:: Belum Selesai ::

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selesaikan apa yang kau mulai.
Hentikan jika memang tidak sanggup melanjutkan.
Setiap keputusan itu adalah pilihan.
Dan apa pun yang terjadi, itulah yang terbaik

🍂🍂🍂

Kejadian berpulangnya Pak De Har tepat saat keluarga Syahreza menjenguk seolah menjadi bukti bahwa beliau memang menunggu untuk menuntaskan permasalahan yang ia mulai. Mungkin selama ini sudah ada penyesalan dalam hatinya.

Apalagi ketika sang istri membeberkan semuanya. Bahkan nyaris setiap malam setelah Elvan melunasi utangnya Pak De Har tidak pernah bisa tidur nyenyak. Puncaknya adalah ketika kesehatannya memburuk. Bu De juga bercerita ketika mereka berdua, tidak jarang Pak De Har menangis tersedu seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.

Namun, semua itu benar-benar di luar prediksi. Sang istri tidak menyangka kepergian itu begitu cepat. Ibu Elvan tidak hentinya menguatkan Bu De karena ia sudah lebih dulu mengalami hal yang sama. Tidak menutup kemungkinan ke depannya akan menjadi lebih berat jika tidak mendapatkan dukungan dan semangat dari keluarganya.

"Mbak meski Mas Har sudah tidak ada, jangan pernah sungkan untuk tetap bertukar kabar dan saling mengunjungi."

"Iya, Bu De. Apalagi kalau lebaran, nanti rame-rame lebaran di sini. Tetap open house seperti biasanya, ya."

"Kalau Bu Du ada keperluan, butuh apa-apa bisa langsung hubungi El atau Al."

Tatapan haru seketika muncul. Padahal anggota keluarga Syahreza berniat pamit setelah prosesi pemakaman, tetapi justru tangis Bu De kembali pecah karena perlakuan mereka.

"Maaf, kami minta maaf yang sebesar-besarnya, mohon diikhlaskan, mohon dimaafkan segala kekhilafan kami. Kami nggak ada daya apa-apa."

"Mbak, jangan bilang seperti itu. Kami sudah memaafkan, kami juga sudah ikhlas. Insya Allah Mas Har juga sudah menemukan ketenangannya."

Ibu Elvan memeluk erat Bu De untuk kesekian kalinya sebelum mereka benar-benar pamit. Jani memeluk sepupu, putri sulung Pak De. Begitu juga dengan Elvan yang masih merangkul anak bungsu laki-laki dari Pak De Har.

Ketika semua yang dianggap rumit terpecahkan, maka kelegaan yang didapat. Semua pengharapan yang semu akhirnya menjadi nyata, tetapi tidak serta merta bisa mengembalikan yang hilang, ataupun memanggil kembali yang sudah pergi

🍂🍂🍂

Elvan masih sama dengan kegiatannya sehari-hari, pergi ke kantor dan lanjut menjaga kedai minumannya menggantikan Yumna setelah waktu magrib. Lelah? Semua itu sudah sesuai dengan takaran yang Elvan prediksikan.

"El, gimana di kantor?"

"Baik, semuanya baik. Aku sudah jarang mimisan di kantor. Teman-teman jauh lebih paham dan lebih cerewet dari kamu, Ta. Pedes banget omongannya."

"Oh, ya? Wahh, tersaingi aku nih."

"Nggak juga, sih. Kamu tetap yang paling istimewa. Aku bersyukur kamu ada di dekatku. Setelah Pak De nggak ada aku ngerasanya semua sudah selesai. Tinggal kembalikan tabungan yang aku pakai."

"Selesai? Semua sudah selesai? Yakin semuanya sudah selesai?"

"Iya," jawab Elvan polos. "Memangnya apa yang belum selesai."

"Enak saja kamu bilang semua selesai. Terus urusan kita gimana?"

"Urusan yang mana?"

"Ah, bacot, El! Terserah kalau sudah lupa, sekalian saja nggak usah dilanjutkan."

Kemarin ketika pembahasan serius selalu saja Rista yang mengelak dan mencoba bercanda. Padahal Elvan membahasnya dengan sangat serius. Namun, ketika sekarang Elvan membahas yang lain, Rista justru berapi-api membahasnya.

Elvan sengaja pura-pura lupa. Ia hanya ingin melihat Rista kesal. Terbukti, kekesalan gadis itu memang sangat memuncak. Elvan pun juga telat menyadari bahwa ia sedang membangunkan singa yang tengah tidur.

Lelaki dengan kemeja berwarna mint itu langsung menepuk jidatnya ketika ia mengecek ponsel dan Rista sudah beranjak menuju kedai kebab miliknya. Elvan kemudian bergidik ngeri karena ia baru ingat Rista sedang PMS.

"Ta, aku ingat. Aku ingat urusan kita sudah selesai. Aku anggap selesai karena sudah bicara dengan Papa. Jangan marah, ya?"

Rista menatap manik mata Elvan dengan sangat tajam. Kemudian, gadis itu langsung berpaling. Ia telanjur kesal karena dianggap bercanda. Ia membersihkan kedai dengan cepat-cepat dan mengabaikan Elvan yang terus berdiri disampingnya.

"Ta, aku ngira semua sudah selesai, loh. Soalnya keluarga sudah saling kenal, sudah memberi restu, dan kita juga sudah lama saling kenal. Mau proses perkenalan ulang?"

"Terserah kamu. Jangan gangguin lagi. Aku sudah nggak mood."

Rista langsung menabrak Elvan dan bergegas menutup bagian depan kedai. Berlanjut dengan berberes kursi dan meja. Dengan sigap Elvan langsung menghampiri dan membantunya dalam diam. Lelaki itu merutuki kebodohannya kali ini.

Beberapa kali dua manusia itu nyaris bertabrakan karena terburu-buru, tetapi Elvan memilih untuk berhenti dan menghindari sambil berucap maaf.

"Ta, aku mau serius ngomong kali ini. Bisa duduk sebentar?"

"Apa lagi? Aku mau pulang!"

"Iya, bentar saja. Ini bukan soal kita, tapi soal bisnis kita."

Mendengar kata bisnis yang diucapkan Elvan, Rista terdiam dan menoleh. Sorot mata sadisnya mendadak berubah. Masa sekarang siapa yang tidak tergiur. Apalagi untuk membangun usaha yang lebih baik.

Rista duduk di sebelah Elvan tempat yang memang disediakan Elvan untuknya. "Cepetan! Keburu malam, nih."

"Gini, teman yang modalin kedaiku itu pengin gandeng kamu. Jadi nanti bakalan jadi usaha waralaba. Jadi kalau ada yang gabung nanti sepaket, kebab dengan minuman kopi ini. Gimana?"

"Perhitungan bagi hasilnya gimana?"

"Izin usaha kebab tetap milik kamu, aku juga nggak gitu jelas gimana-gimananya, tapi temanku ini sudah ahli kalau urusan begini. Kamu setuju nggak?"

"Boleh, dah. Lumayan buat ngembangin usaha. Siapa tau malah menjamur di kota-kota lainnya."

Elvan mengakhiri percakapannya. Ketika Rista masih beres-beres dan mencuci peralatan memasaknya, lelaki berkemeja dengan lengan tergulung itu berlari ke minimarket. Ia membeli beberapa makanan.

Seperti biasanya, Elvan yang memang tahu kebiasaan dan mood Rista ketika PMS langsung membelikannya minuman khususnya, makanan dengan varian keju, dan juga makanan rasa coklat. Apa pun itu, yang pasti Elvan selalu membuat Rista kembali pada mood baik ketika nanti bertemu dengannya.

"Ta, ini dibawa." Elvan menunjukkan sekantong plastik besar yang dibawanya dari minimarket. "Jangan lupa sediakan kompres panas kalau nanti dismenore. Jangan lupa pakai pakaian tebal kalau tidur. Malam ini sepertinya mau hujan."

"Banyak banget, El?" binar mata Rista langsung berubah cerah.

"Sama satu lagi, Ta. Kita nggak akan pernah selesai. Sampai nanti, sampai semua berakhir dengan sendirinya."

Bulu kuduk Rista langsung meremang ketika mendengar ucapan Elvan yang serupa bisikan itu. Ia mendadak membeku dan mulai salah tingkah. Beberapa kali dibuat melayang, Rista masih tidak pernah biasa untuk menerima itu terlalu sering.

Terbiasa menjadi sahabat, lalu berubah melibatkan perasaan, Rista merasa kaget. Perubahan Elvan cukup banyak ketika semua mulai berubah. Kesabaran lelaki itu jauh lebih meningkat.

Sepertinya ketika nanti hubungan mereka menjadi halal, Rista harus lebih sering mempersiapkan diri untuk hal-hal yang tidak terduga. Begini saja mood-nya yang anjlok langsung saja ditaklukkan oleh Elvan dan membuat dadanya berdebar tidak menentu.

"El, bisa nggak untuk nggak bikin aku dugun-dugun terus? Aku khawatir jantungku melorot."

Elvan tersenyum, ia menggandeng Rista dan membawanya ke motor. Ia mengusap pelan kepala Rista.

"Kamu di sini saja, tunggu aku selesai dan nanti kita pulang bareng. Nikmati makanan yang tadi, dan biarin aku yang beresin sisanya. Oke, sayang?"

Sayang? Rista semakin tak karuan ketika Elvan memanggilnya sayang. Sepertinya rona wajahnya sudah semakin memerah. Belum lagi tingkahnya yang mendadak gugup.

Pak Rudi ..., Pak Rifan ..., bagaimana kalian mendidik anak laki-laki yang satu ini? Jantung Rista nggak aman, Pak, benar-benar nggak aman! batin Rista

🍂🍂🍂

Day 23
Arena Homebattle Anfight
Bondowoso, 28 April 2022
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro