Bab 4. Jumpa Dia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


*Selamat membaca, semoga ilmu yang ada didalamnya bermanfaat untuk kita semua.*

*Jangan lupa krisarnya*

redaksisalam_ped
trinaya_123

"kesan awal bertemu dengannya, begitu membekas dalam ingatan. Rasanya diri ingin mengenalnya lebih dalam."

Suara adzan memanggil kembali, saatnya kembali mengalunkan lafadz dzikir, bermunajat kepada-Nya. Tek lama setelah itu, Alina sudah dijemput oleh Ayahnya. Malam berhiaskan rembulan dan ribuan bintang yang bersinar.

Malam begitu tenang mengiringi keindahan suasana rumah di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Udara terasa dingin menyegarkan. Langit cerah dihiasi bintang-bintang bertebaran menemani gagahnya raja malam yang bersinar terang menebar cahaya berkilauan. Nyamuk juga tidak mau kalah, terbang kesana kemari berhamburan mencari hamparan kulit untuk mengobati kehausan. Oh Tuhan betapa malam ini penuh dengan kebahagiaan, jiwa-jiwa yang kelelahan terlelap dalam tidur malam, sementara beberapa jiwa nampak terbangun, duduk mengadu kepada Tuhan pencipta seluruh alam. Terdiam dalam indahnya sebuah malam.

Malam ini sunyi senyap
Malam itu hening
Malam itu sepi dan gelap

Ada pula mereka yang hilir mudik
Mereka yang memiliki kepentingan di tengah malam
Berterima kasihlah pada sang malam

Karena malam selalu menjagamu
Malam pun menyempurnakan dengan cahaya
Menghangatkan suasana yang dingin

Bersemangatlah!
Seperti malam yang harus berjaga
Dalam sepi menggantikan siang

***

Pagi menyapa lagi, setelah selesai rutinitas pagi hari dan melakukan kegiatan lainnya yang kebetulan hari kemarin terlewatkan, hari ini ku kerjakan. Setengah sepuluh saatnya anak-anak pulang dari sekolah, biasanya pasti sebentar lagi Alina dan Zahra berburu jajanan. Beberapa menit kemudian, sesudah gerombolan anak madrasah ibtidaiyah, dua krucil datang.

"Wa, beli."
"Beli apa Alina?"
"Biasa Wa, jajan."
"Mbak, kata Alina. Semalam mau cerita kisah persahabatan,"
"Eh... Enggak kok,"
"Ayo Wa, cerita. Ayo Wa, ayo." desak Alina dan Zahra kepadaku.
"Boleh, lah. Tapi kalian pulang dulu ganti baju terlebih dahulu."

Mereka menurut, selang beberapa menit, mereka kembali lagi dan siap untuk mendengarkan ceritaku yang tak tahu menancap di hati pemirsa atau tidak.

"Siap dengarkan cerita nih?"

"Siap Wa." sahut mereka secara bersama, tentunya mereka di dampingi oleh kedua Ibu mereka.

***

*flashback*

Tahun duaribu tujuh, bulan September. Kala itu sedang diadakan acara MOS (Masa Orientasi Siswa) Mahasiswa baru di kampus. Walaupun tak menjadi panitia inti, tetap ikut meramaikan acara. Sebelum mahasiswa baru mendapatkan tugas meminta tanda tangan senior atau kakak tingkat. Di kampus diadakan kuliah umum untuk semua penghuni kampus.  Karena waktu itu belum ada kelas untuk sarjana hanya baru ada diploma tiga saja, dan ada tiga kelas dimana setiap tingkat hanya ada satu kelas.

Hari itu di isi materi oleh dosen pendidikan Agama Islam. Sebagai mahasiswa yang baik kami menyimak dengan seksama uraian yang disampaikan oleh Beliau. Aku membaca daftar nama mahasiswa baru tahun ini, ternyata lebih banyak perempuan dari pada laki-laki seperti tahun lalu.

Sebagai umat manusia, hidup di alam dunia tidak bisa hidup sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Melainkan harus memperhatikan pula masyarakat sekelilingnya, salah satunya adalah memperhatikan hak-hak tetangga. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat maupun jauh dan teman sejawat, dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.

Tetangga yang dekat dengan kita siapa?  Dalam konteks lingkungan kampus, mereka adalah sahabat, teman-teman satu angkatan maupun yang tidak. Dalam konteks bermasyarakat adalah tetangga satu RT. Barang siapa beriman kepada Allah SWT Sang Penguasa jagad raya dan pada hari akhir, maka hendaklah berbuat baik kepada tetangga, sahabat maupun kerabat.

Kita sebagai seorang sahabat jika sahabatmu sakit maka jenguklah, jika sahabatmu meminjam sesuatu maka pinjamilah. Saat dirinya tertimpa musibah kemalangan maka turut berempati dan berbelasungkawa. Saat dirinya mendapatkan kebahagiaan maka ikutlah merasa bahagia dengan apa yang dia dapatkan. Berbagilah dengannya dan jangan menyakitinya dengan perlakuan buruk terhadapnya.

Sesi materi dari Bapak dosen selesai, dilanjutkan pemaparan tentang prodi yang ada di kampus oleh perwakilan pengurus Kampus. Selanjutnya adalah pengenalan Kampus, serta tugas kepada mahasiswa baru. Aku yang tidak bertugas duduk di depan kampus sembari menunggu mahasiswa baru meminta tanda tangan.

Aku yang duduk dengan Lia, Heni dan Sakinah mengobrol ringan untuk mengisi waktu. Terkadang cerita masa lalu. Beberapa menit kemudian, datanglah beberapa mahasiswa baru mengenalkan diri, ada yang menggombal di depan kami bertiga karena diberi tugas oleh mahasiswa lain sebelum kami yang mereka mintai tanda tangan. Datanglah tiga mahasiswa ayu kearah kami berempat.

"Assalamualaikum," ucap salah satu dari mereka.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarrokatuh, silakan memperkenalkan diri." jawabku.

"Nama saya, Narsih."

"Kalau yang kerudung biru?" sembari diri membaca papan nama yang tertera di badan mereka.

"Saya, Tika." jawab gadis berkerudung biru.

"Lalu, yang ini siapa?" tanya Sakinah.

"Saya, Dewi. Kak." jawab gadis berkacamata di depanku.

"Mbak, mbak ini namanya siapa saja? Masa gak kasih tahu namanya?" tanya Tika.

"Saya, Ningsih. Dia itu Sakinah dan di sebelahnya Lia."
Setelah memberi sedikit tugas untuk Narsih, Dewi dan Tika, aku mengembalikan kertas tugas mereka bertiga. Acara hari itu di kampus pun berakhir, acara hari ini sukses.

Suara adzan membangunkanku pagi ini. Dengan langkah gontai aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu. Sesaat kemudian aku berjalan menuju masjid dengan langkah tegak karena rasa kantukku telah sirna diterpa dinginnya air yang ada di desa kecilku. Langkah kakiku ditemani sang bulan dan koloni bintang yang sangat indah, sang bulan masih terlihat terang benderang menyinari bumi Allah, bintang-bintang kecilpun tak kalah memukau dengan cahayanya yang berkelap-kelip.

Kemarin malam aku sempat berdo’a kepada Allah SWT agar diberi kemudahan untuk bangun jam empat pagi supaya bisa sholat subuh secara berjamaah. Akhirnya do’a itu dikabulkan juga. Subuh kali ini suasananya begitu berbeda dengan hari-hari sebelumnya, terasa lebih dingin dan lebih hening. Hanya terdengar sayup-sayup suara orang adzan dan sang jangkrik yang sedang bernyanyi.

Hanya ada beberapa orang yang datang ke masjid pagi ini. Kebanyakan dari mereka sudah berumur di atas empat puluh tahun, ada juga beberapa anak kecil. Aku terkadang heran dengan orang indonesia. Dia mendapat gelar sebagai salah satu negara terbesar untuk kategori penduduk yang memeluk agama islam, tetapi sayangnya hanya segelintir orang yang mau solat subuh berjamaah di masjid.

Aku selalu mendambakan suasana salat subuh seperti suasana salat jum’at yang ramai dengan orang berjamaah, orang-orang berbondong-bondong datang ke masjid. Memakai wangi-wangian, membawa baju dan sajadah terbaik, serta membawa uang untuk berinfak. Satu lagi yang aku dambakan, semua ruang yang ada di masjid dipergunakan para jamaah untuk salat dan mendengarkan khutbah jum’at.

Namun, sangat disayangkan suasana salat subuh yang ada di desa kecilku belum bisa seperti itu. sekarang, mungkin itu hanyalah seuntai impian diri yang ingin melihat masjid di desanya dipenuhi jamaah ketika subuh hari, tetapi terlepas dari itu aku percaya suatu saat nanti hal itu akan menjadi nyata. Semua warga sekitar rumah, mau berjamaah di masjid lima waktu tidak hanya saat salat Jum'at, saat bulan puasa untuk mengerjakan salat tarawih.

Setelah imam mengucapkan salam aku sempat mengikuti dzikir dengan orang-orang yang ada di sana. Dzikir, sebuah makanan yang paling nikmat untuk hati manusia. Dzikir mengandung ribuan vitamin dan jutaan protein yang sangat baik untuk kelangsungan hidup hati manusia. Tanpa asupan yang baik dari dzikir menurut banyak ustad akan membuat hati manusia sakit dan akhirnya mati. Ketika hati manusia sudah mati maka si pemilik hati itu akan sulit menerima hal-hal positif, bahkan dia sudah tidak bisa membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk.

Waktu di subuh hari merupakan waktu yang paling aku sukai. Disamping aku bisa salat subuh berjamaah di masjid, aku juga bisa menikmati udara pagi yang masih sangat murni. Diri dengan udara seperti ini, masih sangat segar dan dingin. Sangat baik untuk digunakan berolahragan pagi, batinku dalam hati sambil melakukan pemanasan karena pagi ini aku berencana bersepeda mengelilingi desa kecilku.



  

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro