Coming In & Coming Out

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku kembali lagi, para baby-baby queer-ku yang gemoy! Hehehe

Bagaimana kabar kalian? Aku senang kalau kalian semua baik-baik saja.

Kali ini, aku akan membawa pembahasan penting, yang mana kalian sendiri pasti pernah mengalaminya, atau akan mengalaminya suatu hari nanti.

Kita semua tahu, hidup sebagai seorang queer di Negara Indonesia tercinta ini cukup sulit dan menyakitkan, selalu ada kebencian yang harus kita hadapi setiap harinya, baik secara halus maupun terus terang, baik secara mental maupun fisik, baik secara individu maupun kelompok, baik di internet maupun dunia nyata, baik dari orang lain maupun keluarga sendiri.

Itu semua sangat menyesakkan jika kita terus mengingat setiap kebencian, penindasan, dan diskriminasi yang kita terima setiap hari, tapi semua itu akan semakin berat jika diri kita sendiri juga jadi sama seperti mereka, merasa jijik dan benci terhadap jati diri kita sendiri.

Bayangkan, betapa mirisnya jika itu terjadi?

Aku tahu, sebagian besar dari kita pasti pernah atau mungkin masih berada di fase itu, dan kita tahu betul bagaimana rasanya itu, terlahir secara fisik dan mental sama seperti orang-orang pada umumnya, hanya saja kita punya rasa ketertarikan seksual yang berbeda dari mereka, dan itu penyebab kita ditakuti serta dibenci oleh semua orang, bahkan pikiran kita juga menilai semua itu pantas dan layak diterima sebab kita telah diberitahu berulang-ulang kali oleh masyarakat bahwa orang-orang seperti kita, adalah entitas yang aneh, salah dan tersesat.

Terkadang, ada beberapa orang yang datang pada kita, bisa berwujud sebagai teman dekat atau keluarga kita sendiri, yang menawarkan bantuan bahwa mereka mampu 'menghapus jiwa-jiwa yang tersesat agar kembali menjadi manusia yang sama seperti mereka' yang mana itu didorong dengan kepercayaan pribadi mereka dengan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi.

Itulah yang dinamakan 'terapi konversi', tindakan yang percaya bahwa menjadi seorang queer adalah bagian dari penyakit mental, kesurupan jin, atau suatu karma dari kehidupan sebelumnya, sehingga harus disembuhkan dan dinormalkan kembali agar kita menjadi bagian dari masyarakat arus utama.

Kedengarannya sangat mengerikan, bukan?

Maka dari itulah, kita harus memiliki kesadaran pribadi bahwa jiwa kita, jati diri kita, identitas kita bukanlah suatu penyakit, kutukan, karma, atau apapun itu namanya.

Kita adalah kita, tidak ada yang salah dengan hal itu.

Proses penerimaan diri berbeda-beda bagi setiap orang, terkadang ada yang memerlukan waktu bertahun-tahun, terkadang ada juga yang bisa melakukannya dengan singkat, dan inilah yang dinamakan sebagai coming in.

Jika didefinisikan secara sederhana, coming in, adalah situasi di mana seseorang telah mampu menerima, mencintai, dan menyayangi dirinya sendiri secara penuh sehingga dia tidak lagi peduli pada apa yang orang lain katakan atau pikirkan tentang dirinya.

Tentunya, seperti yang sudah kubilang, proses coming in tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi jika kita berhasil melaluinya, hati kita akan merasa gembira dan bebas, rasanya seperti berhasil keluar dari kurungan yang selama ini mengekang dan mengikat kita bertahun-tahun, itu sangat melegakkan.

Setelah itu, kita juga akan sadar, bahwa ternyata yang selama ini memenjarakan kita bukanlah mereka yang setiap hari membenci kita, melainkan diri kita sendiri.

Plot twist banget, kan?

Percaya deh, queer yang sudah coming in, mereka tidak lagi merasa bingung atau gelisah saat orang lain melontarkan kebencian berturut-turut, karena dia sudah punya perisai untuk melindungi dirinya sendiri, yang tidak lain tidak bukan, adalah jiwanya sendiri. Pada akhirnya kita bisa memilih untuk mengabaikan orang-orang itu atau membalasnya dengan kasih sayang.

Nah, biasanya, saat kita sudah mencapai fase coming in akan tiba waktunya kita mempertimbangkan untuk melakukan coming out.

Wah? Apa lagi ini ya?

Coming out adalah situasi di mana seseorang telah mantap untuk keluar dari 'kloset/lemari' dan berani memberitahu orang-orang terdekatnya bahwa dirinya adalah bagian dari komunitas LGBTQ.

Tidak semua queer berani untuk melakukan coming out dan itu tidak apa-apa.

Coming out bukanlah kewajiban yang mutlak harus dilakukan oleh semua queer, itu hanyalah pilihan.

Sebab, saat kita melakukan coming out, itu akan menimbulkan berbagai reaksi dari orang lain, maka kita harus mempersiapkan diri sematang mungkin sebelum melakukannya.

Apa sih hal yang perlu dilakukan saat coming out?

- Usahakan kita sudah mandiri secara finansial, alias tidak lagi bergantung pada orang lain soal keuangan.

- Persiapkan diri untuk menerima segala reaksi yang akan muncul dari orang lain.

- Jangan marah saat orang lain tidak menerima kita, karena esensi coming out hanyalah memberitahu, bukan memaksa.

- Alih-alih langsung pada keluarga, mulailah memberitahu teman dekat kita terlebih dahulu.

- Carilah sekutu di keluarga kita sendiri, jika kakak atau adik kita kelihatan friendly terhadap LGBTQ, maka buatlah mereka jadi orang pertama yang kita beritahu.

- Jika kita sudah sepenuhnya siap, maka segeralah beritahu orang tua.

- Ingatlah bahwa kita tidak perlu memberitahu semua orang, cukup lakukan pada orang-orang terdekat saja.

Jika ada yang ingin menambahkan, boleh ketik di kolom komentar, ya.

Oke! Sampai di sini pertemuan kita kali ini!

Singkat tapi bermakna, kan?

Masih banyak yang ingin kuberitahu pada kalian seputar dunia LGBTQ+, jadi nantikan terus, ya!

Kalau begitu, sampai berjumpa di bab-bab berikutnya, baby-baby queer-ku!

XOXO

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro