada batas pemisah antara pengunjung laki-laki dan wanita karena keadaan lokasi yang tidak memungkinkan untuk dipisah.

Hari yang dinanti tiba, akhirnya bisa menghadiri acara tersebut. Bersalawat bersama Habib Syech Abdul Qodir Assegaf yang berlangsung di Alun-alun Kota Cilacap, Minggu pagi, Lantunan sholawat bergema di tengah-tengah jamaah yang larut dalam kegiatan yang digelar Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap bersama elemen masyarakat di Kota Bercahaya.

Seluruh area lapangan Alun-alun Kota Cilacap dipenuhi para jamaah. Bahkan jalan di sepanjang menuju lokasi macet, karena membludaknya jamaah yang datang, baik dari Kota Cilacap maupun luar daerah.

Mengawali acara, Bupati menyapa ribuan warga umat muslim Kabupaten Cilacap yang hadir dalam acara Salawat bersama
Habib Syech Abdul Qodir Assegaf dalam rangka memperingati hari HUT kota Cilacap. Beliau pun mengatakan harapan Beliau agar semua rangkaian acara dalam peringatan HUT Kota Cilacap di bisa berjalan dengan aman, tertib dan damai.

Di hadapan ribuan jamaah, Habib Syech Abdul Qodir Assegaf mengajak kepada seluruh umat Islam agar terus meningkatkan ibadah kepada Allah. “Melalui bacaan salawat, kita perkokoh persatuan dan kesatuan untuk memajukan Kabupaten Cilacap. “Salawat ini sebagai modal dasar untuk pemersatu seluruh masya­rakat Indonesia. Kami juga men­doakan kepada seluruh jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap agar diberikan kesehatan lahir batin,” jelas Habib seraya tersenyum ke arah pada hadirin.

Aku yang menyimak dari jauh, melihat dari layar lebar yang disediakan pihak panitia. Diri sedikit tidak konsentrasi, karena juga mencari sosok kekasih hati di bagian depan.

Para Syecher Mania sebutan untuk penggemar Habib Syech larut dalam lantunan shalawat yang sudah cukup akran seperti Shalatun, syiiran Gus Dur hingga Padang Bulan. Ribuan bendera dari merah putih, Nahdlatul Ulama, Muslimat, Ansor, Fatayat bahkan IPNU dan IPPNU terus dilambai-lambaikan seperti gelombang.

Pemandangan itu membuat Habib Syech semakin bersemangat untuk mengajak warga NU tidak henti-hentinya bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk kecintaan kepadanya. Dia juga meminta agar anak-anak dikenalkan dengan shalawat agar hatinya selalu bersih. “Dari pada mendendangkan musik yang mengundang setanlebih baik kita dendangkan pujian kepada Allah dan Rosulnya supaya hati kita bersih,”kata Habib Syech, "kegiatan itu merupakan bagian dari upaya untuk menkampanyekan cinta shalawat, cinta Rasul, cinta Allah dan cinta sesama." imbuhnya

Beliau pun berpesan agar saling menjaga kerukunan, baik dilingkungan keluarga maupun diluar. Segeralah selesaikan masalahmu dengan kepala dingin. Akehi salawat saben dina (lebih banyak salawat setiap hari), itulah pesan Beliau.

Setelah acara selesai, saat perjalanan pulang. Gawai bergetar.

[De, jadi ke Alun-alun tidak tadi?]

[Jadi, sama Bapak dan Ibu.]

[Oh, Oya. Nanti Mas ke rumah.]

[Oke. Bos.]


Sorenya, aku yang sedari tadi hanya diam di kamar. Tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara Hadroh ditabuh. Rasa kantuk yang masih menggelayut manja, seketika hilang. Diri pun keluar kamar dan melihat dari balik jendela. Sosok kekasih hati, ada di sana, membawa sebuah boneka dan rangkaian bunga nan cantik rupanya.

Satu tembang bernada cinta, dilantunkan dengan merdunya. Diri yang sedari tadi mematung di belakang pintu, segera keluar dari persembunyiannya.

"De, pertama-tama Mas minta maaf. Kedua, Mas ke sini, ingin menyatakan rasa yang ada dalam jiwa," ucap Mas Agus, "mau kah kau mendampingi Mas dalam suka maupun duka?" lanjutnya.

"Jika kau menerima lamaranku peluk boneka ini, jika kau menolak buang bunga ini," pintanya.

Diri yang sebenarnya ingin mengerjai dulu, berubah pikiran. Kasian juga nanti kalau aku kerjain dulu. Beberapa menit kemudian, aku peluk boneka berwarna biru itu begitu erat.

"Alhamdulillah,"ucap Mas Agus.

***

Bulan April

Suasana Pondok Pesantren Al Fill Kesugihan, begitu sejuk. Para santri yang sedang mengaji membawa hawa  sejuk kepada dua pemuda yang sedang duduk santai.

Hari ini acara di Pondok Pesantren hanya Semaan Al Qur'an, menjelang khataman. Sedangkan acara ziarah ke makam akan di adakan Jum'at sore. Salah satu dari mereka sibuk dengan gawainya.

[Ningsih, kamu bantu aku buat kejutan untuk Narsih ya.]

[Besok, aku jelaskan detailnya. Jika waktu sudah senggang.]

***

Gawai berbunyi nyaring, tanda pesan masuk. Kejutan untuk Narsih, sekilas aku baca pesan itu. Segera aku balas pesan tersebut dengan tiga huruf tanda menyetujui permintaannya.

[Agus, jangan sampai tahu ya]

Salah satu pesan dari Mas Rafiq yang membuatku heran. Kenapa Mas Agus tidak boleh tahu.

Minggu pagi, Mas Rafiq datang ke rumah dengan dua temannya. Dia menjelaskan tentang rencananya, untuk melamar Narsih tepat saat hari Ulang tahunnya. Dalam rapat tersebut, datang juga Kakak Narsih dan istrinya, yang kebetulan satu tempat kerja dengan Mas Rafiq.

Seminggu berlalu, Mas Agus, Mas Rafiq serta Narsih berkumpul di rumahku. Tiba-tiba tanpa memberikan kode untuk berakting Mas Rafiq, menarik tanganku, menjauhi Mas Agus dan Narsih.

"Apa-apaan sih!" sergahku yang terkejut, karena langsung menyeret badan kecil ini.

"Diam!" Dirinya pun berlaga seperti sedang memfotoku dan kami foto berdua.

Di sudut lain, Narsih dan Mas Agus melihat kami dengan tatapan aneh. "Ada apa dengan mereka berdua?" tanya Narsih ke Mas Agus.

"Aku juga tidak tahu, memang seminggu ini seperti ada yang di sembunyikan oleh Rafiq." jawab Mas Agus.


Tanpa aku sadari, ternyata dari jauh ada dua teman Mas Rafiq yang diberi tugas untuk mendokumentasikan semuanya. Ada satu orang yang bertugas menjadi tukang informasi nantinya.

Sebenarnya diriku takut, akankah rencana kejutan berhasil. Ataukah malah merusak hubungan persahabatan kami.

"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro