Chapter 16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Don't fill my heart with lies. I will love you when you're blue." 

–Norah Jones-

From : Mr. Jhonson

Apa kau baik – baik saja? Kulihat kau begitu sangat pucat.

Melirik Andre dari balik bulu mataku saat aku disuruh Mr. Lawren menemaninya rapat lagi sebagai asisten yang tidak kutahu asistennya di mana dan kenapa. Kali ini kami membahas tentang laporan keuangan yang kemarin sempat tertunda. Meski ruangan ini sedikit gelap hanya lampu dan layar proyektor yang menyala, aku bisa melihat kedua mata biru Andre tak berhenti menatap ke arahku.

Sebenarnya ini hal yang tidak boleh dilakukan saat rapat, tapi membaca pesan teksnya yang terlalu mengurusi urusan pribadi orang membuatku gatal. Tidakkah dia jera setelah kuinjak kakinya dengan heels? 

From : Ms. Khan

Jangan coba peduli.

From : Mr. Jhonson

Sudah kukatakan kalau aku tertarik padamu

Kulirik dirinya lagi, kali ini sorot matanya memandang tajam seolah menuntut sebuah jawaban. Lagian untuk apa dia bersusah payah mendekati gadis yang jelas-jelas menolaknya. Apa tidak ada wanita lain yang bisa dia ganggu sebebas mungkin. Atau apakah dia tidak memilih kekasih hingga dengan seenaknya memberi harapan tinggi yang sewaktu-waktu bisa hancur?

Memilih mengabaikan pesan itu daripada harus berdebat dengan si kepala batu. Beradu argumen dengan si Jhonson tak akan ada habisnya, bahkan sampai matahari tenggelam dia pasti masih mau meladeni. Aku lebih suka menatap layar proyektor, mendengarkan salah satu pejabat perusahaan yang kulupa siapa namanya tengah menjelaskan grafik masalah keuangan yang sepertinya belum juga menemukan titik terang.

Apakah perusahaan ini akan bangkrut?

"Ini seperti ada seseorang yang berusaha menghancurkan perusahaan diam-diam," bisik Mr. Lawren. "Aku sangat paham bagaimana penjualan software dan alat elektronik  di sini, tapi ...bagaimana mungkin jika penjualan tersebut menurun begitu drastis? Terlebih makin banyak komplain yang masuk."

"Sabotase penjualan?" lirihku membuat Mr. Lawren mengernyitkan alisnya. "Bisa jadi kan Sir, ada seseorang di luar sana yang memang menyabotase perusahaan ini mengingat persaingan di bidang teknologi makin ketat. Kalau dilihat, hasil penjualan itu hampir sama dengan hasil penjualan bulan-bulan sebelumnya. Seolah laporan-laporan yang dibuat Mr. Mayer hanya menyalin laporan sebelumnya."

"Wow," puji Mr. Lawren sambil tersenyum miring, "pikiranmu ekstrem, Nona Khan. Jika dia terbukti melakukan itu, tuan Jhonson tak kan segan-segan memecat dan membuat lelaki itu susah seumur hidup. Tidak salah jika Mr. Jhonson menganggapmu berbeda."

"Maksudnya?"

Aku mengikuti arah pandang Mr. Lawren dan gotcha! Pandangan kami bertemu dengan mata biru samudra itu.

From : Mr. Jhonson

Bisakah kau tidak berisik saat rapat? Kau terlihat begitu asyik dengan manajermu membuatku penasaran apa yang kalian bicarakan.

Aku mendecih lalu mengetik pesan balasan untuknya tentang keuangan perusahaan bahwa sepertinya ada yang menyabotase. Setelah pesan itu terkirim, kulihat ekspresi Andre waswas, berharap dia tidak tersinggung. Setidaknya ini hanya alibiku saja bukan.

"Mr. Mayer?" sahut Andre tiba-tiba membuat presentasi pria berjambang itu terhenti. "Bisakah aku mendapatkan laporan langsung dari setiap distributor yang mengedarkan produk kita?"

Mr. Mayer langsung membeku seketika, dia tak segera menjawab namun juga tak segera bertindak hanya berdiri mematung di depan sana membuat orang berkasak-kusuk dengan kemungkinan yang terjadi.

Korupsi!

"Silakan ke ruanganku sekarang Mr. Mayer!" perintahnya. "Rapat selesai!" Dia beranjak pergi begitu saja meninggalkan ruang rapat dengan amarah yang bisa kutangkap.

####

Saat jam makan siang tiba, aku keluar untuk pergi ke dokter sebentar setelah mengirim pesan teks kepada manajer. Emilia menjemput karena kebetulan mendapat libur dua hari setelah tiga hari mengejar berita sampai keluar kota. Lalu dengan mobilnya, dia membawa kami berdua ke rumah sakit terdekat. Ini karena sudah berhari-hari aku haid namun tidak menunjukkan adanya tanda-tanda berhenti seperti periode sebelumnya. Bahkan tadi pagi sebelum kerja, Emilia sempat syok mendapati wajahku pucat seperti vampir. 

Tidak disangkal memang kulitku pucat, tapi apakah benar tiga minggu mengalami perdarahan bisa membuatku mirip vampir? 

Selain itu, untungnya aku sudah membuat perjanjian dengan dokter kandungan agar tidak perlu memakan banyak waktu saat antre. Aku paling tidak suka menunggu terlalu lama dan harus dihadapkan banyak orang, apalagi sampai harus duduk berjam-jam di tempat yang sama. Sesampainya di rumah sakit dan melakukan pendaftaran, aku dan Emilia masuk ke ruang pemeriksaan.

"Selamat siang, Ms. Khan," sapa seorang wanita memakai baju dokter dengan tubuh sedikit gemuk dengan freckles di kedua pipi. Dia menyambut kami begitu ramah. "Jadi apa keluhan Anda?"

"Saya mengalami haid yang cukup banyak hampir tiga minggu dokter," keluhku, "pusing dan rasanya berkunang-kunang."

"Apakah ada nyeri haid selama menstruasi?"

Aku mengangguk. "Hampir tiga hari dan itu sangat mengganggu."

"Apa sebelumnya Anda pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya?"

"Ya, saat umur saya enam belas tahun. Jika stres berlebihan saya pasti mengalami hal ini."

"Bagaimana dengan keluhan anemia? Apakah Anda sering mengalami hal ini?"

Aku menggeleng. "Tidak sering, hanya kadang-kadang tapi menurut saya ini yang terparah."

"Usia berapa Anda pertama kali menstruasi?"

"Mungkin ... usia sebelas tahun," jawabku tak yakin karena lupa. 

"Apa sebelumnya Anda minum obat tertentu? Seperti pil kb?"

"Entahlah, dulu saat mengalami seperti ini saya minum obat hormonal dan sekarang ... saya memilik obat anti depresan yang diminum beberapa kali saat mengalami serangan mendadak," kataku dengan nada lirih di akhir kalimat sambil melirik Emy yang tampaknya terkejut.

Dokter itu mengangguk sambil menulis di kertas rekam medis, "Baiklah, saya ukur tekanan darah Anda dulu nona lalu saya akan mengambil sampel darah untuk mengetahui kadar hemoglobin karena Anda begitu pucat. Jika itu di bawah normal dan mendapat tranfusi makan Anda harus rawat inap untuk sementara waktu sembari saya ingin melakukan USG nanti."

"Apa dia bisa hamil jika kondisinya seperti ini dok?" sahut Emy membuatku mencubit pahanya.

Dokter itu tersenyum, "Bisa, namun aku belum memastikan diagnosa medisnya meski menduga bahwa teman Anda mengalami Abnormal Uterine Bleeding." Lalu dia mengalihkan pandangannya padaku. "Saya akan mengukur tekanan darah Anda, bisakah Anda menggulung lengan kemeja?"

Aku mengangguk lalu menggulung lengan kemeja tangan kanan. Dokter itu pun memasang alat tensimeter miliknya di lenganku lalu mulai memompa. Butuh waktu beberapa saat sampai dokter itu berkata,

"Tekanan darah Anda 70/60 nona, rendah sekali, apa Anda tidak minum suplemen?"

"Sudah dok, meski saya meminumnya jika saya ingat saja."

"Dok, bagaimana perdarahan pada Ms. Khan bisa terjadi?" tanya Emilia semakin antusias saat dokter itu menyiapkan peralatan untuk mengambil sampel darah.

"Bisakah kau diam sebentar Emilia?" dengkusku.

"Aku ingin tahu saja. Kenapa kau tidak pernah menceritakannya padaku sebelumnya," ketus Emilia kesal.

"Baiklah saya akan mengambil sampel darah Anda nona, silakan untuk berbaring di tempat tidur," sahut sang dokter. 

Aku membaringkan diri di atas kasur pemeriksaan dan seorang perawat dengan potongan pendek terlihat cekatan mengambil cairan darah kental yang terasa sakit kala ujung jarum menusuk kulit. "Apa sakit?"

"Sedikit."

"Hasilnya akan kita tunggu sekitar tiga puluh menit, Nona," kata dokter itu, "sembari menunggu saya akan melakukan pemeriksaan fisik dan USG."

Kemudian pemeriksaan fisik dilakukan oleh perawat terutama di bagian leher dan perut bawahku sembari dokter menyiapkan alat USG-nya. Tak memakan banyak waktu, perawat itu kemudian menyelimuti diriku sebatas hingga perut bawah lalu menyibakkan kemeja hingga perutku terlihat lalu dokter itu menggerakkan alat USG yang telah diberikan gel. Melihat layar di depanku dengan banyak pertanyaan dalam kepala meski sebenarnya aku tidak paham dengan gambar hitam putih berbintik di sana.

"Endometrium Anda mengalami penebalan Ms. Khan. Ini terlihat pada ujung sini," kata dokter mengarahkan kursornya pada gambar mirip gundukan di layar di depanku. "Indung telur Anda baik-baik saja. Tidak ada abnormalitas lain pada sistem reproduksi Anda."

"Apa ini bisa menjadi sesuatu yang buruk?"

Dokter itu membersihkan perutku yang terkena gel dengan tisu, "Tidak jika ini hanya ovulation disfunction , hanya perlu obat hormon saja dan kami akan evaluasi kembali sebulan kemudian." Lalu dia membereskan alat USG-nya.

Kami berdua pun kembali duduk di tempat tadi di mana Emy menunggu waswas.

"Bagaimana? " bisiknya kepadaku

"Aku tidak apa-apa," jawabku.

"Sementara menunggu hasil darah, aku akan menjelaskan pada Anda bahwa Anda mengalami Abnormal Utery Bleeding tipe O di mana memang perdarahan Anda yang banyak dan berlangsung lama. Hal ini dikarenakan adanya penebalan endometrium atau dinding rahim Anda. Jika itu terjadi maka siklus menstruasi Anda menjadi lebih pendek dari biasanya."

"Apa ini juga karena pengaruh hormon? Seingat saya dulu, dokter di Florida mengatakan saya mengalami kelainan hormon."

"Kita akan melihatnya berdasarkan pemeriksaan darah, tapi saya menduga bahwa tidak ada kelainan hormon sesuai pemeriksaan fisik tadi. Kondisi seperti Anda bisa diakibatkan faktor stres, faktor hormon tiroid, dan penyakit lainnya. Jika saya menyimpulkan, Anda mengalami perdarahan ini karena stres bukan?"

Aku mengangguk. "Tapi ... saya ... bisa hamil, kan, nantinya?"

"Apa kau ingin hamil sekarang?" tanya Emy.

"Seperti yang saya katakan kalau  Anda masih bisa hamil," jawab dokter itu lalu mengambil kertas resep dan menulis obat. "Saya akan memberikan terapi hormon dosis kecil, tablet untuk menghentikan perdarahan dan vitamin penambah darah. Pastikan Anda makan dengan baik karena tubuh Anda begitu kurus, jangan terlalu banyak stres, dan tidurlah yang cukup."

###

Dering nyaring ponsel membuatku terkejut bukan main, buru-buru kumatikan panggilan tersebut. Sialnya degup jantungku seketika tak normal hanya dengan melihat nomor kontak di layar ponsel. Padahal, aku sudah meminta ijin kepada Mr. Lawren kalau pegawai cerdas tapi sering sakit-sakitan ini terpaksa menjalani rawat inap. Awalnya aku tak mau, tapi dokter memberitahu kalau kadar hemoglobinku 6,2 dan itu sangat di bawah normal. Emilia lebih tercengang, saat itu juga dia berubah menjadi mode 'ibu cerewet' dan menyuruh anak gadisnya untuk mendapatkan pertolongan. 

Ponselku berdering lagi dan ini untuk keenam kalinya. Menggigit bibir bawah begitu ragu lalu aku menekan tombol jawab dengan tangan gemetaran. 

"Kau di mana!" serunya dengan nada cukup tinggi.

"Aku ... bukan urusanmu!" ketusku. "Lagi pula, aku sudah mendapat ijin dari atasanku."

"Aku adalah atasan dari atasanmu, Ms. Khan!" sungutnya tak mau kalah. "Baiklah jika kau tak mau mengatakannya, aku bisa menemukanmu dengan caraku sendiri.'

Klik! Sambungan telepon terputus sepihak membuatku mengerjapkan kedua mata kebingungan. Sungguh si Jhonson aneh itu tidak lebih dari Emilia, mereka sama-sama suka marah, padahal aku baik-baik saja.

Beberapa detik kemudian ponselku berdering kembali menunjukkan nomor tak dikenal. Aku mengerutkan kening, apakah Andre menelepon dengan nomor lain? Tak pikir panjang, aku pun menjawab panggilan itu.

"Halo?"

Tidak ada suara di seberang membuatku kembali menatap layar ponsel untuk memastikan panggilan masih tersambung. Masih tak ada jawaban dari sana meski berulang kali mengatakan halo. Dengan kesal aku pun menutup sambungan telepon itu.

Beberapa menit kemudian telepon berdering lagi, kuangkat dengan cepat, "Halo?"

Tidak ada jawaban.

"Maaf sir, jika tidak ada kepentingan jangan menelepon di saat seperti ini," dengusku kesal.

Sebelum jempolku menekan ikon merah untuk mengakhiri panggilan, samar-samar mendengar suara cekikikan seorang pria membuatku mendekatkan kembali ponsel di telinga kanan. Entah mengapa aku merasa begitu familiar dengan suaranya.

"Hei, little girl, masih ingat denganku?"


Baca lebih cepat di Karyakarsa ya.  Di bab terakhir bikin nyesek!

Btw,  maaf ya gaes kalau alur ini sangat lambat karena memakai POV 1 (aku)  sekaligus membaca ulang versi lama,  jadi banyak yg perlu aku tambahi adegannya. 

Ohya,  untuk kasus AUB (abnormal uteri bleeding)  aku ambil dari kasus salah satu temen waktu kuliah dulu.  Thanks N udah mau jadi narasumber hehehee.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro