Bab 2 : Kesalahan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terima kasih untuk vomentnya. 😁😁😁😁 jangan lupakan saran dan kritik yang juga diperlukan. Cipok basah dah dari Bang Diaz.
★★★★★★

Aroma maskulin menyeruak masuk, menghantam indera penciuman Ara. Membuat gadis itu mengerjabkan matanya pelan. Sedikit menyipitkan mata, ia mencoba menyesuaikan penglihatan dengan Adanya silau matahari yang masuk melalui tirai yang tak tertutup rapat.

Denyutan hebat langsung menghantam kepala Ara, saat ia membuka mata secara penuh dan semakin berputar ketika berusaha bangkit dari tidurnya secara spontan.

Ia merasa lemas, semua bagian tubuhnya terasa sakit tapi tak mengurangi denyutan di kepalanya. Pejaman matanya pun juga tak mampu mengurai rasa sakit tersebut.

Ada yang aneh, tubuhnya tiba-tiba mengigil dan terasa lengket, juga pangkal pahanya juga ikutan berdenyut nyeri.

Seketika hantaman akan kejadian semalam sukses membuat Ara tersadar, dan mengabaikan rasa sakitnya.

Ya Tuhan!

Nggak mungkin!

Ara menjambak rambutnya, frustasi. Ini adalah hal terbodoh dalam hidupnya. Bahkan ia tak segan-segan memukuli kepalanya. Ia pikir adegan panas itu hanyalah sebuah mimpi erotis, yang kadang memang suka datang tanpa diundang.

Tapi dengkuran halus pria yang tengah tidur tengkurap, membuat Ara semakin yakin bahwa tindakannya semalam mampu membuat ia menyesal pagi ini.

Ia memberikan satu-satunya hal berharga yang ia jaga selama ini. Dengan mudahnya, Ia melepas segel perawan yang melingkupi dirinya selama dua puluh delapan tahun ini.

Bagus Ara! Kamu sukses jadi seorang jalang sekarang.

Tertatih-tatih Ara menuju kamar mandi yang kebetulan ada di dalam kamar tersebut.

Kepingan ingatannya semalam pun langsung menyeruak, ketika air menguyur tubuhnya. Menghiraukan denyutan di pangkal pahanya.

Seharusnya ia berendam di air hangat, untuk mengurangi rasa sakitnya. Sejenak ia melirik bath up di sampingnya, namun ia lebih memilih menguyurnya dengan air dingin. Mencoba mendinginkan isi kepalanya.

Semalam, ia mencoba bersikap seperti wanita binal. Ingatan dirinya memakai baju seksi dengan potongan kerah rendah, hingga menonjolkan belahan dada juga payudara yang hampir tumpah. Oh, jangan lupakan juga gincu merah darah yang semakin membuatnya benar-benar seperti pelacur kelas kakap.

Apalagi ingatan dirinya yang merayu pria yang ia gaungkan namanya saat mencapai orgasme untuk sekian kalinya, membuat kepalanya kembali berdenyut.

Diaz.

Iya, satu nama yang sukses merobek selaput darahnya semalam, satu nama yang memperkenalkan dirinya atas satu rasa yang asing. Rasa yang digembor-gemborkan oleh rekan kerjanya, yang katanya akan membuat Ara ketagihan setelah mencobanya.

Ketagihan dari mana? Yang ada hanyalah rasa pegal tak tertandingi, seperti baru saja ia terjatuh dari tangga lantai tiga. Seluruh otot-ototnya menegang, dan badannya melemas.

Dasar bodoh!

Ara mengumpati dirinya sendiri. Entah setan mana yang merasukinya, hingga ia melakukan hal tersebut. Sialnya lagi semua gara-gara Dara dan segelas vodka.

Ara mengeram, mencoba menahan gempuran ingatannya semalam.

Ia bingung, setelah ini bagaimana ia bersikap jika bersimuka dengan laki-laki itu.

Ara mengambil kemeja lelaki itu sembarang, karena sebagian besar isi lemarinya adalah kemeja warna putih.

Sejenak Ara menatap lelaki itu yang masih tertidur lelap dengan posisi tengkurap. Ada beberapa tato yang memenuhi sebagian punggung lebar tersebut.

Senyenyak itukah pria itu tertidur? Memangnya berapa ronde yang mereka lewatkan semalam.

Astaga, kenapa jadi mikir ke situ, sih?

Ara keluar kamar dan menemukan baju mereka berserakan di sepanjang pintu masuk hingga ke tengah ruangan, bahkan ia melihat dress merahnya terongok di atas sofa.

Wajah Ara bersemu merah. Seberapa liar dirinya? Hingga pakaian dan dalammnya tercecer di mana-mana.

Ia memungut pakaiannya juga pakaian lelaki itu, dan mengumpulkannya di atas sofa.

Ini sebuah apartemen, yang jelas bukan apartemen miliknya. Ara meringis kecut menyadari untuk ukuran laki-laki single, apartemen ini termasuk rapi dan bersih, minus tadi pakaian yang berserakan.

Perut laparnya tak bisa ditahan lagi, segera ia menuju dapur dan membuka kulkas. Ara dibuat terkejut dengan isi kulkas dua pintu yang berisi bahan-bahan makananan yang terbilang lengkap, dan ia tahu harus memasak apa pagi ini, untuk sarapannya juga lelaki itu.

Jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Baiklah, ini bukan lagi sarapan namanya karena hari sudah menjelang siang.

Ara mendengar kursi yang ditarik dari tempatnya, yang ia yakini adalah pemilik apartemen ini.

"Kamu masak apa?" Diaz menengak air putih yang sudah disediakan oleh Ara di atas meja makan hingga tandas.

"Sup ayam, buat ilangin pengar pasca mabuk."

Ara tahu lelaki itu tengah memandangi punggungnya, jujur saja hal seperti ini membuat gadis berambut cokelat sebahu itu sedikit risih.

Dia terbiasa sendirian di apartemennya, tapi pagi ini justru terbangun di apartemen pria lain beserta pemiliknya yang juga tengah memandanginya.

Ara mengangsurkan semangkok sup ayam lengkap dengan sepiring nasi putih dan omelete.

Ara menampel tangan Diaz yang akan menyomot sepotong omelete.

"Sakit," desis Diaz memberengut.

"Cuci muka dulu sana sama sikat gigi, sekalian cuci tangan. Kalo bisa sekalian juga mandi."

"Jutek amat sih? Iya, iya aku cuci muka."

Tak lama Diaz kembali dengan wajah yang terlihat segar pasca cuci muka dan sikat gigi. Kembali Diaz menduduki kursi yang sempat ia tinggalkan dan menarik bagian sarapannya.

Ara menyendokan supnya yang sudah dicampur dengan nasi,  kemudian menatap Diaz yang melakukan hal yang sama seperti dirinya.

Canggung memang, tapi mau bagaimana lagi. Setidaknya Ara berusaha memasang wajah senatural mungkin.

Hingga suapan terakhir, tak ada satu pun yang memulai pembicaraan.

"Untuk semalam ...."

"Kita cuma patner one night stand. Iya, aku tahu itu." Potong Ara meletakkan sendoknya.

"Bagus lah kalo begitu."

Dan keadaan kembali sunyi. Hingga Diaz beranjak dari tempat duduknya pun tak ada obrolan.

Ara mendesah, ia tahu ending dari kesalahan semalamnya. Dibilang polos ia juga tidak terlalu polos. Ara tahu bahwa kejadian semalam tak ubahnya seperti kejadian yang biasa terjadi pada setiap individu penghuni ibukota.

Nongkrong di kelab malam dan berakhir di kamar hotel melakukan ONS, bukankah itu hal yang biasa terjadi.

Ara merapikan piring bekas sarapannya, sedangkan Diaz kembali ke kamarnya, dan keluar dalam keadaan rapi.

"Aku mau berangkat kerja dulu, sorry gak bisa nganterin kamu pulang."

"Oh, oke! Aku bisa pulang sendiri."

"Makasih buat sarapannya. Enak!"

Belum sempat Ara menjawab, pintu sudah tertutup. Diletakkannya piring berlapis busa sabun dan membilas tangannya, Ara menghembuskan napas lega.

Jujur saja, ia masih malu dengan keadaannya saat ini. Tapi ia harus terpaksa berakting bahwa ia sudah biasa melakukan hal itu, paling tidak dihadapan pria itu.

Baiklah Ara, lanjutkan hidupmu. Kehilangan keperawananmu bukan berarti kamu juga kehilangan hidupmu. Toh kamu sendiri yang memancingnya

Fix! Ara akan bersikap bahwa kejadian semalam gak pernah terjadi.

Ya, betul. Anggap gak terjadi apa-apa.

Ara menganti kemeja Diaz dan memakai dress ketatnya kembali. Sejenak ia memandang kamar Diaz yang ternyata sudah dirapikan oleh sang pemiliknya, sekali lagi ia menghembuskan napasnya.

Kamar ini menjadi saksi bisu kebinalan Ara. Semoga ia tak kembali lagi ke tempat ini.

★★★★★★★

-Dean Akhmad-
27-05-2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro