:: Hadirmu ::

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hadirmu nyata, senyata aku bisa menggapaimu.
Keberadaanmu berharga, seperti separuh nyawa bagiku.
Berlebihan? Ah, tidak.
Hanya mereka saja yang tidak terbiasa.

🍂🍂🍂

Mata bulat milik Rista semakin terbuka lebar. Ia mengerjap beberapa kali. Otaknya masih sedang mode menyaring dan memahami kalimat yang baru saja Elvan katakan.

"Sebelum kamu ganti kartu keluarga, namaku mau dimasukkan juga? Gitu? Konsep apa yang hendak engaku tawarkan duhai Adhitama Elvan Syahreza bin Rudi Syahreza?"

"Ya, kali aja ada kesempatan?"

"Kesempatan apa? Memangnya nggak bosan kah? Hampir seumur hidup kita ini sudah bertetangga, teman main, merangkap teman sekolah, sekaligus teman pas kerja juga."

"Mana ada bosan? Aku nyaman-nyaman saja."

Rista menghela napas, ia menatap manik mata cokelat tua milik Elvan. Si gadis langsung menggeleng, hal itu membuat rambutnya yang diikat ekor kuda berayun ke kanan dan ke kiri. Lelaki yang berada di hadapannya merasa tingkah Rista semakin menggemaskan.

"Ini serius apa hanya gurauan belaka?"

Dasar, dari dulu kalau di situasi seperti ini memang nggak pernah peka, batin Elvan.

"Apa manusia yang usianya lebih dari seperempat abad masih pantas menjadikan ini sebagai bahan lelucon?"

"Ya, nggak. Kali aja, khilaf?" ujar Rista dengan ucapan terakhir bersuara sangat pelan.

Elvan menepuk dahinya. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Rista berpikir ini masih bahan gurauan. Padahal seingatnya, ia sudah beberapa kali memberinya kode. Ya, meski terakhir itu ia lakukan pada saat masih di bangku sekolah menengah.

Mungkin, jika seusia itu bolehlah sekadar perasaan yang main-main. Hanya ingin mendapat pengakuan bahwa ia bukan lelaki yang tidak laku. Namun, ungkapan perasaan Elvan kala itu tidak membuahkan hasil. Rista hanya menanggapinya dengan tertawa dan pergi meninggalkan Elvan di depan pintu gerbang sekolah putih birunya.

"Ini dua kali, ya. Kalau sudah tiga kali dan masih sama. Aku pakai cara lain."

"Eh, nggak bisa! Nggak boleh pakai dukun. Haram hukumnya percaya sama yang begituan. Syirik, musyrik!"

"Siapa bilang mau main dukun? Aku mau nikung di sepertiga malam. Mau nggak mau kamu harus kasih izin karena namamu aku pinjam setiap malam."

Elvan berlalu dengan tertawa keras. Ia beranjak dan masuk ke dalam kedai. Tidak peduli dengan sang gadis yang memandangi punggungnya dengan mulut ternganga. Rahang Rista terbuka sangat lebar karena tidak menyangka pada jawaban yang Elvan sampaikan.

"Mingkem, Ta. Ini mau es kopi susu atau es susu cokelat?"

Rista segera menutup mulutnya. Ia beranjak dan menyusul Elvan. Si gadis berdiri di pintu kedai sambil mengamati lelaki dengan pakaian kasual itu mulai meracik minuman kesukaannya.

"Jangan kopi, es susu cokelat saja," ujar Rista saat melihat Elvan mengangkat toples bubuk kopi.

Keduanya terdiam. Elvan fokus pada racikan yang menjadi kesukaan teman kecilnya sekaligus gadis yang menjadi salah satu kebanggaannya itu. Setelah selesai, ia berlanjut membuat minuman untuknya sendiri.

Secangkir kopi hitam dengan tambahan krimer menjadi pelengkap rasa untuk siang ini. Mereka kembali ke teras minimarket dengan membawa minuman masing-masing. Elvan meletakkan cangkirnya dan melesat masuk ke minimarket.

Tidak lama kemudian ia sudah kembali lagi dengan beberapa bungkus makanan ringan dengan rasa keju. Ia membeli biskuit, keripik bertabur bumbu keju, dan sebuah roti dengan isian keju tentunya. Semua itu adalah kesukaan Rista.

"Wah! Banyak banget, El," ujari Rista dengan mata berbinar. "Ck, anda jangan coba-coba menyogok saya dengan yang seperti ini. Nggak akan mempan!"

"Dih, kepedean. Mau dimakan, nggak mau ya sudah nggak usah dimakan."

Rista tersenyum, ia memilih untuk bungkam dan berlanjut membuka bungkusan biskuit. Bagaimana bisa seorang Rista melewatkan yang seperti ini? Semua adalah kesukaannya, gratis pula. Mana mungkin ia menolak?

Elvan membiarkan Rista menikmati semua makanan yang ia berikan. Ada kepuasan tersendiri ketika melihat sosok di depannya itu makan dengan wajah yang berbinar. Paras cantik bukan yang menarik menurut Elvan, tetapi sikap apa adanya yang membuat Elvan nyaman untuk tetap berada di samping Rista.

Si lelaki berlanjut mengeluarkan ponselnya ia memilih salah satu gambar kesukaannya. Ia mengetikkan sesuatu dan mempostingnya di akun WhatsApp miliknya. Setelah selesai, ia mulai menyeruput kopi krimer miliknya. Begitu nikmat dan tidak ada tandingannya.

"El, makasih banyak."

"Untuk apa? Aku yang harusnya berterimakasih karena kamu itu selalu ada."

"Bukan untuk itu, tetapi untuk kamu yang selalu memperlakukanku dengan baik."

Suasana mendadak sendu. Elvan sudah mulai kehilangan kata-katanya. Mereka seperti canggung untuk memulai lagi percakapan yang seharusnya tetap mengalir. Elvan mengusap tengkuknya. Mendadak ia merasakan sebuah tekanan.

"Ta, nikah, yuk?"

Rista yang sedang meminum es susu cokelat seketika tersedak mendengar ucapan Elvan yang tiba-tiba. Belum ada satu jam Elvan berkata ingin meminjam namanya untuk menikung di sepertiga malam. Sekarang ia mengajaknya menikah.

"Allahuakbar. Bisa jantungan aku, nih. Yang bener, kek?"

"Aku bener, Ta. Kurang benar apalagi, sih?"

"Jangan dadakan, dong. Aku nggak siap. Awas aja abis ini masih bertingkah aneh-aneh. Kulaporin ke Papa!"

Rista beranjak dengan wajah yang memerah. Perasaannya menjadi tidak menentu. Ia ingin marah, tetapi yang dikatakan Elvan bukan perihal keburukan. Ia ingin senang, takutnya itu hanya kesenangan sesaat. Ia ingin biasa saja, hatinya yang tidak bisa diajak kompromi.

Degup jantungnya pun tidak bisa diajak untuk berbohong dan mengatakan itu hanya gurauan. Atau semua perlakuan Elvan itu hanyalah sebuah pelarian setelah kehilangan? Namun, seberapa banyak ia menolak, sebanyak itu pula rasa yakinnya semakin mendalam.

Rista memang tidak pernah menanggapi perihal perasaan yang Elvan sampaikan. Itu bukan berarti ia tidak memilik perasaan yang sama. Hanya saja, Rista terlalu mengerti bagaiman Elvan. Ada banyak hal yang ingin ia capai, ada banyak hal yang ingin ia kerjakan.

Jadi, daripada nantinya ia menjadi penghambat, Rista ingin Elvan mencapai apa yang diinginkan sebelum memulai semua dengan dirinya.

"Ta, lihat postinganku, ya? Setelah itu terserah kamu mau gimana."

Elvan tiba-tiba saja memunculkan kepalanya di pintu kedai milik Rista. Si gadis langsung terlonjak karena kaget.

"Astagfirullah! Sudah dibilang jangan dadakan. Jantungku nggak aman kalau gini terus, El."

"Pokoknya wajib lihat postinganku."

"Iya."

Rista langsung membuka aplikasi whatsapp. Ia menggulir ke kanan dan di status teratas adalah milik Elvan. Ia disodori dengan sebuah gambar berwarna jingga. Dengan beberapa siluet kehitaman. Sebuah pemandangan yang teramat indah.

Elvan memang seorang penakluk bagi Rista. Tidak ada hal yang Elvan tidak tahu. Si lelaki berambut ikal itu tahu betul segala kelemahan Rista. Ia paham bahwa Rista akan mudah meleleh jika diberikan pemandangan indah dan berwarna jingga.

"Tuhan, niat bener nih anak bikin aku meleleh sepanjang hari," jawab Rista samil mengusap ponsel miliknya tentu setelah memastikan Elvan sudah tidak di sana.

🍂🍂🍂

Day 6
Arena Homebattle Anfight
Bondowoso, 09 April 2022
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro