Bab 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasanya dia tidak ingin bekerja saja, tetapi itu adalah hal yang mustahil. Sudah pasti dia harus bekerja jika tidak ingin gajinya dipotong. Gayatri melihat ke arah Bu Christa, pemilik sarana apotek tempatnya bekerja. Wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda, dengan gaya potongan rambut wolf cut membuatnya semakin terlihat muda, belum lagi paduan warna dari baju dan celana yang dikenakannya membuatnya semakin terlihat classic and elegan

Gayatri segera berdiri dan tersenyum menatap pimpinannya. "Selamat pagi, Bu," sapanya sambil menganggukkan kepala.

Wanita cantik itu tersenyum dan melambaikan tangannya, "Hai, Aya. Gimana kabarmu?"

"Baik bu, terima kasih."

"Oh iya, nanti ada yang mau saya sampaikan ke kamu dulu sebelum kita briefing. Dua menit lagi tolong ke ruangan konseling aja, ya. Kita bicara di sana," ujarnya lalu pergi dari hadapan Gayatri.

"Baik bu, siap."

Ada rasa penasaran yang hinggap di benaknya, tetapi dia berusaha santai saja, sebab memikirkan hal yang tidak ia ketahui hanya akan membuatnya stress. Memikirkan sesuatu berulang-ulang tanpa menemukan jawaban hanya akan membuat asam lambungnya naik dan berujung pada rasa sakit. Tidak ada gunanya, sebab itu dia hanya menarik napas dan membuangnya. Tidak ada yang perlu dipusingkan, semuanya baik-baik saja.

Gayatri langsung ke depan wastafel, melihat tampilannya dari pantulan kaca. Rambutnya terlihat baik, tidak ada kotoran mata di ujung matanya, semuanya baik-baik saja. Dia segera meraih botol minum dan meneguk air putih. Kerongkongannya kering, butuh air untuk berbicara nanti dengan Bu Christa.

Gayatri meraih ponsel di saku celana dan melihat layar ponselnya. Pandangannya terarah ke sana untuk beberapa saat lalu menghela napas panjang.

"Masih belum dibalas. Oke, nggak apa-apa," ucapnya lalu tersenyum. Segera saja dikantongi ponsel tersebut dan melangkah menuju ruang konseling. Lebih baik dia yang menunggu pimpinannya daripada pimpinannya yang menunggu dia. Rasanya tidak sopan saja jika terlambat. 

Gayatri membuka pintu ruangan konseling dan melihat ruangan kosong. Dia tersenyum dan duduk di kursi, menunggu kedatangan Bu Chrita. Tidak menunggu lama, wanita cantik itu sudah datang dan duduk di kursi di depan Gayatri.

"Hai, udah ada di sini aja. Cepet bener," ujarnya sambil tersenyum.

Gayatri tersenyum lalu mengangguk pelan.

"Oke, ada yang mau saya sampaikan ke kamu. Anak saya sudah selesai sekolah pendidikan profesi apoteker dan akan bekerja di sini. Dia akan menjadi apoteker pendamping, kamu apoteker penanggung jawabnya. Tolong bimbing dia ya."

"Baik bu, siap," jawab Gayatri dengan segenap hati.

"Kamu belum pernah ketemu sama dia, kan?" tanya Bu Chista lagi.

"Belum bu."

"Ya udah, nanti juga ketemu. Terima kasih, Aya."

Saat itu dia tidak memikirkan yang aneh-aneh, perasaannya tulus untuk bekerja sama dengan rekan sejawatnya, bersama-sama memimpin apotek ini. Dia tahu dengan adanya peraturan persyaratan pendiriran, apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan. Dengan anaknya Bu Christa sudah menjadi apoteker, maka dia tidak lagi membutuhkannya di sini. Mungkin dia bisa mulai mencari lowongan pekerjaan setelah pulang bekerja.

Gayatri tersenyum lalu pamit dari hadapan Bu Chista. "Terima kasih bu, saya pamit ya."

Rasanya kerongkongannya kering, dia butuh air minum. Segera saja dia pergi ke tempat dia menaruh tas. Mengambil botol minum dan meneguk air minum lagi. Dia begitu fokus dengan hal itu sampai tidak sadar ada orang yang memperhatikannya sambil tersenyum tipis.

Perlahan, dia mendekati Gayatri dan menyapanya. "Haus banget, Aya?" 

Gayatri terkejut dan melihat ke arah orang yang berbicara kepadanya. Matanya melotot melihat orang itu, orang yang sempat dipikirkannya tadi.

"Niskala?" tanya Gayatri tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Iya, aku Pendar Niskala. Kamu nggak lupa, kan?"

Jantung Gayatri berdegup semakin kencang. Sekian tahun lamanya dia tidak tahu kabar tentang Pendar Niskala, sekian lamanya dia berusaha move on  tetapi tidak bisa, hingga dia bertemu dengan Nehemia. Orang yang membuatnya belajar mencintai lagi, meskipun tidak semulus itu jalannya. Di saat dia sudah memantapkan hati untuk setia dengan Nehemia, Niskala malah datang kembali ke kehidupannya. Kenyataan yang menyedihkan dan menyesakkan.

Gayatri tersenyum tipis, tidak menjawab pertanyaannya. Hanya diam dan menggeleng pelan lalu melirik ke arah jam di pergelangan tangannya.

"Waktunya briefing. Kamu kenapa ada di sini?" Gayatri sama sekali tidak tahu apa urusan Niskala ada di tempat kerjanya.

"Kamu akan tahu nanti. Ayo briefing."

Gayatri terdiam, kaki dan tangannya menjadi dingin. Rasanya ingin pergi dari sini, dia mulai takut dengan kenyataan yang akan didengarnya nanti. Sayangnya tidak ada jalan keluar, dia harus melangkah maju dan menghadapi apapun yang ada di depan.

Mereka briefing di tempat yang lebih luas, di sana sudah ada Bu Christa, Phinong, Renata, Rembulan. Mereka sudah siap dan melihat ke arah NIskala dan Gayatri yang berjalan menuju mereka.

Bu Christa tersenyum. "Oke, sudah semua kumpul. Kita mulau briefing-nya. Selamat, pagi!" 

"Pagi-pagi-pagi!" ucap mereka bareng-bareng dan bersemangat.

"Oke, semua dalam kondisi sehat? Ada yang tidak enak badan?" tanya Bu Christa lagi.

"Sehat bu," jawab mereka berbarengan.

"Bagus. Saya harap semua melakukan tugasnya sesuai jobdesc yang sudah diberikan Aya ke kalian. Kalau lupa, saya sudah meminta Aya untuk menempel di ruang racik, kalian bisa lihat di sana. Perhatikan tugas yang membersihkan apotek tiap hari, perhatikan apa yang kalian ambil dan kerjakan. Ingat kerjakan yang tertulis dan tulis yang kalian kerjakan. Meminimalkan human error , ingat yang kalian kerjakan ini akan dikonsumsi manusia. Jika salah, bisa fatal dan yang akan bertanggung jawab pada akhirnya adalah Aya. Berhati-hatilah."

Menjadi apoteker penanggung jawab tidak semudah itu, ada beban yang harus dipikulnya. Jika salah, meskipun yang berbuat kesalahan bukan dirinya, tetap saja dia yang akan disalahkan. Hukumannya bisa saja dipenjara, hal yang menyeramkan. Oleh karena itu Gayatri selalu melakukan double check sebelum obat digerus dan sebelum obat diberikan kepada pasien. Dimulai dari bnerapa obat yang diambil, apa yang ditulis di etiket, mengecek kesesuaian dengan dosis obat yang diberikan dokter, dan menjelaskan sejelas mungkin kepada pasien. Semua demi kesehatan dan kesembuhan pasien. 

"Siap, bu," jawab mereka dengan sungguh-sungguh. Gayatri selalu berharap rekan kerjanya benar-benar tulus dan bekerja sesuai tugasnya, tidak ada niat jahat untuk menggelapkan dana, ataupun mengambil obat tanpa dibayar. Semua hal yang merugikan apotek dan dirinya adalah hal yang membuatnya takut dan menjadi beban pikirannya. Entahlah, setiap pekerjaan selalu ada resiko yang mengikutinya, dia berharap semua akan baik-baik saja, semoga saja.

"Ada tambahan personel baru, apoteker pendamping apotek ini. Ayo perkenalkan diri," ujar Bu Christa pada Niskala.

Niskala tersenyum manis, "Halo semua. Nama saya Pendar Niskala. Bisa dipanggil Niskala."

Wajahnya yang tampan dan imut membuatnya tidak terlihat seperti orang yang sudah lulus kuliah, dia masih cocok jika menggunakan seragam Sekolah Menengah Pertama atau SMP. Sekarang, Gayatri semakin mati kutu, keringat dingin dan gundah. Semua karena manusia bernama Pendar Niskala.

-Bersambung-

1052 kata

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro