Bab 8. Halal Bihalal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*Selamat membaca dan semoga bermanfaat bagi kita semua.*

*Niat ingsun golet ilmu, kangge ngilangake kebodohan karna lillahi ta'ala*

*Niat saya mencari ilmu, untuk menghilangkan kebodohan karena Allah Ta'ala.*

redaksisalam_ped
trinaya_123



***

"Terima kasih telah menjadi sahabatku, terima kasih telah menjadi bagian terpenting dalam hidupku."

***

Hari ini, hari pertama kembali ke kampus setelah liburan Idul Fitri. Setelah setengah jam duduk di rumah Narsih, menunggu beberapa teman Narsih, karena sudah janjian semalam berkumpul di rumah Narsih. Semuanya sudah berkumpul, kami semua pun berangkat bersama melangkahkan kaki menuju Kampus. Aku tua sendiri, mereka yang dua tingkat di bawahku mau berteman denganku, bahkan menganggapku. Akan tetapi, teman-teman satu angkatan?

Sembari menapaki jalan Menjangan, tak henti-hentinya aku tertawa mendengar celotehan dari Narsih dan teman-temannya. Hingga tak terasa sudah berbelok ke jalan Urip Sumoharjo dan sampai ke Kampus. Sesampainya disana, Astaghfirullah dimana teman-teman satu angkatan. Apakah tidak ada yang berangkat?

Setelah menunggu di teras beberapa menit memang benar tak ada yang datang, akhirnya aku bergabung dengan kelasnya Narsih, untuk menyimak pengajian sebelum acara halal bihalal di mulai. Ustadz Ilham menjelaskan arti dari silaturahmi.

Arti silaturahmi secara umum adalah  Menghubungkan tali kekerabatan, atau menghubungkan kasih sayang dengan cara saling berkunjung terutama terhadap saudara atau anggota keluarga sendiri bahkan terhadap tetangga atau saudara seiman. Merupakan salah satu tradisi atau budaya kita yang harus dilestarikan. Istilah lain dari silaturahmi adalah halal bihalal. Kenapa harus dilestarikan? Karena didalamnya terdapat nilai luhur yang mengandung berbagai hikmah manfaat.

Sebagai contohnya adalah orang yang lebih muda mengunjungi orang yang lebih tua. Mereka saling memaafkan satu dengan yang lainnya, tidak ada kata yang lain selain kata mulia, kata yang sopan tidak menyakiti hati orang lain. Saat kita bersilaturahmi dengan sanak saudara, kerabat dan sahabat tentunya dengan niatan yang baik, terutama karena Sang Maha Kuasa.

Istilah halal bihalal diambil dari istilah falyatahallahu artinya meminta halalnya. Sayang sungguh sayang, budaya itu sekarang semakin hari semakin memudar. Dengan adanya gawai alias handphone, anak muda sekarang hanya meminta maaf lewat pesan singkat tak mau pergi ke orang lain atau tetangga.

"Benar gak?"

"Benaaaaarrr,"

Aku yang mendengarkan ceramah Pak ustadz Ilham, hanya menganggukkan kepala. Aku ingat, sekarang lebih sedikit yang keliling kampung, bahkan hanya ada orang-orang tua, dan rombongan anak kecil. Keliling ke setiap rumah yang ada di wilayah rukun tetangga. Seolah-olah mereka tak berbuat dosa. Walaupun, tak kenal kita tetap harus saling meminta maaf.

"Sekarang justru yang lebih utama saat lebaran adalah mengunjungi tempat wisata, swalayan, kata orang kota Mal dan tempat hiburan lainnya. Benar gak?"

"Benaaaar..."

"Diantara mereka yang perlu kita temui, kita kunjungi untuk bersilaturahmi salah satunya adalah mereka yang menjalin persahabatan, sebagai contoh mereka yang menjalin persahabatan dengan orang tua kita. Kita harus tetap jalin silaturahmi walaupun sudah meninggal dunia."

"Boleh saya kisahkan tentang Nabi Yusuf bin Nabi Ya'qub Alaihi wassalam?

"Boleh,"

"Dalam surat Yusuf ayat 58 sampai 101, dikisahkan bagaimana pertemuan Nabi Yusuf dengan saudara-saudara serta keluarganya setelah sekian lama terpisahkan. Silaturahmi mereka nyaris putus, seperti layang-layang yang putus dari benangnya."

"Mereka terpisah hingga puluhan tahun. Saudara-saudara Nabi Yusuf telah berbuat salah dengan menganiaya dan memasukkan Nabi Yusuf ke sumur tua di kala masih belia. Mereka membohongi Nabi Ya'qub yaitu orang tua mereka, sehingga Nabi Ya'qub menangis sampai buta matanya. Akan tetapi, setelah Allah SWT mempertemukan mereka kembali, mereka mau mengakui kesalahan dan meminta maaf, sedangkan orang tuanya pun memaafkan semua kesalahan mereka. Mereka juga meminta maaf kepada Allah SWT."

"Lalu bagaimana dengan sikap Nabi Yusuf?"

"Nabi Yusuf tidak balas dendam kepada saudara-saudaranya, bahkan dia berjiwa besar. Mau membantu saudara-saudaranya dengan memberikan pangan, dan memberi tempat tinggal yang layak."

Setelah acara halal bihalal selesai, aku kembali ke rumah Narsih. Sembari menunggu giliran untuk salat. Aku menarik kesimpulan bahwa dari inti ceramah tadi adalah ajaran silaturahmi sangatlah luhur, anggun dan menyejukkan serta menjadi sarana pelebur dosa. Ampunan Allah dapat kita peroleh melalui puasa Ramadan dan saling memaafkan satu sama lain.

Aku jadi teringat, ada sebuah kutipan yang mengupas tentang silaturahmi, kutipan tersebut berbunyi. Silaturahmi itu meluaskan pikiran dan memperkaya sudut pandang. Dan salah satu dari sekian banyak pintu rezeki. Silaturahim adalah jembatan kasih sayang. Menjembatani dua sisi yang berbeda terhubung dengan jiwa kasih dan sayang.

Akhirnya giliranku untuk menunaikan ibadah salat tiba, seusai salat aku bergabung lagi dengan mereka. Sesekali aku pantengin jam yang ada di gawai. Hati masih ragu untuk telepon minta dijemput pulang.

"Mbak Ningsih, nanti pulangnya bareng Tika saja."

"Iya, Mbak Ningsih. Tenang saja Mbak, aku antar sampai depan rumah,"

"Emang kamu gak capek bolak-balik. Beda arah pulang?"

"Enggak apa-apa,"

"Jangan di tolak mbak Ningsih, mumpung Tika lagi baik hati,"

Waktupun cepat berlalu, sudah waktunya konsen belajar untuk persiapan Ujian Akhir kelulusan. Sebelum ujian, aku praktik kerja terlebih dahulu. Aku memilih latihan kerja di Bank milik pemerintah Daerah, akhirnya aku ditempatkan di Cabang Cilacap Tengah.

Karena dekat dengan rumah, aku memutuskan untuk berjalan kaki saja menuju kantor Bank. Sesampainya di sana aku tidak langsung bekerja. Diberikan arahan, bahkan diberi contoh hasil Tugas Akhir yang harus disetor ke Bank. Ternyata eh ternyata, harus buat enam. Aku juga harus membuat surat izin praktek ke Kabupaten dan instansi pemerintah terkait.

Malam yang dingin membuat diri lebih suka berdiam diri di kamar, berselimut selimut berupa sarung kotak-kotak berwarna merah. Diri yang kesepian tak ada kawan, akhirnya membuka gawainya untuk berkirim pesan singkat.

[Mbak Ningsih, bagaimana prosedur praktik kerja di Bank?]

[Ribet, harus ijin ke dinas terkait, ada empat instansi pemerintah yang didatangi.]

[Kemana saja?]

[Kabupaten, Bappeda, Bank Pusat]

[Kurang satu itu Mbak?]

[Aku lupa nama kantornya, itu lo yang ada pemadam kebakaran, jalan MT. Haryono,]

[Bank pusat maksudnya apa?]

[Misal kamu mau praktek di Bank BRI cabang Gumilir, kamu harus buat surat ijin dan cetak tugas akhir, kirim ke Bank BRI cabang Cilacap yang di dekat Pasar gede.]

[Oh, gitu.]

[Emang kenapa, Narsih?]

[Sekarang, harus mengajukan tiga tempat untuk praktek besok.]

[Oh gitu, ya cari saja yang mudah syaratnya,]

[Minggu jadi mainkan mbak Ningsih?]

[Insyaallah jadi.]

Minggu siang, ditemani sepeda tua diri mengayuh sepeda ke rumah Narsih. Sesampainya di sana sudah ada Tika dan Dewi. Aku berbaur dengan mereka, kami disuguhi gorengan dan pecel oleh Ibunya Narsih. Sembari makan hidangan yang disajikan, kami bercakap-cakap, bersenda gurau ria.

Merek menanyakan kapan diriku akan ujian akhir, setelah kerja praktek kemarin. Mereka mendoakan agar bisa lulus dengan nilai maksimal. Selesai berbincang kami berjalan menuju warnet yang ada di dekat rumah Narsih. Diri hanya ikut melihat saja apa yang mereka bertiga lakukan, maklumlah hamba yang gagap teknologi. Setiap ke warung Internet aku hanya jadi penonton, tidak ikut bermain komputer yang ada di sana.

"Kapan-kapan Mbak Ningsih, aku ajarkan ya?" ucap Narsih.

"Siap."

Seminggu berlalu, ujian akhir pun dilaksanakan menghadap tiga dosen penguji, memaparkan isi tugas akhir. Setelah setengah jam di depan dosen penguji, saatnya pindah haluan sesuai dosen yang telah ditunjuk sebagai penguji. Alhamdulillah, selesai juga aku menjawab semua pertanyaan tiga dosen, semoga hasilnya memuaskan.

Akhir tahun dua ribu tujuh, hasil ujian dibagikan. Alhamdulillah aku lulus dengan indeks prestasi kumulatif di atas nilai tiga, dengan rata-rata berhuruf B. Seminggu kemudian, malam tahun baru tiba, menandakan pergantian tahun baru dari tahun dua ribu tujuh ke tahun dua ribu delapan. Masih menunggu hasil dari Kampus.

Sembari menunggu ijazah dan aneka macam pelengkapnya. Diri mencoba berjualan di rumah, mengisi waktunya, dengan menjadi member dari salah satu bisnis yang terkenal saat itu. Tepat pertengahan bulan februari, akhirnya yang ditunggu-tunggu akhirnya aku dapatkan. Walaupun, diri ini tidak mengikuti proses wisuda sebagai tanda sudah bergelar sarjana, diploma, maupun master ataupun doktor, bahkan profesor. Akan tetapi, aku tak ikut wisuda karena wisuda akan dilaksanakan tiga tahun lagi.

"Sahabat adalah mereka yang tetap ada saat dirimu susah, tidak datang hanya saat membutuhkan bantuanmu saja."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro