Bab 5 : Nikah sama aku ya, Ra?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

WARNING ADEGAN 21++ YAK, BAGI YANG NGGAK ADA KTP JANGAN MERAPAT. WKWKWKWKWKWKWWKWK

◎◎◎◎◎◎

Ara linglung pasca serangan ganas dibibirnya, lebih linglung lagi ternyata ia juga membalas ciuman lelaki yang sudah mengambil segelnya itu. Bahkan turut menikmatinya.

Kepalanya mendadak pening akan gairah yang tiba-tiba muncul kepermukaan. Ciuman Diaz memang ganas, juga tidak kasar. Tapi begitu memabukkan, sehingga membuat Ara terjerembab dalam pusaran gairah yang Diaz ciptakan.

Dasar murahan! Batinnya berteriak saat bibirnya masih mencecap bibir Diaz. Terlalu Sulit untuk ditolak ketika dewi jalangnya turut andil memperkeruh suasana, yang pada akhirnya ia pun ikut terseret ke dalam arus yang memabukkan.

Ara kembali pasrah saat Diaz menarik dirinya menaiki lift dan berhenti di lantai berapa ia pun tak tahu. Kepalanya terlampau pening, dan lebih menginginkan sesuatu dalam dirinya untuk segera dituntaskan.

"Kamu benar-benar bikin aku gila, Ra!" maki Diaz kembali menyerbu bibir Ara yang sudah membengkak. Begitu ia menutup pintu kamarnya.

Kali ini ciuman Diaz semakin menuntut dan ganas, membuat Ara kewalahan mengimbanginya. Hingga membuat tubuh Ara oleng menabrak dinding di belakang pintu.

Diaz semakin mendesak tubuh Ara agar lebih merapat kepadanya, tak peduli jika tubuh mereka menubruk apa saja yang dilewatinya. Tautan bibir mereka tak terputus, kala Diaz menggiring Ara meringsek ke dalam ruang tamu.

Diaz tak tinggal diam. Tangannya pun kini merambati tubuh Ara, lebih masuk ke dalam kebayanya. Tanpa sadar jika Diaz telah menyentak bajunya, hingga kancing baju tersebut berhamburan entah kemana. Kemudian melesat masuk ke dalam bra berwarna hitam, yang menutupi payudara Ara.

Sentuhan yang diikuti dengan pilinan di puncak payudaranya, membuat Ara mendesah pelan penuh gairah.

Ara tak mau kalah, ia juga melepas jas yang dikenakan Diaz dengan tak sabaran. Jemari lentik Ara tak tinggal diam, dengan tergesa-gesa ia mengurai kancing-kancing kemejanya. seolah tak ada sisa waktu untuk mereka saling mencumbu.

Tubuh Ara melemas, ketika Diaz memindahkan bibirnya menuju tulang selangkanya. Meninggalkan jejak basah dan kemerahan di sana, ditambah dengan remasan lembut dan pilinan di puncak payudaranya semakin membuat tubuhnya melemas. Sejak kapan Diaz menanggalkan branya, juga rok sepan batiknya.

"Diaz ...."

Dengan cekatan Diaz membawa sebelah kaki Ara, yang dengan nalurinya sendiri ia melingkarkan kakinya di pinggang lelaki yang sudah mencampakan jasnya di lantai, dengan kemeja yang tebuka. Menampilkan tubuh liatnya yang berhiaskan tato.

Diaz merapatkan keningnya pada Ara, napas mereka terengah-engah setelah ciuman dan cumbuan tak berkesudahan. Kabut gairah menyelimuti tatapan Diaz pun Ara.

"Kamu bikin aku gila, Ra. Karena mengingkan kamu!" Sekali lagi Diaz meraup bibir Ara dan mengendongnya masuk ke dalam kamar.

Tanpa melepaskan ciuman mereka, Diaz menurunkan Ara di atas ranjangnya. Tangan besar Diaz kembali bergereliya menyusuri lekuk tubuh Ara. Memetakannya dengan jejak basah. Rasanya menggelikan namun terasa nikmat secara bersamaan.

Gerakan sensual Diaz yang membuka gesper dan celana bahannya, bagaikan slow motion bagi Ara. Dan membuat bagian bawahnya berkedut tak nyaman. Lebih-lebih tangan kiri Ara yang sudah menyelinap ke dalam celana dalam Diaz, dan menyentuh Kejantanannya yang terasa menyesakkan berada di dalam sana.

Elusan tangan Ara membuat Diaz mengerang tertahan. Ia tak sanggup lagi, Ara membuatnya gila.

Pemandangan yang begitu erotis, kala Diaz melucuti underwear berenda milik Ara yang disusul dengan miliknya sendiri. Secepat itu lah Diaz menghujam kepemilikannya yang mengeras, bersamaan dengan Ara yang mengerang. Ia merasakan sensasi berbeda ketika berada di dalam inti Ara. Memeluk dirinya dengan erat, membuat Diaz semakin menggila.

Sementara tangan Diaz kembali meremas payudara Ara pelan, memberikan rangsangan yang diterima oleh desahan dari bibir Ara. Diaz begitu menyukai bagaimana reaksi mengerasnya puncak tersebut saat lidah Diaz bermain di sana.

Diaz tenggelam dalam gairahnya. Dan gadis ini, sukses membuat Diaz menjadi pria bejat karena setelah mengambil kesucian Ara juga mengagahinya untuk kedua kalinya pada pertemuan mereka.

Lenguhan disertai napas tersenggal menggema ke seluruh sudut kamar, aroma sex terlalu kentara membuat suasana semakin intim dan panas.

"Ara ..." lenguh Diaz merasakan sensasi itu mulai menyentuh ujungnya.

Ara yang juga merasakannya, merapatkan kedua kakinya memeluk pinggang Diaz yang berpeluh. Bersamaan dengan tarikan pada leher Diaz, Ara memperdalam ciumannya, sedangkan Diaz semakin menghujamnya tanpa irama beraturan.

Diaz menyurukkan kepalanya dicerukan leher Ara, menghirup aroma vanila bercampur keringat semakin membuat Diaz blingsatan tak terkendali. Ia  merasakan sensasi yang berada di ujung. Ara meremas rambut Diaz ketika merasakan gigitan di lehernya.

Ketika gelegar rasa panas itu akhirnya menyerang ke dalam tubuh Ara, membuat keduanya menyerah. Saling meresapi ledakan yang datang secara bersamaan, membiarkan gaungan gairah mereka yang perlahan meninggalkan mereka dan Menikmatinya masih dengan napas tersengal-sengal.

Diaz mengecup kening Ara, kemudian melepasnya miliknya. Mengulingkan tubuh kekarnya untuk ikut berbaring di samping Ara, memeluknya dengan posesif.

Sedangkan Ara mencari posisi tidur senyaman mungkin dalam rengkuhan Diaz, yang kemudian Menggiringnya ke alam mimpi.

Ara masih mendengarkan gumaman terima kasih dari Diaz, tapi kesadaran mulai terengut walau samar-samar ia masih bisa mendengarnya.

"Nikah sama aku ya, Ra!" Diaz mengecup bahu telanjang Ara dan mengikuti Ara ke alam mimpi.
.
.
.
.
Mendapati punggung mulus ketika ia bangun tidur membuat Diaz melebarkan senyum. Ia tak menyangka semalam bergumul panas dengan Ara.

Dua kali pertemuan dan berakhir dengan adegan ranjang yang menguras tenaga. Ia sudah seperti maniak sekarang, selalu ingin menyentuh Ara.

Entah kenapa setiap berdekatan dengan Ara, gairah Diaz terpancing seketika. Padahal wanita itu tak menggodanya sama sekalian, pakaiannya pun cenderung tertutup. Hanya awal pertemuan mereka saja Ara menggunakan dress ketat, dan pagi ini mereka sama-sama polos tanpa baju.

Dengan lancang Diaz menelusuri lekuk tubuh telanjang Ara yang tak tertutupi selimut dengan jari telunjuknya, tampilan bahu telanjang dan punggung mulusnya membuat Diaz tak tahan untuk tak menyentuhnya.

Sial! Aku benar-benar seperti maniak sekarang.

Ara melenguh ketika Diaz mengecupi bahu telanjangnya merambat ke daerah tengkuk, dan suara rendah wanita itu telah membangunkan sisi liar Diaz.

Dia tak pernah sebergairah ini di pagi-pagi begini.

Ara yang merasa tidurnya terganggu mengeratkan selimutnya. Ia masih ingin tidur. Tapi sepertinya Diaz tak kunjung behenti, pria itu semakin merangsek ke tengkuk Ara dan kembali meninggalkan jejak basah juga kemerahan di sana.

Tanpa tedeng alih-alih Diaz mengubah posisinya telah mengkungkung Ara di bawahnya. Kulit polos mereka saling bergesekan, membuat Diaz semakin menyurukkan kepalanya di leher Ara.

Ara mengerang frustasi, merasa tidurnya terganggu.

"Aku masih ngantuk, Yaz. Capek!" tukas Ara yang kembali mencari posisi nyaman di sela-sela leher Diaz.

"Bangun, Ra. Udah pagi. " kini Diaz malah mengecupi bibir Ara.

Setengah sadar Ara mendorong kepala Diaz agar menjauh, apalagi menciumnya di pagi hari seperti ini. "Diaaaz! Aku belum mandi. Stop!" Suara serak Ara semakin memancing libido Diaz.

Diaz membungkam bibir Ara, dengan ciuman dan lumatan kecilnya. Ara sendiri yang tak siap dengan serangan ciuman Diaz membuatnya terjaga walau matanya masih berat, belum lagi bibirnya yang tak terkatup membuat Diaz kembali melesakkan lidahnya ke dalam rongga mulut Ara. Menginvasi seluruhnya.

Ara kembali merasakan Ciuman Diaz yang terlalu memabukkan untuknya, membuat gelenyar-gelenyar aneh merambati seluruh tubuh Ara. Belum lagi kinerja ototnya yang tiba-tiba melemas tanpa bisa bekerja sebagaimana mestinya, atas rangsangan yang diberikan Diaz.

Ara menyerah. Ia membiarkan Diaz yang bekerja. Remasan kecil di payudaranya membuat gairah Ara mulai menyala.

"Aaakh!" Ara memekik ketika merasakan Diaz merangsek di dalam dirinya dan bergerak maju mundur tak beraturan.

Kali ini Ara benar-benar tak berkutik, selain mengikuti alur yang diciptakan Diaz dan ia juga menikmatinya.

Astaga! Ia sudah berubah menjadi jalang rupanya.

Ara keluar dari kamar mandi hanya menggunakan bathrope.  Celingukan ia mencari bajunya yang semalam. Kemana perginya?

Ara terpekur dalam diamnya. Kemudian menghembuskan napas, untuk kedua kalinya ia terjebak dengan pria bernama Diaz. Harusnya ia punya harga diri untuk menolak semua sentuhan pria yang baru dikenalnya, dan sialnya juga ia begitu menikmati hal tersebut.

Ini adalaha hal tergila yang ia lakukan secara spontan. Sama sekali tak berniat untuk menyerahkan mahkota berharganya pada orang yang tak dikenal, yang ia tahu laki-laki itu bernama Diaz. Ara bahkan tak tahu asal-usul pria itu.

Murahan sekali dirinya sekarang. Apa putus cinta membuat ia menjadi tak terkendali? Ia sudah lelah menjadi wanita baik-baik. Selalu dijadikan sebuah alasan ia dicampakan karena ia terlalu baik.

Bhaks ... yang benar saja. Alasan yang sangat klise. Jadi ... ia ingin berperilaku beda seperti ia biasanya, walau tak memungkiri Ara mulai menikmatinya.

Melirik ke arah tempat tidur berukuran king size, masih berantakan dengan sprei dan selimut yang terongok tak berdaya di kaki ranjang. Membuat wajah Ara memanas, karena ingatannya kembali terseret dalam kejadian dua jam lalu.

Ia kembali melakukan morning sex yang ternyata sama nikmatnya dengan semalam. Bayangan percintaannya dengan Diaz berputar kembali. Ini gila!

Ara bergidik, kemudian memilih keluar kamar dan menemukan pemandangan yang kembali membuat wajah Ara memanas.

Di sana. Ada Diaz yang hanya memakai kaos singlet putih dengan celana pendek sedang duduk menatap Jakarta pagi hari sembari meminum secangkir kopi. Walau jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi.

Ara menelan ludah, tenggorokannya tiba-tiba mengering, dan tubuhnya tak bisa ia gerakan. Seketika ia merasa canggung jika harus berhadapan dengan pria bertato itu. Melirik ke arah pantry, mungkin sebaiknya ia ke sana dan menjauhi Diaz.

"Mau ke mana, Ra?"

Suara bass Diaz membuat pegerakkan Ara terhenti, dan menoleh kaku.

"Pantry. Ambil kopi," jawab Ara singkat.

Ara sedikit mempercepat jalannya menuju pantry dan mengambil segelas kopi dengan asap yang masih mengepul.

Ara tahu Diaz mengikutinya. Ia mengambil sandwich dan mengigitnya dengan potongan agak besar, membuat mulutnya kepenuhan. Ara masih fokus dengan sarapannya, meski sedikit kesusahan mengunyah potongan sandwich-nya, mencoba mengabaikan keberadaan Diaz di sampingnya.

Entah kenapa feromon Diaz pagi ini membuat Ara salah tingkah, ditambah dengan gaya santai Diaz membuat ia sangat ingin menelusuri tato-tato yang terpatri di tubuh pria itu.

Diam jalang! Dasar murahan. Maki Ara dalam hati.

"Pelan-pelan makannya, Ra." ucap Diaz dengan ringan melayangkan jemarinya ke sudut bibir Ara yang belepotan saus sambal.

Ara tergugu. Kegiatan Diaz yang mengusap bibirnya dengan jempolnya, membuat ia menghentikan kunyahannya.

Sorot mata teduh Diaz dengan senyum gelinya, menyambut penglihatan Ara.

"Nikah sama aku ya, Ra?"

Dan Ara tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

★★★★✩✩✩★★★★

Taraaaaa, selesai juga akhirnya. Tolong jangan bully authornya. Setengah mampus nih akoh nulis part ini. Sumveh, suer, demi jenggot merlin.

Buahahahahahaha.

Yaudin layau, selamat membaca aja yak.

Mahalo
-Dean Akhmad-
12-06-2018

Repost : 21/03/2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro