Q-Time

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Melihatmu adalah salah satu caraku menerbitkan senyum di bibirku."

Lucy

Setelah kemarin gadis itu sempat tidak masuk. Hari ini, Kara sedang duduk menikmati makan siang di meja yang sama dengannya. Sesekali bercerita ringan tentang harinya di sekolah. Tentang teman yang tiba-tiba jadi perhatian.

Lucy sedetik merasa tercekat mendengar Kara menyebutkan nama temannya dengan menggebu. Tapi dia memilih tetap mendengarkan. Berpura-pura tidak ada yang berubah dalam dirinya. Atau lebih tepatnya dia menyangkal perubahan dalam dirinya.

"--bersyukur dia tidak mengikutiku sampai sini."

Gadis itu menyelesaikan cerita panjangnya. Membawa Lucy kembali kepada alam sadarnya. Memaksakan diri tersenyum menanggapi. Atau bisa disebut senyum gamang.

"Lo mau nambah?" tanya Lucy.

Kara terdiam sejenak sebelum memutuskan menggeleng. Terlihat aneh dari dia yang biasanya bisa menghabiskan dua buah kentang goreng ukuran jumbo setelah makan siang.

"Gue langsung kerja, Kak."

Kara melengos pergi, meninggalkan Lucy dengan piring-piring kotor.

⏩▶◀⏪

"Mau pulang?"

Cafe sudah tutup beberapa saat lalu tapi mereka baru keluar setelah menyelesaikan beberapa urusan.

"Iya."

"Bareng aja. Kita searah." Lucy tau, gadis itu selalu memesan ojek online. Itu pun jika masih ada driver yang stay. Namun, hari ini dia bahkan tidak menyentuh HP.

"Gue bisa pesen--"

"--ojek online terus nunggu sendirian di halte kosong. Itupun kalo masih ada driver yang stay," sergah Lucy.

Kara terdiam. Berfikir sebentar sebelum kembali menyangkal.

"Gue bisa telepon teman buat minta jemput."

"Gue tahu lo gak punya teman di rumah ataupun sekolah selain si Andra itu."

"Eh." Gadis itu melebarkan matanya, bibirnya terbuka ditambah keningnya berkerut.

Lucy tersenyum remeh. Meraih tas milik Kara. Membuat sang empu mau tak mau mengikutinya.

Tentu saja banyak memikiran yang muncul di kepala Kara. Tentang ucapan-ucapan Lucy, tentang tindakan Lucy, dan tentang dirinya yang mau-maunya dipaksa ikut.

|LUCY|

Mobil itu melaju diselimuti keheningan. Kara sudah tertidur bahkan belum sampai satu kilometer perjalanan. Lucy tersenyum maklum. Dia tau gadis itu kecapekan.

Beruntung tadi dia sempat menanyakan alamat rumah Kara, sehingga ia tidak harus mengganggu tidur pelayan cafe tempatnya bekerja.

Setelah sampai di depan rumah gadis itu. Lucy mematikan mesin. Meraih tas Kara dari kursi belakang.  Selepas itu, dia mencari-cari kunci pintu rumah milik Kara dalam tas tersebut.

Cukup mudah mencarinya. Ada pada tempat terdepan dalam tas tersebut, berada dalam satu gantungan bersama kunci-kunci lain. Tak mau membangunkan Kara, Lucy lebih memilih membuka pintu rumah terlebih dahulu, baru kemudian kembali untuk menggendong Kara.

Setelah menidurkan Kara di salah satu kamar. Meletakkan kunci-kunci tadi di atas meja, lalu keluar dan menutup pintu.

Dia mengetahui sebuah fakta baru kali ini. Kara benar-benar hidup sendiri.

Tidak ada foto yang menunjukkan seorang ibu di rumah tersebut. Hanya terdapat foto Kara dan ayahnya. Terlihat bahagia. Tapi, setelah ia melewati ruang tamu tadi ia tahu bahwa ayahnya telah meninggal.

Sebuah bingkai berisi foto ayah Kara sedang tersenyum. Namun, terdapat dua tanggal di sana. Satu tanggal kelahiran, dan yang satu sepertinya tanggal kematiannya.

⏩▶◀⏪

Ree Puspita


Jumat, 12 Januari 2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro