Bab 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gayatri tersadar dari lamunanya setelah mendengar klakson dari luar rumahnya. Mengingat hal itu selalu membuatnya sedih dan senang. Sedih karena hubungan dengan mamanya tidak kunjung menemui titik terang, serta senang karena dia masih punya orang yang menyayanginya. Setidaknya dia masih punya alasan untuk bertahan hidup.

Gayatri menghela napas, dia sudah tahu siapa yang mengklakson di luar, sudah pasti orang yang menelponnya tadi. Wanita ini melirik dari balik horden dan melihat mobil berwarna biru dongker. Dia segera keluar dari rumah dan mengunci pintu rumah serta gerbangnya.

Melihat Gayatri sudah keluar dari gerbang rumahnya, keluarlah pemilik mobil biru dongker tadi. Pria yang dikenalnya dari lama, orang yang meninggalkan luka di masa lalunya. Orang yang tidak dia harapkan hadir kembali di hidupnya, sayangnya takdir tidak sependapat dengan keinginanya. 

Wanita dengan tinggi 156 sentimeter ini menghela napas dan berjalan melewati mobil itu.

"Ey! Aya! Kok pura-pura nggak kenal gitu?!" seru seorang pria dengan volume suara keras.

Gayatri masih tidak perduli, dia kira orang itu akan jera jika diabaikan. Sayangnya yang terjadi tidak sesuai dengan ekspektasi Gayatri, pria tadi termasuk jajaran orang keras kepala yang tidak mau melewatkan kesempatan. Dia menarik pergelangan tangan Gayatri hingga dia berhenti melangkah.

"Kamu mau apa, sih?" desis Gayatri kesal. Nafasnya kembali terasa sesak, selalu saja seperti ini jika dia dalam keadaan emosional. Rasanya seperti saluran napasnya menyempit sehingga tubuhnya membutuhkan lebih banyak oksigen. Banyak penyebab yang mungkin menyebabkan sesak napas, jika melihat dari google pasti jantungnya akan semakin berdegup kencang karena takut. 

"Kamu yang kenapa? Kok jalan lurus gitu? Aku udah telepon, kirim pesan juga nggak kamu respon. Aku buat salah apa?" Niskala tidak terima jika diperlakukan seperti itu, meskipun dia juga tidak punya hak untuk mengharuskan Gayatri meresponnya sebab mereka tidak terikat hubungan apapun.

Gayatri diam, wajahnya memucat, nafasnya begitu berat. Melihat perubahan ekspresi Gayatri, dia semakin yakin ada yang tidak beres dengan wanita di hadapannya ini.

"Eh, kamu kenapa? Kok kayak orang sesak napas gitu?"

Gayatri masih diam, berusaha menenangkan dirinya. Tidak hanya sesak yang dirasakannya, tetapi juga nyeri di dadanya. Dia mengepalkan tangan kuat, berusaha mengalihkan perhatiannya dari rasa nyeri ini.

"Aya, are you okay? I am not sure you are okay. Let's go to the hospital, ya?" usul Niskala. Dia takut wanita ini tidak sadarkan diri dihadapannya.

"I am okay," jawabnya pelan. 

"You are lying. Please, let's check your health."

Niskala hendak menarik Gayatri ke mobilnya, tetapi wanita ini menolak. 

"Niskala, ayolah. Aku bisa telat, aku mau ke tempat kerja bukan ke rumah sakit!"

"Tapi kamu keadaannya kayak gini! Ayolah, jangan keras kepala kenapa, sih?"

Mereka saling adu debat hingga seseorang mendekati mereka. Orang yang dirindukan Gayatri datang dengan ekspresi sedih, dia kurang suka melihat Gayatri sering kontak dengan pria brengsek ini.

"Aya, ayo aku anterin," ucapnya dengan nada yang lembut. Dia mengelus kepala Gayatri pelan, wanita ini terkejut dan melihatnya untuk beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk setuju.

"Ayo," jawabnya sembari meraih tangan Nehemia. Pria itu datang, padahal dia tidak menjawab pesan Gayatri sama sekali, padahal biasanya Nehemia akan merespon pesan wanita itu. Gayatri berusaha paham karena mereka sedang dalam situasi yang kurang baik. Sejujurnya dia takut pria ini semakin marah karena ada Niskala di depan rumahnya, rasa takut itu membuatnya semakin merasakan sesak di dada.

Nehemia melirik sekilas ke arah Niskala, lalu pergi dari sana. Tidak ada percakapan diantara mereka.  Mereka sama-sama tidak merasa baik di pagi itu, Gayatri takut Nehemia akan semakin salah paham dengannya, Nehemia takut Gayatri akan kembali kepada Niskala dan Niskala takut dia tidak akan pernah bisa kembali bersama wanita itu. Lingkaran ketakutan yang tidak ada habisnya.

Gayatri dan Nehemia sudah masuk dalam mobil, hanya lantunan lagu Adelle-When we are young yang terdengar. Nehemia langsung menjalankan mobil begitu memastikan Gayatri sudah memakai safety bealt-nya. Keselamatan selalu menjadi hal pertama yang harus dia pastikan, dia ingin yang terbaik untuk orang yang disayanginya.

"Kamu masih nggak mau ke dokter, Aya?" tanya Nehemia memulai percakapan.

Gayatri terkejut, dia kira pria disampingnya ini tidak akan mengajaknya berbicara hingga mereka sampai di tujuan.

"Kalau kamu mau anterin, aku mau kok." Gayatri tersenyum. Dia penasaran dengan kondisi kesehatannya, tetapi dia terlalu malas untuk pergi sendirian. Rasa sesak di dada ini sudah lama dia rasakan, belum lagi jika dia dalam keadaan emosional, pasti akan semakin menjadi-jadi.

Nehemia menghela napas panjang, "Kamu bandel. Ya udah, pulang kerja kita ke rumah sakit. Kalau kamu udah nggak kuat, tolong jangan ditahan. Segera ke rumah sakit, oke?" ucap Nehemia dengan tegas. 

Dia tidak ingin wanita kesayangannya ini kenapa-kenapa, dia tidak setiap waktu berada di dekatnya, jika ada sesuatu maka dia tidak bisa segera menolongnya dan ini menjadi salah satu ketakutannya.

"Alright, baby." Gayatri tersenyum lebar, dia bersyukur atas kemajuan yang ada di hubungannya setelah mereka bertengkar.

"Kalau menurut kamu, penyebab apa yang paling mungkin buat aku sesak napas?" tanya Gayatri random.

"Kegemukan dan kecemasan. Kamu orang paling mudah menyesal setelah bertindak, dan aku nggak suka itu. Kalau kamu cemas itu bisa buat pola pernapasan yang cepat dan pendek, berujung pada kadar karbondioksida dalam darah meningkat dan buat kamu sesak napas."

"Kalau kegemukan gimana penjelasannya?"

"Berat badan yang berlebih buat penumpukan lemak di seluruh tubuh, terutama dinding dada, perut dan saluran napas atas yang buat peradangan. Orang yang kelebihan berat badan akan mudah mengalami sesak napas dan dada tidak maksimal serta penurunan fungsi dari paru-paru. Kamu harus berhati-hati, berapa berat badanmu terakhir kali kamu timbang?"

"Hmm, hampir 100 kilogram."

"Nah, bahaya itu. Kamu jelas obesitas, sayang. Ayo kita ubah pola hidup dan pola makan, jangan jajan sembarangan. Aku mau kita sama-sama sehat," ujarnya dengan sepenuh hati. 

"Okay, baby."

"Jangan oke-oke aja, tapi di tempat kerja malah order makanan cepat saji, minuman manis sekantong kresek," sindirnya lagi.

"Ih, rese."

"Akumulasi lemak dapat menyebabkan penebalan di saluran udara yang akhirnya membatasi aliran udara. Ini yang buat peningkatan gejala asma. Asma sendiri pengertiannya adalah kumpulan tanda dan gejala wheezing atau mengi dan atau batuk dengan karakteristik tertentu yaitu timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung terjadi pada malam hari atau dini hari, musiman, ada faktor pencetus yaitu aktivitas fisik. Untuk asma ini ada tata laksana terapinya yaitu Global Initiative for Asthma yang disingkat GINA. Dari GINA didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T," ujar Nehemia menjelaskan.

Pria ini melirik sekilas ke arah Gayatri, hendak melihat ekspresi apa yang ditunjukkan padanya ketika dia mengucapkan kalimat tadi. Dia tersenyum, ekspresi wanitanya begitu menggemaskan dengan mulut melongo seperti bocah. Nehemia tersenyum, tetapi perasaannya kacau. Ketakutan itu nyata adanya.

-Bersambung-

1041 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro