Gadis Ajaib 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Biasanya Arka akan terbangun saat Bunda menarik kakinya hingga ia terseret lalu jatuh dari kasur empuknya. Atau saat Dirga, kakaknya menggedor pintu seperti rentenir penagih utang. Atau saat ayahnya menyetel musik yang bisa menulikan telinga hingga radius lima puluh meter. Tapi kini, tak ada yang mengusik tidurnya. Kasurnya terasa lebih hangat, dan sesak tapi tetap nyaman.

Arka merasakan sesuatu berjalan menelusuri pipi kirinya, ke rahangnya, terus turun ke lehernya hingga ia bergidik ngeri. Dia memimpikan seekor ulat jambu biji tengah berjalan-jalan di sana.

"AH!!!" Arka tersentak. Terbangun dari mimpinya. Napasnya memburu. Dia meraba wajah dan lehernya, mencari ulat itu.

"Aduh! Pantatku sakit!" Keluh seorang gadis dari bawah ranjangnya.

Arka melongokkan kepala, untuk melihat siapa yang ada di kamarnya pagi-pagi buta.

"Amabel! Ngapain lo di sana?" tanyanya dengan tatapan horor. Dia menutupi badannya menggunakan selimut. Dia memang selalu tidur bertelanjang dada, hanya memakai kolor seadanya. Yang menurutnya paling nyaman dipakai.

"Abel tadi ikutan tidur. Soalnya di rumah nggak bisa tidur. Abel nggak bisa jauh-jauh dari Arka." Amabel berdiri sambil mengusap bagian yang masih terasa nyeri. "Arka tambah ganteng pas lagi tidur," lanjutnya dengan senyum manis yang malah membuat Arka semakin bergidik ngeri.

Arka beranjak dari kasurnya, berjalan ke arah toilet. Tapi dia berhenti saat membuka pintu. "Bel? Ngapain lo ngikutin gue?" tanyanya dengan kedua alis mengkerut melihat gadis itu mengikuti persis selangkah di belakangnya.

"Hehe... Abel juga mau ke kamar mandi."

"Yaudah sana, cepetan gantian!"

"Arka nggak jadi? Yaudah, Abel juga nggak jadi."

"Kamu nggak jadi? Tunggu di sana ya!" Arka masuk ke dalam kamar mandi, saat dia hendak menutup pintunya dari dalam, Amabel menahannya sambil tersenyum manis.

"Abel pengen ikut!" rengeknya.

Arka geram. Dia kembali ke atas kasur, Amabel juga mengikutinya.

Arka menelungkupkan badannya, Amabel tetap mengikutinya.

Arka menatap Amabel. Mereka saling bertatapan lama... Arka medekatkan kepalanya, Amabel melakukan hal yang sama. Semakin lama, mereka semakin dekat hingga akhirnya bibir mereka saling menempel tanpa ada yang bergerak satupun.

Amabel berinisiatif menjilat bibir Arka seperti saat ia menjilat eskrim. Arka mengecup bibirnya perlahan. Manis. Amabel mengikutinya. Arka menyesap bibir bawahnya, Amabel ikut menyesap bibir atasnya.

Tangan Arka menggerayangi tubuh Amabel menyentuhnya di mana-mana hingga Amabel tak bisa lagi fokus mengikuti Arka, ia menyerah pada insting liarnya.

"Hah! Haha! Hahaha! Sekarang lo nggak bisa lagi ngikutin gue ke kamar mandi," ucap Arka setelah melepaskan bibirnya dari bibir Amabel. Dia menatap hasil karyanya dengan bangga: gulungan selimut berisi Amabel yang terikat di dalamnya.

"Arka!!! Arka!!! Abel nggak bisa gerak! Arka!!! Abel pengen ikut Arka... jangan tinggalin Abel!!!" rengek Amabel sambil menggerak gerakkan badannya seperti ulat saat melihat Arka meninggalkannya ke toilet. Padahal jarak antara dia dan toilet itu tak lebih dari lima meter, tapi Amabel merasa Arka meninggalkannya pergi! Lagipula pintunya ditutup! Jadi Amabel merasa ada penghalang antara dirinya dan Arka.
_____________________________________

"Tadi Bunda denger ribut-ribut dari kamarmu, kalian berantem lagi?" tanya Ibu Arka dari seberang meja saat mereka sarapan.

"Amabel ngikutin Arka ke toilet, jadi Arka iket dia pake selimut di kasur, dia malah teriak-teriak," jelas Arka santai.

Ibu dan ayah Arka hanya melongo menatap Arka dan Amabel yang melanjutkan makan dengan damai, seolah kejadian itu wajar. Mereka berdua bertatapan muka, sebelum kembali ke sarapannya masing masing.

"Arka, ada nasi di bibirmu," ucap Ibu Arka sambil menunjuk ke kanan bibir bawahnya.

"Mana?" tanya Amabel. Kedua tangannya memegang kepala Arka higga menengok ke arahnya, lalu bibirnya mendekati bibir Arka dan menjilat nasi yang menempel itu.

"Uhuk!!!" Ayah Arka terbatuk. Dia menyemburkan sebagian kopi yang barusaja diminumnya. Sedangkan ibu Arka menjatuhkan sendok dan garpunya tanpa sengaja. Matanya membelalak, mulutnya terbuka lebar.

Arka, anaknya, dengan teman masa kecilnya, bahkan lebih romantis daripada mereka saat masa bulan madu dulu.

"Udah Bun, nikahkan aja mereka berdua! Baru kemaren ketemu lagi, udah kayak dilakban aja mereka berdua, nggak bisa dipisahin. Dirga nggak papa kok dilangkahin juga..." celetuk Dirga yang baru akan bergabung sarapan dengan mereka.

Amabel tersenyum manis. Sepertinya dia sangat bahagia dengan usul Dirga. Sedangkan Arka, dia masih anteng dengan sarapannya.

"Abel suka sama Arka?" tanya Ayah Arka hati-hati.

"Iya om! Abel suka banget! Cinta banget!" jawab Amabel dengan mode semangat.

"Oh, yaudah. Ntar om omongin sama ayahmu," lanjut ayah Arka.

"Iya om? Serius? Makasih Om..." ucap Amabel dengan mata berbinar-binar.
______________________________________

Sebulan berlalu, masa kuliah akan segera dimulai. Arka sibuk mengangkat kotak berisi barang-barang dari mobilnya. Dia menyewa sebuah apartemen yang berlokasi dekat kampusnya.

"Lemari itu bagusan taro deket jendela." Amabel menunjuk sebuah lemari besar di sudut ruangan. Dengan sigap Arka mendorong lemari itu menuju tempat yang ditunjuk Amabel. Sedangkan Amabel hanya menyemangatinya dari atas sofa. "Arka!!! Semangaat!!!"

Arka hanya tersenyum melihat Amabel, lalu kembali keluar untuk mengambil barang-barang lainnya. Dia sudah terbiasa dengan keberadaan Amabel di sekitarnya sejak ia bangun tidur setiap pagi. Amabel menyewa apartemen persis di samping apartemennya.

Pagi hari.
Arka merasakan ulat daun jambu biji itu menelusuri garis hidungnya. Arka membuka mata, dan tersenyum menemukan telunjuk Amabel menempel di ujung hidungnya.

"Ke sini jam berapa?" tanyanya setelah mengecup pelan bibir Amabel. Kini dia tak lagi bangun tidur karena kaget.

"Jam empat. Bunda ngelarang Abel dateng sebelum jam empat. Dan Bunda pesen sama Abel, Jangan bangunin Arka sebelum jam enam. Ntar dia ngamuk!" Amabel menirukan suara ibu Arka. Arka tertawa mendengarnya.

"Diam di situ! Gue mau ke toilet bentar!" perintah Arka. Amabel mengangguk patuh sambil cemberut.

Dua bulan berlalu dengan indah.

Mereka telah menyebar undangan pernikahan yang akan dilakukan seminggu lagi.

Suara ketukan pintu menganggu tidur Amabel, dia merangkak meninggalkan selimutnya, lalu berjalan menuju pintu apartemen Arka dan membukanya. "Andra? Ngapain pagi-pagi ke sini?" tanyanya sambil menguap menahan kantuk.

"Bel? Lo udah tinggal bareng Arka???" Nalendra terbelalak kaget.

"Nggak. Abel tinggal di situ." Amabel menunjuk pintu apartemen samping. "Tapi Abel ke sini tiap jam 4, soalnya nggak bisa tidur di sana," lanjutnya.

"Bel, lo yakin mau nikah sama Arka?"

"Yakin. Banget."

"Lo yakin Arka juga cinta sama lo? Harga diri lo di mana sih? Lo tuh kayak cewek gampangan yang ngejar-ngejar Arka tau nggak?"

"..."

"Bel, Arka pernah bilang dia cinta sama lo?"

"Nggak, tapi Abel nggak peduli."

"Bel, pernikahan itu bukan mainan! Lo kudu pastiin dia cinta sama lo, biar lo nggak nyesel di kemudian hari!"

"Emang penting ya?"

"Bel, gue cuma pengen lo bahagia. Gue cuma pengen lo nikah sama orang yang bener-bener cinta sama lo!"

"Contohnya? Andra? Abel nggak cinta sama Andra."

"Lo bisa belajar mencintai suami lo, kalau suami lo bener-bener cinta sama lo!"

"Hm?"

"Gini deh, diem jangan gerak!"

Nalendra memegang kepala Amabel menggunakan kedua telapak tangannya. Lalu mendekatkan kepalanya dan hampir mendaratkan bibirnya ke bibir Amabel, tapi sesuatu menariknya kasar hingga ia terjungkal.

"Arka, heh."

BUKK!!!

Sebuah pukulan keras membuat kepala Nalendra menghantam lantai hingga kedua pipinya memar.

"Lo! Berani lo cium dia? Dia calon istri gue!" murka Arka.

Amabel mematung di tempatnya.

"Sekali lagi gue liat lo sentuh dia, gue nggak akan segan-segan matahin tangan lo! Pergi!" Arka menutup pintu apartemennya, membiarkan Nalendra tergeletak di lantai koridor sambil tertawa.

"Arka..." cicit Amabel. Dia merasa bersalah atas kejadian ini.

"Lo nggak papa kan?" tanya Arka sambil meliriknya sekilas.

"Arka... Apa arka nggak suka sama Abel? Apa Arka nggak cinta sama Abel?"

"Kenapa nanyain itu?"

"Arka nggak pernah bilang cinta sama Abel!" serunya sambil menahan tangis.

"Amabel, kenapa nanyain itu?"

"Andra bilang, Abel kayak cewek gampangan yang ngejar-ngejar Arka padahal Arka belum tentu cinta sama Abel!"

Arka mendekati Amabel, mengusap air mata di kedua pipinya, lalu mengecup pelan bibirnya.

"Yah, jadi nggak istimewa lagi dong. Tadinya, gue mau bilang cinta sama lo di hari pernikahan kita. Itu kan jadi istimewa banget," jelasnya sambil menghela napas pasrah.

"Hah? Iya??? Yaudah. Nggak usah bilang dulu!!! Abel tunggu Arka bilang gitu pas nikah nanti!!!" ucap Amabel dengan kedua mata berbinar-binar.

"Lo memang ajaib."
_______________________________________

Kok aku suka sama karakter Amabel sih...

Jangan lupa Voment.
Kiss

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro