Penjaga Gerbang Bermata Kumbang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kenapa berhenti?"

Aku berbalik dengan tatapan horor. Aku baru saja menatap salah satu hal paling mengerikan di hidupku--walau sebenarnya aku jarang sekali melihat hal-hal yang bisa membuat kepalaku pusing dan badanku lemas, tapi aku yakin sekali apa yang baru saja kulihat tadi masuk ke dalam jajaran benda-benda yang akan menjadi mimpi burukku, bersandingan dengan kepala kuda yang direndam dalam tong anggur merah dan bagian dalam perut beruang.

Aku berjalan terhuyung, nyaris terjatuh. Aku tidak kuat lagi jika harus disuruh melangkah lebih jauh lagi ke dalam sana. Siapa pun yang menaruh tiga patung bermata hitam kumbang setengah itu di sana pastilah seorang maniak gila yang suka menyembunyikan anak kecil di rubanahnya. Sampai detik ini, aku masih belum bisa menghilangkan gambaran mengerikan itu dari pikiranku.

Aku sendiri tidak tahu mengapa aku ketakutan sekali saat menatap lurus ke mata salah satu patung yang hanya setengah itu. Yang pasti, aku merasa jika aku terlalu lama menatap patung itu, maka aku akan berubah menjadi batu dan para penjaga gerbang akan mendapat anggota baru bernama Arthur.

Ah, sial!

"Jangan tatap matanya!" Begitulah yang dikatakan suara itu kepadaku, setelah melihat badanku terduduk lemas di depan pintu masuk kota Scallian. Ia mengatakannya seolah-olah tidak sabar lagi untuk melihatku masuk ke dalam kota itu.

Aku tidak bisa menyalahkannya karena aku memang sudah membuang banyak waktu dari tadi. Melewati gerbang itu saja susah setengah mati apalagi harus mengganti seruling milik Nona Grifoot, Griffyd, atau apalah namanya itu. Mungkin aku akan selamanya terjebak di kota aneh ini.

Tapi sebenarnya, saran yang diberikan oleh suara tanpa badan itu bisa dimengerti dan bisa dipahami sekali. Salahku karena sudah menatap mata makhluk itu dengan sangat intens di percobaan yang pertama. Selain dari itu, bagian hidung ke bawahnya normal.

Ah, tidak juga. Badan mereka setinggi katedral kota dan lingkar pinggang mereka sebesar labu pemenang lomba labu terbesar tahunan yang diselenggarakan setiap awal musim gugur. Ada batu zamrud hijau tertanam di bagian sekitar dada tiga patung tersebut.

Dan lagi, apakah ini yang disebut-sebut oleh suara tadi sebagai para penjaga gerbang? Aku bahkan tidak tahu lagi apakah ketiga patung itu benar-benar hidup dan tugasnya melindungi gerbang masuk menuju Kota Scallian atau hanya berpura-pura hidup, hanya sebuah entitas tak bernyawa yang kerjanya hanya menongkrongi bagian paling depan kota dengan dalih sebagai penjaga gerbang.

Ah, kota ini terlalu aneh untuk bisa diterima akal sehatku.

Tapi, yang harus aku lakukan kelak hanya memalingkan wajah dari tatapan matanya, bukan? Baiklah, sepertinya hal itu tidak terlalu sukar dibanding harus bergulat kalang kabut, saling memitingkan kepala ketiga patung itu ke tanah, menang, berdiri, dan memasuki kota dengan napas tersengal-sengal.

Mustahil sekali untuk kulakukan.

Tak ubahnya kura-kura, aku berjalan lambat menuju gerbang itu, lagi. Angin di sini aneh dan aku benar-benar butuh syal atau pun jaket musim dingin tebal untuk melindungi tubuhku. Fakta bahwa aku sudah terlebih dahulu berbasah-basahan di hutan belakang panti sebelum dibawa ke sini rasa-rasanya semakin memperunyam kondisi badanku. Aku akan sakit setelah ini, percayalah.

Satu tolakan kuat, aku akhirnya menerobos masuk melewati gerbang berkarat itu. Aku menutup mata, berlari lurus ke depan. Aku tidak peduli dengan apa saja yang ada di depanku. Yang harus aku lakukan adalah memasuki gerbang itu tanpa menatap langsung ke arah tiga pasang mata sehitam kumbang. Aku merasa bahwa tatapan mereka bisa menghentikan jantung dan yang pasti akan langsung mengacaukan konsentrasiku apabila aku masih nekat menerobos gerbang dengan mata telanjang.

Aku berhenti setelah kiranya kakiku sudah merasa berada di tempat yang lebih hangat dan tidak ada lagi suara-suara batu bercelah yang dilewati angin.

Tuhan, untunglah aku masih bisa selamat dari patung-patung itu.

"Baiklah, tidak perlu lagi menutup matamu seperti itu. Kau sudah aman--walau sebenarnya kau memang sudah aman dari tadi." Suara itu sekarang menyuruhku untuk membuka mata. Lanjutnya lagi, ia berjaga-jaga dengan mengatakan bahwa yang ada di depanku kali ini adalah pemandangan depan Kota Scallian yang sama indahnya dengan danau di Serbia.

Aku tidak keberatan dan serta merta aku membuka mataku. Benar apa yang diucapkannya. Ada kota yang indah di depanku.

Aku bisa melihat dengan jelas orang-orang berlalu lalang di jalanan kota dengan pakaian paling modis mereka--kaum elit di kotaku saja tidak setrendi ini. Bagai kacang tanah dengan pistachio jika membandingkan mereka dengan selera pakaian orang-orang ini.

Ada yang berjalan santai sambil menjinjing tas kulit aneh di tangan kanannya. Ada anak kecil yang bermain lompat tali, makan es krim gula hijau, dan bernyanyi dalam satu waktu yang bersamaan--gila, tapi mataku sendiri yang melihatnya. Suara musik festival terdengar bersahutan antara rumah yang satu dengan rumah di sebelahnya--dalam bahasa yang tidak kumengerti sama sekali, musik-musik itu masih tetap bisa diterima oleh telingaku.

"Ini yang kau maksud dengan Kota Scallian itu?"

"Tentu saja!" Suara itu nampaknya sudah kesal melayani pertanyaanku. "Kau kira ini masih di Blisshore?"

Aku mengangguk. Tidak ada salahnya menebak, bukan?

Bisa kubayangkan jika saja suara itu memiliki tangan dan kepala, maka dia pasti akan langsung menepuk keningnya tepat sedetik setelah aku menganggukan kepala. Aku sadar bahwa tebakanku salah, tapi aku juga sadar jika membuatnya kesal ternyata semenyenangkan ini.

"Cepat jalan! Kita harus cepat-cepat pergi ke rumahmu."

Eh?

Tunggu ....

Aku ... mendapat rumah?!

Tidak pernah kubayangkan di hidupku bahwa aku akan mendapatkan rumah di usia semuda ini. Aku mulai menebak-nebak rumah seperti apa yang akan kudapat jika melihat pola dari rumah-rumah yang ada di blok terdepan kota ini.

Mungkin aku akan mendapat tempat tinggal bergaya Spanyol seperti salah satu rumah yang ada di ujung paling kiri sana, rumah antik yang penuh dengan botol-botol aneh dan tabung-tabung sihir di sebelahnya, atau rumah bercerobong asap dengan lampu kerlap-kerlip di bagian kanan. Aku menyukai ketiga-tiganya dan aku tidak akan protes jika aku harus tinggal di salah satu tempat seperti itu.

"Di mana rumahku?"

"Yang pasti bukan di sini," jawabnya cepat.

Oh, baiklah. Aku tidak masalah harus berjalan lebih jauh asalkan aku bisa mendapatkan rumah dengan kondisi baik dan memuaskan.

"Ayo cepat jalan! Rumahmu ada di pinggir kota, di bagian paling ujung jalan dan jika kau masih berdiri di sini dalam posisi seperti orang bodoh itu, malam akan segera tiba dan menurut ramalan cuaca, badai akan datang sebentar lagi."

"Baiklah, mohon tuntunannya menuju tempat itu, Siapa-pun-kau!"

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro