BAB 10 : Rasa Itu.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Menyibak selimut tebal berwarna abu-abu, Diaz beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan gontai keluar kamar. Efek masih mengantuk.

Melirik jam dinding yang ada di dapur masih menunjukan pukul dua dini hari, Diaz mengambil gelas dan mengisi penuh air putih dari dispenser dan menandaskannya seketika.

Kalau saja tak haus, ia lebih memilih bergelung manja dari balik selimut tebalnya bersama Ara. Kembali ia mengisi gelas tersebut dan membawanya masuk ke kamar. Setelah menyimpan gelas di atas nakas, Diaz kembali menelusupkan tubuh jangkungnya dan berkumpul dengan Ara yang masih tertidur lelap.

Jarang-jarang Diaz terbangun di dini hari seperti ini, jika bukan karena kantung kemihnya penuh, ya ... juga kehausan. Memiringkan tubuh, Diaz menekuk siku sebelah kanan guna menopang kepalanya yang sekarang sedang menatap Ara.

Meski wanita itu tidur dalam posisi yang tak elegan sama sekali, dengan mulut sedikit terbuka dan dengkuran halus menyertainya. Bagi Diaz asalkan ketika ia membuka mata di pagi hari dan menemukan Ara masih di sampingnya, adalah hal terindah yang ia rasakan.

Sebulan tinggal bersama Ara, Diaz baru mengetahui jika Ara begitu menyukai parfum pencampuran antara Green Tea dan Jasmine. Membuat Diaz semakin terasa nyaman berdekatan dengan wanita itu kala indera penciumannya membaui aroma Ara.

Hubungan mereka tak hanya sekedar seks dan ranjang saja. Kehidupan mereka layaknya pasangan suami istri, padahal mereka belum meresmikannya secara hukum dan agama.

Bukan ia tak tahu hukum dalam agamanya, hanya saja Diaz belum menemukan waktu yang tepat untuk mengenalkan Ara pada keluarganya. Juga melamar Ara pada orang tuanya.

Jika empat bulan yang lalu hanya sepi yang menyambut kepulangannya ke apartemen, tapi kini tiap kali ia pulang kerja ada Ara yang kadang menyambut kedatangannya dengan pertanyaan "mau makan ato mandi dulu?".

Tak urung hal itu membuat hati Diaz menghangat, walau pertanyaan itu terlontar dengan Ara yang masih sibuk dengan aktivitasnya ; entah menonton televisi, menonton drama korea melalui laptop, ataupun tengah memasak.

Ia layaknya suami yang diperhatikan oleh istrinya. Kadang-kadang Diaz berpikir jika hidupnya terasa lucu. Empat bulan yang lalu ia patah hati parah, karena Naina menikah dengan Saka-kakaknya. Lalu dibulan ketiga ia mengenal Ara dengan satu kejadian tak biasa yang akhirnya membawa mereka dalam fase hubungan sekarang.

Ia tak menyangkal jika perasaan cintanya pada Naina masih bercokol kuat di sana. Sedangkan dengan Ara, perasaan nyaman itu selalu hadir ketika ia berdekatan dengan wanita itu.

Ia bukan pria bejat yang suka gonta-ganti pasangan ONS. Hanya beberapa kali ia pernah melakukannya, tapi tak sesering itu. Diaz merasa harus tanggung jawab karena sudah mengambil milik Ara, bahkan mereka sempat mengulangi beberapa kali.

Tak ada alasan spesifik. Ia hanya ingin bertanggung jawab atas diri Ara yang sudah ia rusak. Mengingat malam pertama mereka, ada perasaan bahagia dan bangga membuncah di dadanya. karena ia menjadi pria pertama yang menyentuh dan mengklaim Ara seutuhnya.

Anggap saja sebulan ini adalah masa-masa penjajakan di antara mereka. Saling menelaah bagaimana perasaan masing-masing. Memang belum ada cinta di antara mereka, bahkan Ara sendiri tak ambil pusing. Wanita malah terkesan cuek dengan hal-hal soal perasaan.

Ingatkan dia untuk membahas hal ini nanti.

🌸🌸🌸🌸

"DIAAAZ! CEPETAN MANDINYA!" teriak Ara dari arah dapur.

"Udah selesai, Yank!" sahut Diaz tak lama kemudian seraya mengancingkan lengan mansetnya.

Ara masih belum mandi dan hanya menggunakan kaos longgar dan celana pendek motif bung-bunga, khas pulau dewata.

Tak tahukah Ara. Jika Diaz begitu menyukai pegerakan punggungnya kala ia bermain dengan peralatan dapurnya. Entah lah ... bagi Diaz, itu terlihat seksi. Bahkan Naina tak pernah mau jika harus berhadapan dengan dapur dan kawan-kawannya.

"Lembur lagi hari ini?" tanya Ara mengoper telur ceplok mata sapi di atas roti sandwich yang sudah berisi beef ham dan pasangannya.

Ara tak sempat memasak makanan berat, karena pagi ini ia bangun kesiangan akibat pulang malam gara-gara lembur.

"No kopi, Diaz!" Larang Ara mengangsurkan secangkir teh dengan irisan lemon di dalamnya. "Apa lagi pagi-pagi."

Tanpa bicara Diaz menerima perlakuan Ara, dengan kuluman senyum. Ia benar-benar di manjakan oleh wanitanya ini. Apalagi Soal makanan, jangan ditanya lagi. Ara yang selalu menyiapkan sarapan paginya, juga makan malam. Terkadang wanitanya itu juga membawakan bekal makan siang. Semua yang dibuatkan Ara begitu memanjakan perut Diaz, membuat pria berpangkat Direktur Utama dari Sultan Group di bidang konstruksi ini semakin mantap menikahi Ara. Meski belum ada rasa cinta itu.

Kapan terakhir kali ia diperhatikan seintens itu oleh seorang wanita? Entahlah ia malas menghitung, atau mengingatnya. Ia hanya ingin menikmati momen seperti ini. Dilayani layaknya suami.

Ah, what a wonderful morning.

"Makan duluan, aku mau mandi terus siap-siap." Meninggalkan Diaz yang sudah mulai mengigit sarapannya.

Setengah jam kemudian Ara susah siap dengan setelan kerjanya, dengan menenteng ransel di tangan kiri sekaligus dasi milik Diaz. Ara sedikit kesulitan saat ia akan menguncir rambut panjangnya.

Melihat itu Diaz menghampiri Ara yang kesusahan, dan mengambil tas dan dasinya bersamaan dan menaruhnya di atas meja pantry.

Merampas ikat rambut Ara dan mengigitnya guna menahan agar tak jatuh, Diaz mulai menata rambut Ara dan menatanya menjadi aatu. Berkumpul ditangan kirinya kemudian mengikatnya dengan cukup keras.

"Akh!" pekik Ara kesakitan. Begitu merasai Diaz terlalu kencang mengikat rambutnya. "Pelan, Yaz!" Meskipun mengerutu karena merasakan kepalanya berdenyut. Ara tetap berbalik arah dan menyambar dasi milik Diaz yang berada di atas meja dan memakaikannya secara perlahan.

"Kebiasaan deh kamu. Dibilangin kalo pilih dasi itu yang gak begitu mencolok warnanya. Suka banget sih make dasi itu."

Ya, Ara mengembalikan dasi yang sudah dipilih Diaz. Dan memilihkan yanh cocok dengan kemeja yang dikenakan prianya. Diaz hanya bisa diam dan tersenyum menerima perlakuan Ara kepadanya.

Mengaitkan kedua tangannya di pinggang Ara, Diaz justru mendaratkan kecupan kecil Ara secara bertubi-tubi. Tak hanya di bibir, tapi juga mendarat ke seluruh wajahnya. Membuat sang pemilik terkikik geli atas perlakuan Diaz.

"Diaz! Geli tau."

Bukannya menghentikan, Diaz malam memagut bibir Ara. Menangkup bokongnya dan mengangkatnya, membuat reflek Ara duduk di atas pangkuan Ara dengan membelitkan kedua kakinya di pinggang Diaz.

Merasa mendapat respon, Diaz semakin dalam memagut bibir Ara. Melumat, mengigit dan menggulum secara bergantian. Membuat Ara mengerang dan Diaz yang mendesis menginginkan lebih.

Sialan! Ini masih pagi.

Apalagi kedua lidah meraka saling membelit satu sama lain, sama-sama mencari-cari satu kepuasan hanya melalui ciuman. Nyatanya Diaz tak cukup puas hanya dengan mencium Ara.

Ada desakan lain yang ingin keluar, membuat Diaz semakin menekan tengkuk Ara agar tak lari dari sergapannya. Tangan satunya memilih menelusuri punggung Ara, yang jiutru mmebuatnya meremang. Ara juga merasakan perutnya seaka melilit, namum anehnya terasa menyenangkan.

Sama halnya dengan Diaz. Tak kuasa menahan gejolaknya, ia mulai merabai bagian depan tubuh Ara. Hanya dengan satu tangan Diaz sudah melucuti tiga kancing teratas kemeja kuning gading milik Ara. Ia menginginkan lebih. Diaz ingin berada di dalam tubuh Ara. Sekarang, Saat ini juga.

Sayangnya dua insan tersebut melupakan satu sosok yang tengah berdiri mematung di depan pintu, menatap horor dua anak Adam yang saling bercumbu pada pukul tujuh pagi.

"SULTAN ARKHADIAZ TJAHIR! APA YANG KALIAN LAKUKAN SEPAGI INI."

🌸🌸🌸🌸🌸

Ini bab baru. Baru banget aku tulis. Wkwkwkwkwwkwk

Surabaya, 07/04/2019
-Dean Akhmad-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro