Bab 22. Ujian Cinta (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*Selamat membaca*

*Semoga bermanfaat untuk kita semua*

*Masih tahap belajar, masih banyak kesalahan dalam penulisan.*

redaksisalam_ped
trinaya_123

***

"Sahabat yang baik tidak akan mencelakai sahabatnya, tetapi sahabat yang baik akan menasihati, melindungi, dan tulus mengasihi."

***

Senja berselimut mendung, akankah hatiku kembali mendung. Seperti langit hari ini. Diri yang terbiasa selalu cerita apapun ke Narsih dan Mas Agus, dua Minggu ini harus bungkam demi kelancaran acara lamaran Mas Rafiq.

Dalam hati, sebenarnya sedikit perih. Apalagi Mas Agus selalu menanyakan hal yang sama setiap menelepon maupun datang ke rumah. Diri yang terkadang sudah tidak ada jawaban hanya diam. Apakah bisa diri ini bertahan sampai waktu kejutan itu tiba.

Aku pusing sendiri, mau cerita ke Tika atau Dewi, tapi takut bocor. Ibu dan Bapak pun jadi kena imbasnya, menjaga rahasia Mas Rafiq. Agar tidak luber kemana-mana.

Suatu hari, Mas Rafiq dan dua temannya ke rumah. Membahas rencana selanjutnya, mencari bahan untuk kejutan.

"Ningsih, besok temani aku mencari boneka ya?" tanya Mas Rafiq.

"Siap. Bagaimana tempat sudah ada?" tanyaku.

"Sudah, insyaallah di Sambal Layah." jawabnya.

"Tidak jadi di Babeh?" tanyaku lagi.

"Enggak, sempit tempatnya."

Suara deru mesin mendekat, rupanya Mas Agus yang datang. Dia pasti curiga, ada Mas Rafiq di sini. Aku yang orangnya tidak bisa menyembunyikan gelagat diri, apakah bisa menyimpan rahasia dari dirinya kali ini.

"Lo, kamu di sini?" tanya Mas Agus ke Mas Rafiq.

"I--iya, numpang salat tadi." jawab Mas Rafiq berusaha menutupi kegugupannya.

"Ayo, pulang Mas Rafiq." ucap salah satu temannya.

Mereka bertiga berlalu, tinggallah aku dan Mas Agus. Dirinya yang sedikit curiga, seperti biasa langsung mengecek gawaiku. Setelah berbincang-bincang sebentar, dirinya mengajakku pergi untuk makan bersama.

Lagi dan lagi dia menanyakan hal yang sama, kenapa Mas Rafiq ada di rumahku. Padahal sewaktu di Pondok Pesantren bilangnya mau pergi ke rumah temannya. Coba tanya langsung ke orangnya nanti, ucapku sembari menikmati minum yang ada di meja.

Sepertinya Mas Agus tidak puas dengan jawabanku. Dirinya pun menyita gawaiku untuk sementara waktu. Diri hanya pasrah, dengan apa yang dia lakukan. Walaupun, saat bersama dirinya juga memberikan gawainya kepadaku untuk mengecek aktivitas yang dilakukannya.  Malam harinya, aku melalui gawai Ibu memberikan informasi ke Mas Rafiq, bahwa gawaiku di sita.

Hari Minggu, aku dan Mas Rafiq pergi ke beberapa toko boneka di sekitar Kota Cilacap. Dia menjelaskan tentang rencananya hari ini, "apa resikonya tidak berat?" tanyaku.

"Sudah, santai saja." jawabnya santai.

Kami pun berkeliling di toko boneka di jalan Perintis kemerdekaan, mencari boneka sesuai keinginan Narsih. Sementara itu, dua teman Mas Rafiq sibuk dengan gawai dan perlengkapan lainnya untuk memvideokan apa yang dilakukan kami. Tentunya sesudah izin kepada pemilik toko, karena takut mengganggu pengunjung toko, apabila nanti terjadi hal yang tidak diinginkan.

Teman Mas Rafiq yang sudah ditugaskan untuk memprovokasi sudah stay. Dirinya pun segera meluncur mengirim pesan multimedia ke gawai Mas Agus dan Narsih. Juga mengirimkan pesan singkat kepada mereka berdua.

[Jika ingin tahu mereka berdua sedang apa. Segera datang ke Toko Family, jl. Perintis kemerdekaan Gumilir.]

***

Rumah Narsih

Apa ini ada pesan masuk, benarkah? Foto yang dikirim oleh nomer tak aku kenal ini, atau hanya rekayasa belaka. Beberapa menit kemudian, Mas Agus calon suami Mbak Ningsih meneleponku dan menanyakan apakah aku juga di kirim foto Mas Rafiq sedang jalan berdua dengan Mbak Ningsih. Kami pun sepakat untuk segera menuju lokasi yang di tunjukkan oleh pengirim pesan.

Kata Mas Agus, dirinya sudah curiga dari tiga Minggu yang lalu. Apalagi sering melihat Mas Rafiq di rumah Mbak Ningsih, gelagat Mas Rafiq beberapa Minggu ini pun di Pondok Pesantren sangat berbeda terhadap dirinya.

***

Toko Family

Semua orang yang ada di sana sudah diberitahu akan ada sedikit kejutan, mereka diminta agar tidak terkejut nanti, karena akan ada perang Baratayudha, antara dua pasang kekasih.

Aku yang harus berakting bergandengan tangan dengan Mas Rafiq, berlakon bergelayut manja di pundaknya. Beberapa menit kemudian, "apa-apaan ini!" sergah Mas Agus.

"Kalian berdua, tak tahu malu." lanjutnya.

"Mbak Ningsih, kamu tega denganku! Kau tahu, aku begitu cinta sama Mas Rafiq. Kenapa kalian berdua berkhianat dibelakangku." suara Narsih mulai diselingi Isak tangis.

"Kalian jahat,"

"Plaaak" tamparan keras mendarat di pipiku.

"Plaaak" sekali lagi Narsih menampar pipiku.

"Jangan rebut pacarku!" teriak Narsih, dia pun berlari meninggalkan toko.

"De, kamu tega! Kenapa kamu dibelakangku mendua. Kau, Rafiq!"

Aku tak bisa melihat mereka berdua berkelahi, diri menutup kedua matanya lalu berbalik meninggalkan tempat itu. Di bawah, aku sudah di tunggu oleh Kakak Narsih, "sabar ya, jika kalian berjodoh dia akan kembali."

Petugas keamanan toko pun melerai Mas Rafiq dan Mas Agus, sekarang mereka bagai anjing dan kucing yang tidak sejalan. Dalam keadaan babak belur, Mas Rafiq mengantarku pulang. Ibu dan Bapak bingung melihat kondisi Mas Rafiq. Akan tetapi, Mas Rafiq memastikan dirinya baik-baik saja.

Gawai berbunyi sedari tadi. Pesan dari Dewi yang selalu membela Narsih saat kami ribut, dia memaki diriku.

'Dasar wanita tidak ada akhlak, sudah tahu Narsih itu pacarnya Mas Rafiq. Kamu kok rebut. Bukannya kamu sudah ada Mas Agus, malah sudah mau nikah. Kok kamu begitu? Berhianat. Apa kamu gak malu disebut pelakor.'

Sederet pesan masuk bernada ancaman, makian dari beberapa nomer baru. Membuat hati kacau balau, pusing dan menangis dalam kesunyian.

Jangan rebut pacarku, suara itu selalu terngiang-ngiang berdengung di telingaku, sakit hati begitu menguras jiwa. Bagaimana caranya agar bisa menjelaskan kesalahpahaman ini. Akan tetapi jika aku mengatakannya apakah Narsih akan percaya? Mas Agus juga kenapa tidak bisa dihubungi.

Malam ini aku tak bisa tidur nyenyak, apalagi ditambah dengan pesan masuk dari Dewi yang memojokkan diriku. Diri benar-benar pusing, dengan kejadian tadi siang.

Praaak… Gawai  terbelah menjadi dua.

***

Pondok Pesantren Al Fill

Aku tak percaya, Rafiq sahabatku bisa melakukannya. Kenapa dia tega berkhianat dibelakangku. Suara langkah kaki mendekat, pasti dia datang. Rasa perih di pipi, karena memar akibat kena bogem mentah tadi.

Setelah kejadian itu kami berdua tak saling sapa, bahkan Rafiq memilih pindah kamar. Dirinya satu kamar dengan dua temannya yang sering kutemui di rumah Ningsih. Bahkan tadi siang sepertinya aku melihat mereka. Aneh, kenapa ada mereka berdua, gumanku.

Keesokkan harinya, aku melihat Kakak Narsih ke kamar yang ditempati oleh Rafiq. Ada apakah? Ingin rasanya pergi ke sana menyelidiki sebenarnya apa yang terjadi.

Gawai di nakas bergetar, segera aku sambar gawaiku. Terlihat jelas nama Ibu calon mertua, angkat atau tidak. Apa Beliau sudah tahu apa yang sudah terjadi kemarin?

Diri tak langsung menerima telepon dari Ibu. Akan tetapi, diri ingin tahu ada apa dengan Rafiq. Kenapa ada Kakak Narsih dan istrinya, juga dua orang itu.

Dalam kekalutan hati, diri ingat akan nasihat Mbah Kiai, saat dalam keadaan gegana alias galau gelisah merana apalagi karena cinta, segeralah bermunajat kepada-Nya. Salat istikharah dan salat hajat, kemih petunjuk kepada Sang Khalik.

Salat Istikharah  adalah salat sunnah yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah oleh mereka yang berada di antara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih atau saat akan memutuskan sesuatu hal. Seseorang yang melaksanakan salat istikharah untuk menentukan jalan terbaik atas siapa yang lebih cocok menjadi jodohnya atau hal yang lebih baik ia pilih. Setelah salat istikharah, maka dengan izin Allah pelaku akan diberi kemantapan hati dalam memilih.

Pada dasarnya salat istikharah dapat dilaksanakan kapan saja namun dianjurkan pada waktu sepertiga malam terakhir. Nabi Muhammad menjelaskan jika umatnya memiliki keinginan atau memilih keputusan yang terbaik maka disunnahkan untuk melakukan salat ini.

Setelah mengingat kembali apa yang pernah diucapkan oleh Mbah Kiai, diri segera melaksanakan salat istikharah. Semoga mendapat jalan terbaik atas semua masalah yang dihadapi diri hamba.


***

"Jikalau kau mendapat sahabat sejati yang tak luntur baik dalam keadaan suka ataupun duka. Berjanjilah dalam hatimu untuk selalu setia padanya. Berjanjilah akan selalu ada di saat susah, senang bersama."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro